Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Aku Tak Berhenti Hormat di Tanah Sulsel
2 Juli 2018 7:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Rafyq Panjaitan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak kenal Sulawesi Selatan, tanah masyhur para politisi hebat. Bahkan, saat ini bisa disebut eranya Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak, berbagai tokoh nasional silih berganti menghiasi politik nasional, mereka adalah putra asli Sulawesi Selatan. Sebut saja nama nama seperti Wapres Jusuf Kalla, Mensos Idrus Marham, Nurdin Halid, Politisi NasDem Akbar Faisal, mantan Presiden PKS Anis Matta, Almarhum AM Fatwa, dan masih banyak lagi.
Dulu, aku mengira kampungku (Sumatera Utara) adalah provinsi yang paling unggul saat ini, Sumut melahirkan banyak politisi nasional yang hebat, pun lawyer juga demikian. Memang benarlah, semakin banyak melangkah mata semakin terbuka lebar. Dan aku tak tahu, semakin kemari, aku semakin mencintai Indonesia.
Memang nasibku lah diperintah oleh atasanku abangda Habibi untuk liputan Pilkada Sulawesi Selatan. Awalnya, aku berharap ditempatkan ke Sumut sebab di sana juga ada Pilkada head to head Edy-Djarot. Namun, Sulsel ternyata jauh lebih seru.
ADVERTISEMENT
Selain 3 Provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak di Jawa. Di luar Jawa, selain Sumut, Sulawesi Selatan salah satu provinsi yang menjadi perhatian nasional dan tentu provinsi yang harus direbut demi Kepentingan politik yang lebih besar, yakni Pilpres 2019.
Merebut Sulsel satu, empat tokoh hebat Sulawesi Selatan bertarung. Dari jumlah kandidat saja bisa dinilai, bahwa suhu politik begitu tinggi di tanah itu.
Pilgub Sulsel ini pertarungan dari berbagai latar belakang, mulai dari politisi nasional, bupati dua periode, mantan Wagub, hingga trah petahana.
Satu cagub nomor urut 4, adik kandung Gubernur Petahana Syahrul Yasin Limpo, sementara dua cawagub juga kakak beradik yaitu nomor urut 1 Aziz Qahhar Mudzakkar dan cawagub nomor urut 4 Andi Mudzakkar.
ADVERTISEMENT
Saat ini pasangan nomor urut 3 Bupati Bantaeng dua periode Nurdin Abdullah masih unggul dari ketiga kandidat lainnya. Nurdin Abdullah berdasarkan hasil final hitung cepat unggul 42,92 persen, selisihnya cukup jauh dengan pesaingnya, suara terbanyak kedua diraih Nurdin-Aziz 26,61, dan seterusnya.
Tak seperti Jabar, Dedi Mulyadi sudah terang-terangan menyatakan selamat kepada Ridwan Kamil, di Sulsel, belum ada satupun kandidat yang secara terang-terangan memberi ucapan selamat kepada Nurdin Abdullah.
Seorang Jurnalis di sana menyebut, tabiat seperti itu bukan karakter politikus Sulawesi Selatan. Pendek kata, sebelum ada pengumuman resmi menang dan kalah, mereka tak akan saling memberi selamat.
Selain di level Pilgub, ternyata level Pilwalkot Makassar jauh lebih menggigit. Calon tunggal Pilwalkot Makassar kalah dengan kolom kosong. Ini jarang terjadi dalam politik, hanya civil society yang melek politik, yang bisa seperti ini.
ADVERTISEMENT
Konon katanya, calon tunggal tersebut didukung kekuatan besar sebab ia keponakan Wapres Jusuf Kalla. Bahkan, saat aku mewawancarai cawalkot yang gagal maju, Wali Kota Makassar Danny Pamanto enggan mengomentari soal kekuatan besar itu, ia meyakini masyarakat sampai di tingkat akar rumput sudah tahu soal itu.
"Saya sendiri benar atau salah, saya kira bukan nilai pada saya, tapi masyarakat kecil pun tahu. Itu persoalannya. Masyarakat kecil juga sudah tahu," ujarnya di Kantor Wali Kota Makassar, Kamis (28/6)
Diwawancarai terpisah, Jubir tim Danny Pamanto, Maqbul Halim membenarkan kuatnya penetrasi politik dari "kekuatan besar itu" sejak pencalonan Danny Pamanto-Indira Mulyasari.
Ia menceritakan sejak awal tingkat kepuasan masyarakat Makassar terhadap kinerja Danny Pamanto memang tinggi, atas dasar itulah partai-partai kemudian tertarik untuk mengusung Danny.
ADVERTISEMENT
"Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahannya di tahun ketiga itu di atas 76 persen, kemudian masuk tahun keempat itu 80 persen," ujarnya.
"Itu membuat pihak-pihak dan partai juga kepincut sehingga praktis, sampai akhir tahun pertengahan tahun 2017 itu sebenarnya semua partai ke Pak Danny," imbuhnya.
Maqbul menjelaskan, setelah dinamika politik berjalan, setelah pasangan Appi-Cicu maju, satu per satu partai 'dipindahkan' dari Danny Pamanto.
"Setelah dinamika politik berlangsung kemudian ada kekuatan besar yang katakanlah seperti itu, untuk mengusung calon tersendiri, baru kemudian partai itu dipindahkan dari Pak Danny satu per satu," kenang dia.
Walhasil, Danny akhirnya maju lewat jalur independen. Pun setelah resmi ditetapkan oleh KPU sebagai peserta Pilwalkot, Danny didiskualifikasi atas gugatan Appi-Cicu karena alasan 'dugaan' abuse of power. KPU tak terima, lalu mengadu ke MA atas putusan PTTUN, namun MA menolak. Jadilah, Appi-Cicu calon tunggal di Pilwalkot Makassar.
ADVERTISEMENT
Aku merinding mendengar cerita para jurnalis, khalayak, bahkan Danny Pamanto sendiri soal Pilwalkot Makassar dengan segala taktik dan intrik politik di dalamnya.
Pelajaran politik yang kudapat dari tanah Sulsel, tak heran banyak politikus hebat lahir dari Sulsel, sebab, pendidikan politik di masyarakat nyata adanya. Menurutku, pemilih Sulsel mulai mengarah pada pemilih rasional bukan emosional.
Inti politik yakni kemaslahatan bersama, kebaikan umum, keadilan sosial itu menang ketimbang kehendak elit politik di Sulsel dan Makassar. Dua keindahan politik di Tanah Sulsel: elit lokal punya syahwat politik yang tinggi kendati 'sedarah', pun masyarakat tak bisa diintervensi soal nalar politiknya. Aku tak berhenti hormat di tanah Sulawesi Selatan!
ADVERTISEMENT