Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Manfaat dan Contoh Tinjauan Pustaka pada Sebuah Karya Ilmiah
12 Juni 2023 18:06 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Ragam Info tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Contoh tinjauan pustaka sangat diperlukan bagi pelajar atau mahasiswa yang akan menulis sebuah karya ilmiah. Adanya tinjauan pustaka akan memperkuat penelitian dan isi karya ilmiahnya.
ADVERTISEMENT
Tinjauan pustaka (literature review) adalah ringkasan tertulis mengenai artikel dari jurnal, buku dan dokumen lain yang mendeskripsikan teori serta informasi baik masa lalu maupun saat ini.
Manfaat dan Contoh Tinjauan Pustaka yang Benar
Berdasarkan buku "Konsep dan Tips dalam Menulis Karya Ilmiah" yang ditulis oleh Hera Khairunnisa, Aditya Pratama, Ayatulloh Michael Musyaffi (2022), manfaat tinjauan pustaka adalah memperlihatkan hubungan antar variabel agar tergambar jelas pada kajian teori untuk sebuah penelitian yang dituangkan pada peneliti kerkarya ilmiah.
Selain itu, beberapa manfaat dari tinjauan pustaka sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
Contoh tinjauan pustaka
Berikut contoh tinjauan pustaka yang benar yang dapat dijadikan referensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kerja Inovatif
1. Definisi Perilaku Kerja Inovatif
Perilaku kerja inovatif (innovation work behavior) didefinisikan sebagai pembuatan, pengenalan dan penerapan ide-ide baru dalam pekerjaan, kelompok atau organisasi, untuk memberi manfaat kepada kinerja peran individu, kelompok, atau organisasi sehingga dapat meningkatkan fungsi organisasi yang lebih baik (Janssen, 2000).
De Jong, J.P.J. & Den Hartog, D (2008) mengatakan bahwa perilaku kerja inovatif adalah perilaku individu yang bertujuan untuk mencapai inisiasi dengan sengaja memperkenalkan suatu ide, proses, produk atau prosedur baru dan berguna dalam peran kerja, kelompok atau organisasi.
Definisi tambahan dari perilaku kerja inovatif adalah semua perilaku karyawan yang ditujukan pada generasi, pengenalan dan/atau penerapan ide, proses, produk atau prosedur di dalam peran, kelompok atau organisasi, tentang suatu hal baru dan dimaksudkan untuk menguntungkan unit dengan melakukan adopsi yang sesuai
ADVERTISEMENT
Sedangkan Raykov (2014) menyatakan bahwa perilaku kerja inovatif adalah prasyarat untuk kelangsungan organisasi dalam ekonomi global yang sangat kompetitif.
Berdasarkan beberapa uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja inovatif merupakan semua tindakan atau perilaku individu yang bertujuan untuk mencapai perubahan dengan memperkenalkan suatu ide, proses, produk atau prosedur yang baru dan berguna dalam peran kerja, kelompok atau organisasi di tengah persaingan global yang kompetitif.
2. Aspek-Aspek Perilaku Kerja Inovatif
Janssen (2000), mengatakan terdapat beberapa dimensi dalam perilaku kerja inovatif diantaranya:
1. Idea Generation
Inovasi individu dimulai dengan generasi ide, yaitu, produksi ide-ide baru dan berguna dalam domain apa pun. Masalah terkait pekerjaan yang dirasakan, ketidaksesuaian, diskontinuitas, dan tren yang muncul sering menjadi pemicu munculnya ide-ide baru.
ADVERTISEMENT
2. Idea Promotion
Tugas selanjutnya dari proses inovasi terdiri dari promosi ide kepada rekan yang potensial. Artinya, setelah seorang pekerja menghasilkan sebuah ide, dia harus terlibat dalam aktivitas sosial untuk menemukan teman, pendukung, dan sponsor seputar sebuah ide, atau untuk membangun koalisi pendukung yang memberikan kekuatan yang diperlukan di belakangnya.
3. Idea Realization
Tugas akhir proses inovasi menyangkut realisasi ide dengan menghasilkan prototipe atau model inovasi yang dapat dilakukan dan pada akhirnya diterapkan dalam peran kerja, kelompok atau seluruh organisasi. Inovasi sederhana seringkali diselesaikan dengan keterlibatan kinerja individu, sedangkan pencapaian inovasi yang lebih kompleks biasanya membutuhkan kerjasama tim berdasarkan berbagai pengetahuan khusus, kompetensi, dan peran kerja.
