Konten dari Pengguna

Hukum Munggahan dalam Islam, Tradisi Menyambut Bulan Ramadan

Ragam Info
Akun yang membahas berbagai informasi bermanfaat untuk pembaca.
22 Februari 2025 12:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ragam Info tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum munggahan dalam Islam. Sumber: pexels.com/PnwProd.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum munggahan dalam Islam. Sumber: pexels.com/PnwProd.
ADVERTISEMENT
Hukum munggahan dalam Islam selalu dipertanyakan menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Seminggu atau beberapa hari sebelum Ramadan, masyarakat berkumpul untuk makan bersama dan bermaaf-maafan.
ADVERTISEMENT
Kadang seseorang bisa menghadiri munggahan berkali-kali, antara lain di lingkungan rumah, kantor atau teman satu geng. Ramadan memang membutuhkan persiapan. Namun banyak yang mempertanyakan apakah munggahan termasuk persiapan itu.

Hukum Munggahan dalam Islam

Ilustrasi hukum munggahan dalam Islam. Sumber: pexels.com/rdne.
Ramadan akan berlangsung selama sebulan yang penuh dengan ibadah dan pengendalian diri. Karena itu butuh persiapan yang matang. Persiapan yang dianjurkan dalam Islam adalah persiapan fisik, mental dan ilmu tentang ibadah tersebut.
Munggahan merupakan tradisi asli dari Indonesia. Bangsa Indonesia terkenal memiliki rasa kekeluargaan yang kental sehingga hubungan dengan sekitarnya selalu dijaga. Antara lain dengan berkumpul dan makan bersama.
Dengan demikian, munggahan adalah tradisi yang baik untuk menjaga silaturahmi. Namun munggahan tidak boleh dilakukan jika dianggap sebagai bagian dari ibadah. Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan tentang munggahan.
ADVERTISEMENT

1. Munggahan yang Boleh Dilakukan

Banyak ulama yang menyatakan bahwa hukum munggahan dalam Islam adalah mubah.
Dikutip dari Fikih Madrasah Aliyah Kelas XII, Harjan Syuhada dan Sungarso (2021:86), mubah atau ibahah adalah hukum yang mengandung kebebasan untuk memilih antara melakukan atau meninggalkan.
Mubah berarti apabila dilakukan tidak mendapat pahala, jika tidak dilakukan tidak akan berdosa. Salah satu contoh hukum mubah terdapat dalam firman Allah Swt, yang berbunyi:
Apabila telah ditunaikan salat, maka berteberanlah di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah banyak-banyak supaya kalian beruntung. (QS-Al Jumu'ah [62]:10).
Dengan demikian, munggahan yang bisa dilakukan adalah yang seperti contoh di atas, yaitu yang wajib adalah salat sedangkan aktivitas lainnya termasuk munggahan adalah mubah.

2. Munggahan yang Tidak Boleh Dilakukan

Munggahan yang tidak boleh dilakukan masih bisa dijelaskan menggunakan ayat di atas, yaitu munggahan yang dianggap wajib seperti salat. Munggahan yang mengandung unsur keyakinan harus dihindari.
ADVERTISEMENT
Makanan yang dihidangkan dalam munggahan tidak boleh untuk tujuan khusus, seperti mendekatkan diri pada Allah Swt. Makanan tersebut boleh ditujukan untuk memenuhi rasa lapar dan untuk kesehatan tubuh.
Namun demikian, ada pula yang berpendapat bahwa lebih baik menghindari hal-hal yang tidak ada tuntunannya dalam Islam daripada membuka peluang untuk melakukan kesalahan. Semua pendapat patut dihargai.
Hukum munggahan dalam Islam dianggap mubah karena memang tidak ada tuntunannya. Namun tradisi ini baik untuk merawat tali silaturahmi asal dijaga agar tidak ada unsur keyakinannya. (lus)