Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Mengenal Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
6 November 2024 12:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ragam Info tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari merupakan salah satu karya sastra Indonesia yang terkenal. Karya ini tak hanya menggambarkan kehidupan sosial masyarakat pedesaan tetapi juga mengangkat isu-isu moral, budaya, dan tradisi. Ada unsur intrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk yang perlu untuk dipahami oleh pembacanya.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Think Smart Bahasa Indonesia, Ismail Kusmayadi (2008:67), unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual dapat dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Mengenal Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk bagi Pembaca
Dalam memahami kedalaman cerita dan pesan yang ingin disampaikan pengarang, pembaca perlu mengenal unsur intrinsik yang terkandung dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini.
Selama ini, unsur intrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk dikenal karena meliputi tema masalah perempuan yang terpengaruh hukum adat dengan alur cerita menggunakan gabungan maju mundur.
Perlu dipahami bahwa cerita yang mengandung unsur intrinsik adalah cerita yang memiliki elemen-elemen pembangun di dalamnya, seperti tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, serta gaya bahasa, berikut uraian lengkapnya.
ADVERTISEMENT
1. Tema
Tema utama dalam Ronggeng Dukuh Paruk adalah kehidupan masyarakat pedesaan yang terikat erat dengan tradisi, terutama tradisi ronggeng. Novel ini mengeksplorasi perjuangan identitas, nilai moral, dan eksistensi dalam masyarakat yang menganut budaya turun-temurun.
Selain itu, tema sosial dan politik juga mencuat dalam novel ini, terutama ketika kisah cinta antara Srintil dan Rasus bergesekan dengan situasi politik yang rumit. Ronggeng Dukuh Paruk menggambarkan konflik antara modernitas dan tradisi serta bagaimana hal tersebut memengaruhi individu dalam masyarakat.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam novel ini adalah Srintil, seorang gadis desa yang berbakat menari ronggeng, dan Rasus, pemuda desa yang menyimpan cinta terhadap Srintil.
Tokoh Srintil digambarkan sebagai perempuan kuat dan penuh semangat, meskipun ia sering terjebak dalam konflik batin yang berkaitan dengan perannya sebagai ronggeng dan harapan masyarakat sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Rasus adalah sosok yang bertolak belakang, seorang pemuda yang terlibat dalam militer namun memiliki konflik pribadi antara kesetiaannya pada Srintil dan cita-citanya sebagai tentara.
Melalui penokohan yang mendalam, Ahmad Tohari berhasil memperlihatkan berbagai sisi manusiawi kedua tokoh ini, di mana Srintil adalah simbol tradisi dan budaya, sementara Rasus adalah cerminan perubahan dan modernitas.
3. Alur
Alur yang digunakan dalam Ronggeng Dukuh Paruk adalah alur campuran, di mana terdapat perpaduan antara alur maju dan mundur. Cerita dimulai dengan masa kecil Srintil dan Rasus di Dukuh Paruk, lalu berkembang ketika Srintil dewasa dan menjadi seorang ronggeng yang terkenal.
Konflik memuncak ketika Srintil dihadapkan pada dilema antara cintanya kepada Rasus dan kewajibannya kepada masyarakat. Pergolakan batin dan keputusan Srintil untuk menjadi ronggeng membawa pembaca menyelami konflik sosial dan personal yang kompleks, hingga akhirnya alur membawa cerita pada akhir yang mencengangkan dan penuh dengan pelajaran moral.
ADVERTISEMENT
4. Latar
Latar utama dalam novel ini adalah Dukuh Paruk, sebuah desa terpencil yang sangat menjaga tradisi. Latar ini bukan hanya sekadar tempat, melainkan juga menjadi cerminan nilai-nilai budaya yang dipegang kuat oleh masyarakatnya.
Lingkungan desa yang sederhana, penuh adat istiadat, dan jauh dari modernitas membuat pembaca benar-benar merasakan kehidupan pedesaan di Indonesia pada masa itu. Latar waktu dalam novel ini juga mencakup berbagai periode, mulai dari masa penjajahan hingga pasca kemerdekaan, sehingga menggambarkan perubahan sosial dan politik yang terjadi di Indonesia.
5. Sudut Pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serbatahu, yang memungkinkan penulis untuk menjelaskan perasaan dan pemikiran para tokoh utama, khususnya Srintil dan Rasus.
Dengan sudut pandang ini, Ahmad Tohari berhasil memperlihatkan perasaan dan konflik batin tokoh-tokohnya dengan mendalam, tanpa menghilangkan jarak antara narator dan tokoh.
ADVERTISEMENT
Pembaca dapat merasakan keterlibatan emosional yang kuat terhadap cerita, terutama saat melihat perjuangan dan keputusan yang dihadapi Srintil dan Rasus.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam Ronggeng Dukuh Paruk khas dengan penggunaan bahasa yang sederhana dan deskriptif. Ahmad Tohari banyak menggunakan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Jawa dan idiom lokal yang membuat nuansa cerita terasa sangat kental dengan budaya Jawa.
Deskripsi-deskripsi alam dan budaya dilakukan dengan teliti sehingga pembaca dapat membayangkan suasana pedesaan serta kehidupan masyarakat Dukuh Paruk. Gaya bahasa yang kaya dan puitis ini menambah nilai estetika pada cerita dan memudahkan pembaca untuk merasakan emosi dalam novel.
Novel Ronggeng Dukuh Paruk menawarkan banyak pelajaran hidup serta refleksi mengenai nilai tradisi dan pergesekan antara kehidupan desa dan pengaruh modernitas.
ADVERTISEMENT
Melalui unsur intrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk, novel ini bukan sekadar cerita tentang seorang ronggeng, melainkan cerminan dari budaya, nilai-nilai moral, dan konflik batin manusia yang sering kali dilupakan dalam perubahan zaman.(VAN)
Baca juga: Mengenal Jenis Unsur Cerita Inspiratif