Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.5
21 Ramadhan 1446 HJumat, 21 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Apakah Abu Rabu Abu Boleh Dihapus bagi Umat Katolik? Ini Penjelasannya
7 Maret 2025 8:26 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Ragam Info tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Apakah abu Rabu Abu boleh dihapus setelah perayaan misa? Pertanyaan ini mungkin sering muncul di kalangan umat Katolik yang mengikuti tradisi penerimaan abu di dahi saat perayaan Rabu Abu. Bisa juga muncul dari orang lain yang melihat hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan mengetahui apakah abu boleh dihapus atau tidak, dapat menjelaskan kepada orang lain jika ada pertanyaan. Jadi, tidak terjadi kesalahpahaman atau anggapan keliru mengenai ajaran agama.
Penjelasan Mengenai Apakah Abu Rabu Abu Boleh Dihapus atau Tidak
Rabu Abu menandai dimulainya masa Prapaskah. Masa ketika umat Katolik diajak untuk merenungkan makna pengorbanan, pertobatan, dan kefanaan manusia.
Hari tersebut jatuh pada hari Rabu, 46 hari sebelum Minggu Paskah. Ini adalah momen yang menandai awal dari masa pertobatan, doa, puasa, dan refleksi spiritual.
Pada perayaan Rabu Abu dalam tradisi Katolik, umat menerima tanda salib dari abu di dahi. Tanda abu tersebut adalah simbol pertobatan dan kesadaran akan kefanaan manusia.
Berdasarkan buku Kamus Alkitab dan Theologi: Memahami Istilah-Istilah Sulit dalam Alkitab dan Gereja, Jonar Situmorang, (2021), abu tersebut didapatkan dari pembakaran daun Palma pada tahun sebelumnya yang kemudian diberkati pada Rabu Abu. Abu yang sudah diberkati dioleskan pada dahi atau ditaburkan di atas kepala dalam bentuk tanda salib.
ADVERTISEMENT
Lantas, apakah abu Rabu Abu boleh dihapus?
Tidak ada aturan resmi dari Gereja Katolik yang menetapkan berapa lama abu tersebut harus dipertahankan di dahi. Umat memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri apakah akan membiarkan abu tersebut tetap di dahi atau menghapusnya setelah misa selesai.
Beberapa umat memilih untuk mempertahankan tanda abu sepanjang hari. Mereka menjadikannya sebagai pengingat akan dimulainya masa Prapaskah dan komitmen mereka terhadap pertobatan.
Akan tetapi, jika karena alasan tertentu, seperti kenyamanan pribadi atau tuntutan pekerjaan, seseorang memilih untuk menghapus abu tersebut setelah misa, akan diperbolehkan. Ini tidak dianggap melanggar aturan atau makna spiritual dari penerimaan abu.
Hal yang lebih penting dari mempertahankan atau menghapus tanda abu adalah memahami makna di baliknya dan menjalani masa Prapaskah dengan sikap tobat, doa, puasa, dan amal kasih.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, keputusan apakah abu Rabu Abu boleh dihapus atau dipertahankan di dahi sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing umat Katolik. Tentunya tanpa ada konsekuensi spiritual tertentu. (DNR)