3. Faktor-Faktor Perilaku Kerja Inovatif
ADVERTISEMENT
Li & Zheng (2014) mengemukakan bahwa perilaku kerja inovatif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Level Individu
a. Organizational Commitment
Untuk mendapatkan hasil kerja inovatif dari karyawan, organisasi menyediakan karyawan dengan berbagai sumber daya, dan karyawan menetapkan komitmen pribadi kepada organisasi tergantung pada apa yang mereka dapatkan dari organisasi.
b. Psychological Capital
Secara psikologis, karyawan bersedia mengambil risiko kegagalan inovasi dan secara aktif berpartisipasi dalam inovasi berkaitan erat dengan karakteristik psikologis mereka. Karyawan yang lebih banyak mengembangkan modal psikologis yang positif akan memiliki perilaku yang lebih inovatif.
2. Level Organisasi
a. Organizational Innovation Atmosphere
Atmosfer inovasi organisasi mengacu pada persepsi individu tentang apakah organisasi menyediakan lingkungan yang kondusif dan aman untuk pembelajaran dan inovasi, dan seberapa tingkatannya. Suasana inovasi organisasi akan secara langsung mempengaruhi perilaku inovatif, kapabilitas dan kinerja organisasi karyawan.
ADVERTISEMENT
b. Leadership
Kepemimpinan meningkatkan perilaku inovatif karyawan melalui dorongan langsung atau menetapkan tujuan inovasi bagi karyawan, serta juga dapat dengan cepat menangkap informasi emosional bawahan, melakukan evaluasi dan pujian, untuk menunjukkan dukungan dan kekaguman mereka terhadap inovasi karyawan (Wang Duanxu, et al., 2010; Li & Zheng, 2014).
c. Social Capital
Interaksi sosial dapat meningkatkan timbal balik emosional dan kepercayaan antara anggota. Hal ini tidak hanya efektif bagi karyawan untuk berbagi pengalaman belajar dan pengetahuan teknologi, tetapi juga memperluas bidang visi, mempromosikan ide-ide baru, dan menghasilkan ide-ide baru.
d. Work Characteristics
Perilaku inovatif karyawan juga terkait dengan pengalaman kerja dan karakteristik pekerjaan karyawan. Pengalaman kerja akan mempengaruhi perilaku inovatif karyawan. Selanjutnya, kebutuhan untuk mendobrak pemikiran biasa dalam pekerjaan yang kompleks.
ADVERTISEMENT
B. Job Insecurity
1. Definisi Job Insecurity
Definisi awal job insecurity adalah ketidakberdayaan yang dirasakan untuk mempertahankan kelangsungan yang diinginkan dalam situasi pekerjaan yang terancam (Greenhalgh and Rosenblatt, 1984). Job Insecurity juga dapat didefinisikan sebagai perhatian keseluruhan tentang kelangsungan pekerjaan di masa depan (van Vuuren, 1990 dalam De Witte et al., 2015).
Definisi lain job insecurity adalah ancaman yang dirasakan terhadap kelangsungan dan stabilitas pekerjaan yang dialami sekarang (Shoss, 2017). Job Insecurity yang dirasakan bersifat perseptual, berorientasi pada masa depan dan terkait dengan pekerjaan saat ini di organisasi saat ini (Cuyper, 2019).
2. Komponen-Komponen Job Insecurity
Ashford, Lee dan Bobko (1989) mengembangkan aspek-aspek job insecurity sebagai berikut:
a. Perasaan terancam terhadap kehilangan fitur pekerjaan (Job Features)
ADVERTISEMENT
Perasaan terancam terhadap kehilangan fitur pekerjaan (Job Features) merupakan kehilangan bagian-bagian dari pekerjaan. Semakin banyak fitur yang dianggap terancam oleh seseorang, semakin besar ketidakamanan pekerjaannya. Misalnya kehilangan peluang untuk promosi dan kehilangan kebebasan untuk menjadwalkan pekerjaan.
b. Perasaan terancam terhadap kehilangan seluruh pekerjaan (Total Job)
Perasaan terancam terhadap kehilangan seluruh pekerjaan (Total Job) merupakan kehilangan keseluruhan pekerjaan yang dimiliki. Ancaman yang dirasakan dari terjadinya berbagai peristiwa yang secara negatif akan mempengaruhi total pekerjaan individu. Misalnya dipecat atau di-PHK untuk sementara waktu.
c. Ketidakberdayaan (Powerlessness)
Ketidakberdayaan (Powerlessness) merupakan perasaan tidak berdaya untuk melawan ancaman yang mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya. Hal ini mencakup kemampuan individu untuk melawan ancaman yang diidentifikasi dalam dua komponen pertama.
