Konten dari Pengguna

Pengaruh Ketidakharmonisan Keluarga Terhadap Mental Anak

Rafly Dhiya Ahmad
saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta yang saat ini menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga. saya tertarik mendalami hukum syariah yang terkait dengan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, dan hak waris.
24 September 2024 7:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafly Dhiya Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://media.istockphoto.com/id/868752470/id/foto/gadis-kecil-menangis-saat-orang-tua-bertengkar-menutup-telinga-5-10-tahun-nada-vintage.jpg?s=1024x1024&w=is&k=20&c=-LvJ4imeZErG4sr82IOtMfbWxB9xHOeGRlQD9Ly86w4=
zoom-in-whitePerbesar
https://media.istockphoto.com/id/868752470/id/foto/gadis-kecil-menangis-saat-orang-tua-bertengkar-menutup-telinga-5-10-tahun-nada-vintage.jpg?s=1024x1024&w=is&k=20&c=-LvJ4imeZErG4sr82IOtMfbWxB9xHOeGRlQD9Ly86w4=
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi tumbuh kembang anak Keharmonisan keluarga sangat penting dalam membentuk kepribadian dan kesehatan mental anak. Ketidakharmonisan dalam keluarga seperti konflik yang berulang, ketidakstabilan emosi orang tua, dan kurangnya komunikasi yang sehat, dapat berdampak buruk pada perkembangan mental dan emosional anak.
ADVERTISEMENT
1. Dampak Ketidakstabilan Emosi Orang Tua
Anak bisa merasa cemas jika orang tuanya sering terlibat konflik. Anak-anak sangat peka terhadap lingkungannya, terutama ketika masih kecil. Konflik antar orang tua dapat menimbulkan kecemasan, ketakutan, bahkan perasaan tidak berdaya. Anak-anak mungkin merasa bersalah atas konflik tersebut meskipun mereka tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi.
2. Gangguan Perkembangan Emosi dan Psikologis
Perselisihan dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan emosi seperti depresi, kecemasan, bahkan masalah perilaku pada anak. Anak-anak yang sering menyaksikan pertengkaran atau kekerasan dalam keluarganya mungkin menunjukkan gejala seperti mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, dan terisolasi dari orang lain. Gangguan ini seringkali tidak langsung terlihat, namun memiliki efek jangka panjang pada kemampuan anak dalam mengelola emosi di masa depan.
ADVERTISEMENT
3. Rendahnya rasa aman dan stabilitas
Anak membutuhkan rasa aman dan stabilitas agar dapat tumbuh dengan sehat. Jika keluarga tidak memberikan dukungan dan stabilitas emosi yang cukup, anak dapat menjadi cemas dan tidak stabil. Ketidakpastian yang berkepanjangan terhadap situasi keluarga dapat menimbulkan kekhawatiran terus-menerus, yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi pada pendidikan dan aktivitas lainnya dalam jangka panjang.
https://media.istockphoto.com/id/909408044/id/foto/anak-sekolah-yang-ketakutan-menutup-telinganya.jpg?s=1024x1024&w=is&k=20&c=uqLPJ4l4pl9mdZLnigrpG6oXpdqN0DoYDlTs-oM0Ec4=
4. Dampak terhadap prestasi sekolah
perselisihan keluarga juga dapat mempengaruhi prestasi sekolah anak. Anak yang mengalami tekanan mental cenderung sulit berkonsentrasi di sekolah, menyelesaikan tugas, dan memahami pelajaran. Mereka mungkin lebih sering absen atau tidak berminat mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam beberapa kasus, anak-anak mungkin merasa putus asa di rumah dan berkurangnya keinginan untuk berprestasi.
ADVERTISEMENT
5. Mengembangkan Perilaku Sosial yang Tidak Sehat
Ketika anak-anak tumbuh dalam keluarga yang disfungsional, mereka cenderung mengembangkan pola perilaku yang tidak sehat. Misalnya, seorang anak yang melihat orang tuanya sering bertengkar mungkin belajar bahwa konflik adalah cara yang umum untuk menyelesaikan masalah. Akibatnya, anak-anak mengalami kesulitan mengembangkan keterampilan resolusi konflik dan lebih cenderung meniru perilaku negatif yang terlihat di rumah.