Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
HANYA KARENA ULAMA 'TIDAK TAHU'
12 Januari 2017 9:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
Tulisan dari rafiq jauhary tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pagi ini saya sedang di atas Kereta Api Argo Sindoro dalam perjalanan menuju Jakarta. Tidak berbeda dengan penumpang lainnya yang disibukkan dengan gadgetnya masing-masing, saya pun sama.
ADVERTISEMENT
Sekilas melihat news feed dari status teman-teman saya, nampaknya headline news pagi ini tentang fatwa MUI yang menuai banyak tanggapan, bahkan kabarnya Menteri Agama pun ikut mengomentarinya. Saya khawatir, adab yang tidak baik ini menular dan ditiru oleh rakyatnya.
Karenanya saya ingin sedikit bercerita tentang sebuah kejadian yang pernah terjadi di Arab Saudi, tempat saya menuntut ilmu beberapa tahun yang lalu. Cerita ini saya dapatkan dari teman-teman saya.
Sebuah restoran cepat saji yang menasional dan sangat laku keras di Arab Saudi dalam waktu tiga hari pernah kosong dari pelanggan, sebut saja namanya 'albaik'.
Kejadian ini pun membuat si owner bingung, apa gerangan yang membuat puluhan restorannya seantero Arab Saudi ditinggalkan pelanggan. Padahal biasanya setiap hari ratusan atau bahkan ribuan porsi selalu habis di setiap outletnya.
ADVERTISEMENT
Setelah ditelisik, diketahuilah penyebabnya. Ternyata restoran ini ditinggalkan pelanggannya hanya karena sebuah pengajian.
Dalam sebuah kajian 'fikih sembelihan' yang diisi oleh seorang ulama anggota dari Departemen Ulama Besar bernama Syaikh Muhammad Mukhtar asy-Syinqithi terdapat seorang yang bertanya, "wahai syaikh, lalu bagaimana dengan restoran albaik, apakah sembelihannya halal?"
Beliau pun menjawab, "tidak tahu, saya belum pernah melihatnya maka saya tidak berani menghalalkan ataupun mengharamkan"
Diluar dugaan, jawaban beliau ini pun tersebar dan membuat banyak orang khawatir dengan status makanan yang biasa mereka beli dari restoran tersebut. Tidak heran jika kemudian selama hampir tiga hari restoran ini sepi dari pelanggan. Padahal beliau hanya menjawab dengan jawaban 'tidak tahu', apa jadinya jika sampai beliau mengatakan sesuatu yang haram.
ADVERTISEMENT
Mengetahui penyebabnya, owner restoran Ini pun mengundang ulama ini ke tempat penyembelihan, dapur hingga bagaimana penyajiannya.
Setelah mengetahui bagaimana prosesnya dan memastikan kehalalannya, beliau pun akhirnya merilis fatwa akan kehalalannya produk restoran albaik.
Tidak lama setelah rilis ini, masyarakat pun kembali yakin dengan kehalalannya dan kembali meramaikannya.
Sahabat, seperti inilah gambaran masyarakat yang menghormati fatwa ulama. Sekalipun fatwa ulama belumlah disahkan menjadi hukum positif, tetapi kedudukan fatwa ulama dalam kelangsungan masyarakat muslim adalah nafasnya.
Maka, mari kita hormati fatwa ulama, kita jadikannya sebagai petunjuk yang memudahkan kita dalam memahami Quran dan Sunnah.
Bayangkan, betapa indahnya tinggal di sebuah masyarakat yang menghormati fatwa ulama. (rafiqjauhary)
ADVERTISEMENT