Dilema Pesan Berantai Donor Plasma Konvalesen

Ragil Satriyo Gumilang
Penyuka kopi gelas kecil, es teh manis, dan indomi goreng telur mata sapi.
Konten dari Pengguna
3 Agustus 2021 10:22 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ragil Satriyo Gumilang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi ini adalah masalah bersama, bukan hanya menjadi masalah para penderita dan keluarganya. Kebutuhan donor plasma konvalesen semakin tinggi. Namun, tidak semua beruntung dapat menjadi pendonor atau penderita pun tidak mudah mendapatkan plasma untuk terapinya. Mungkin, ini bukan saja ujian bagi penderita tapi juga ujian sensitivitas bagi para penyintas.
Ruang Pengambilan Darah UDD PMI Kabupaten Bogor (Ragil Satriyo Gumilang)

Dilema Pesan Berantai

ADVERTISEMENT
Saya baru mempelajari lebih jauh tentang donor plasma konvalesen (PK) setelah berstatus penyintas COVID-19, tepatnya 12 Juli 2021 atau 2 hari setelah dinyatakan sembuh oleh dokter. Saat itu, seorang teman mengirim pesan di WAG bahwa keluarganya sedang dirawat di RS membutuhkan PK dan kebetulan golongan darah yang dibutuhkan sama dengan saya, yaitu B. Melalui pesan japri, saya bertanya dan menawarkan diri.
Awalnya saya pikir proses donor PK mirip dengan donor darah biasa yang dulu sudah sering saya ikuti: kita tinggal datang ke PMI terdekat, disedot, lalu dapat segera digunakan oleh yang membutuhkan selama golongan darahnya sama. Ternyata, tidak semudah itu, Ferguso! Pada waktu itu saya tidak memenuhi syarat karena belum 14 hari pascasembuh dan ada berbagai syarat lainnya yang harus dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Menjelang 14 hari pascasembuh dan merasa telah memenuhi syarat untuk donor PK, refleks saya membuat dan mengirim pesan di WAG. Harapannya bila ada circle terdekat yang membutuhkan bisa segera mendapatkannya dari saya.
Pikiran awam saya waktu itu, kenapa makin banyak broadcast kebutuhan PK, tapi belum sekalipun saya membaca ada pesan berantai menawarkan PK? Bukankah itu akan sangat membantu para pencari PK, yang mungkin juga sedang diliputi kekalutan dan kesedihan mendalam atas ujian yang menimpa sanak keluarganya?
Siang itu juga (21 Juli), meluncurlah pesan saya tentang: "Info dan tawaran donor plasma konvalesen, dst.."
Selang beberapa menit, banyak pesan dan telepon masuk ke nomor HP saya. Orang-orang yang hampir seluruhnya tidak saya kenal sebelumnya yang membutuhkan PK untuk keluarganya.
ADVERTISEMENT
Di luar perkiraan saya, dilema pun muncul karena saya mengiyakan permintaan pertama yang masuk tapi terpaksa menolak belasan permintaan selanjutnya. Pesan berantai kadung tersebar (tanpa info waktu deadline dan keterangan lain yang lebih jelas dalam broadcast saya) dan hanya bisa membesarkan hati mereka serta mengabarkan kembali bila ada peluang. Hanya 1 nama pasien yang dapat ditulis pada formulir registrasi.
Meski menjadikan perasaan dilematis (yang seakan PHP, Pemberi Harapan Palsu), tapi Alhamdulillah ada beberapa hikmah dari itu. Pertama, saya mendapat pesan suara dari seorang sukarelawan PK di Bandung melalui teman. Delapan menit pesan suara khusus ditujukan kepada saya dengan penjelasan yang cukup lengkap dan runut. Selain penjelasan teknis, tentunya juga menyemangati untuk terus melanjutkan prosesnya. Pesan awalnya mengingatkan saya sebagai penyintas untuk menjadikan itu wujud rasa syukur kepada Allah. Sukarelawan tersebut, Kang Wahyu Dharmawan, juga menjelaskan bahwa saat ini kebutuhan PK sangat tinggi namun relatif sedikit penyintas yang dapat memenuhi syarat untuk donor PK. Padahal katanya, 1 pendonor PK akan dapat membantu 5-10 orang pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Hikmah kedua, Alhamdulillah ada 3 teman saya penyintas menginformasikan kalau berminat untuk donor PK. Bahkan salah satunya jauh-jauh datang dari Serpong janjian dengan saya untuk screening test ke PMI Cibinong. Bagi mereka peluang ini mungkin sayang bila dilewatkan, apalagi bila syarat rentang waktu sebagai pendonor PK juga terbatas, yaitu diutamakan hanya pada rentang 3 bulan pascasembuh.
Ketiga, terlepas kontroversi tentang signifikansi manfaat terapi PK bagi penderita COVID-19, donor PK mungkin dapat memberi harapan sembuh bagi pasien. Bahkan mungkin, memberi harapan bagi keluarganya untuk terus semangat berikhtiar.
Mungkin kesembuhan pasien COVID-19 bukan hanya karena terapi donor PK atau pengobatan medis lainnya, tapi bukankah Allah akan memudahkan segala urusan orang-orang yang terus berusaha dan berharap pada-Nya?
ADVERTISEMENT