ADVERTISEMENT
3. Faktor-Faktor Job Insecurity
Greenhalgh and Rosenblatt, 1984; Klandermans, Van Vuuren and Jacobson (1991) mengatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya job insecurity diantaranya (dalam Kinnunen, U., Mauno, S., Natti, J., & Happonen, M., 2000):
1. Kondisi lingkungan dan kondisi organisasi (misalnya, perubahan organisasi dan tingkat komunikasi).
2. Karakteristik individu dan posisi karyawan (misalnya, usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi).
3. Karakteristik kepribadian karyawan (misalnya locus of control, rasa optimisme atau pesimisme, rasa kebersamaan).
4. Dampak-dampak Job Insecurity
C. Karyawan Outsourcing
Menurut Undang-Undang RI ketenagakerjaan 2003 dalam pasal 59 ayat 1, karyawan outsourcing atau karyawan kontrak adalah karyawan yang bekerja pada suatu instansi atau organisasi dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak dapat juga disebut dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja yang didasarkan suatu jangka waktu tertentu.
ADVERTISEMENT
Karyawan outsourcing adalah karyawan yang diperbantukan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutin perusahaan, dan tidak ada jaminan kelangsungan masa kerjanya (Retnosari, I., Hasiholan, B., Haryono., AT, 2016).
Tujuan utama penggunaan karyawan outsourcing yaitu untuk memenuhi permintaan produk dan layanan yang meningkat atau menyediakan keterampilan yang tidak tersedia di perusahaan serta mengurangi biaya (Kalleberg, 2000).
D. Dinamika Pengaruh Job Insecurity terhadap Perilaku Kerja Inovatif Karyawan
Karyawan adalah elemen kunci organisasi, berhasil atau tidaknya suatu organisasi bergantung pada kinerja karyawan (Hameed&Waheed, 2011). Penting bagi organisasi untuk mendorong karyawan berinovasi produk, layanan dan prosedur (Akram, T., Lei, S., Haider, M J., Hussain, S T., 2020).
Salah satu kontribusi karyawan yang penting adalah inovasi, inovasi menjadi cara yang dilakukan oleh perusahaan melalui karyawan untuk tetap bertahan pada persaingan bisnis (Ardy, 2018).
ADVERTISEMENT
Inovasi adalah konsep penting dalam menjelaskan kesuksesan individu dan bisnis serta pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena adanya penerapan dari ide-ide baru secara kontekstual baik melalui teknologi maupun organisasi serta membantu membangun keunggulan kompetitif bagi individu, organisasi, industri, wilayah, dan negara dalam lingkungan ekonomi yang semakin mengglobal dan tidak pasti (Vila, P & Coll-Serano, 2014).
Salah satu studi mengatakan bahwa 80% ide-ide berasal dari karyawan perusahaan dan hanya 20% berasal dari hasil inovasi terencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Getz dan Robinson, 2003).
Perusahaan mengarahkan karyawan untuk melakukan inovasi secara individu atau dikenal sebagai perilaku kerja inovatif (innovative work behaviour).
Kleysen & Street (2001), mengklasifikasikan perilaku kerja inovatif dalam beberapa aspek, yaitu: Opportunity Exploration, mengacu pada mengenali, mempelajari dan menemukan peluang untuk berinovasi. Generativity, mengacu pada perilaku yang diarahkan untuk menghasilkan konsep-konsep perubahan yang bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Formative Investigation mengacu pada pemberian bentuk dan penyempurnaan ide, solusi, dan opini serta mencoba melakukan penyelidikan. Menurut Dewi, L FAA., Yuniasanti, R., Prahara, S A. (2017), salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku inovatif karyawan adalah kondisi lingkungan kerja yang kondusif dan kreatif.
Lingkungan kerja yang kondusif adalah keadaan yang diharapkan oleh setiap karyawan karena lingkungan yang kondusif akan membuat karyawan merasa aman serta nyaman berada di dalamnya dan dapat memunculkan semangat karyawan untuk membuat ide-ide baru, sehingga akan mempengaruhi sikap individu dalam memunculkan perilaku inovatifnya (Dewi dkk, 2017).
Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan tidak nyaman akan menghilangkan inovasi karyawan dan memunculkan job insecurity.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang juga meneliti tentang hubungan antara job insecurity dengan perilaku kerja inovatif yaitu Probst et al., (2007); Van Hootegem et al., (2018); Marques et al., (2014); Etehadi & Karatepe (2018); Choi et al., (2018); Ardy (2018), dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa job insecurity memiliki hubungan yang negatif terhadap perilaku kerja inovatif.
ADVERTISEMENT
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis sementara dalam penelitian ini yaitu job insecurity memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku kerja inovatif pada karyawan outsourcing di PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk Cabang Medan.
Artinya semakin tinggi job insecurity maka perilaku kerja inovatif karyawan outsourcing semakin rendah, sebaliknya semakin rendah job insecurity maka perilaku kerja inovatif karyawan outsourcing semakin tinggi.
Demikian contoh tinjauan pustaka yang benar dalam sebuah karya ilmiah. (NDA)