Screening Test Cukup Merepotkan

Pada Jumat 23 Juli, screening test dilakukan. Saya diperiksa oleh dr. Fuad, dokter PMI Cibinong yang sudah cukup sepuh, lalu 6 tabung sampel darah diambil oleh seorang perawat. Sambil ngobrol, saya mendapat beberapa informasi yang cukup mencerahkan. Sebagian besar sama dengan informasi yang saya dengar dari Kang Wahyu Dharmawan dan acara Rosi.
Dari situ, saya mengambil hikmah pentingnya tes swab PCR pada saat awal bergejala. Pada saat itu, saya tidak terpikir untuk donor PK yang salah satu syarat wajibnya adalah hasil swab PCR saat positif. Saya hanya ingin memastikan gejala yang dirasakan waktu itu agar lebih antisipatif.
Saya jadi terpikir, kenapa tes swab PCR tidak digratiskan dan dipermudah saja bagi semua orang bergejala agar lebih banyak yang antisipatif, menekan penyebaran, dan makin banyak yang bisa donor PK? Meskipun itu hanya salah satu syarat, namun ternyata banyaknya orang yang tidak bisa screening test donor PK karena gagal memenuhi syarat tersebut.
ADVERTISEMENT
Tapi ternyata memang ada keterbatasan lain dari PMI dan pemerintah, yaitu keterbatasan alat dan biaya yang tidak kecil. Di PMI Cibinong saja, hanya ada 2 alat apheresis. Alat ini bisa menyulap darah merah yang diambil, memisahkan kandungan tertentu, dan mengeluarkan ke kantong menjadi kuning saja (plasma). Canggih, mungkin juga mahal.
Belum lagi, kata perawat, biaya pemeriksaan sampel darah pada saat screening test bisa mencapai 2 juta rupiah untuk tiap pendonor. Bila telah lolos screening test, biaya selanjutnya pun juga tidak murah.
Bagi pendonor, mungkin tidak perlu memusingkan biaya-biaya tersebut karena gratis. Tapi bila sudah dinyatakan lolos screening test, lanjutkanlah prosesnya supaya biaya sekitar 2 juta pun tidak sia-sia. Saya tidak tahu apakah pengeluarkan itu juga didanai secara gotong royong melalui bulan dana PMI tiap tahun, tapi bila iya maka itu adalah amanah dari banyak donatur.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya, proses screening test memang cukup merepotkan. Apalagi tidak bisa di banyak tempat bisa dilakukan. Hasilnya pun baru akan keluar minimal 3-7 hari setelah sampel darah diambil. Tapi mau gimana lagi, memang ada berbagai keterbatasan kita saat ini.

Pengambilan Plasma Darah

Jumat 30 Juli saya mendapat kabar dari PMI kalau lolos screening test donor plasma konvalesen (PK). Saya langsung kontak keluarga pasien yang minggu lalu namanya sudah tertulis pada saat pendaftaran. Ternyata pasien tsb sudah dapat PK dan mulai membaik. Alhamdulillah.
Semua orang yang pernah menghubungi saya dalam seminggu terakhir langsung saya telepon/WA dan tawari lagi. Ada yang nomornya tidak aktif. Ada yang sudah membaik sehingga sudah tidak butuh PK. Ada 1 orang yang sudah dapat 1 kantong PK, tapi belum tahu kapan kantong ke-2 harus diberikan. Dia butuh 1 kantong lagi, tapi mempersilakan saya bila menawarkan dulu kepada orang lain yang sama sekali belum dapat.
ADVERTISEMENT
Namun, setidaknya 3 orang sudah tidak membutuhkan lagi karena pasien sudah tenang di sisi-Nya. Salah seorang tersebut sambil menangis menceritakan suaminya yang meninggal 3 hari lalu. Ada juga yang mengangkat telepon dan hanya menjawab, "Saya sedang di pemakaman," lalu langsung ditutup.
Sabtu 31 Juli Alhamdulillah saya sudah donor PK untuk pasien di RS Bina Husada Cibinong yang sudah 6 hari di IGD. Sore itu juga, keluarganya langsung menemui saya di PMI Cibinong dan sepertinya langsung ditransfusikan malam/hari selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
Bogor, 2 Agustus 2021
Ragil Satriyo Gumilang