‘Gelap-Gelapan’ Dagang Satwa Liar di Media Sosial dan Marketplace-Ecommerce

Ragil Satriyo Gumilang
Penyuka kopi gelas kecil, es teh manis, dan indomi goreng telur mata sapi.
Konten dari Pengguna
22 Januari 2021 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ragil Satriyo Gumilang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Perdagangan satwa liar ilegal semakin marak

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kejahatan terhadap satwa liar tidak selalu dianggap serius, terlepas fakta bahwa kejahatan perdagangan gelap satwa liar adalah industri ilegal terbesar keempat di dunia, setelah perdagangan manusia, senjata, dan narkoba. Di Indonesia, kerugian negara akibat perdagangan satwa liar bahkan diperkirakan mencapai 13 triliun rupiah setiap tahunnya. Padahal, negara juga telah melarang kegiatan menangkap, menyimpan, memiliki, memelihara dan memperniagakan satwa yang dilindungi baik hidup, mati maupun bagian-bagiannya (UU 5/1990) serta diperjelas kembali di dalam Permen LHK P.106/2018 yang mencantumkan daftar satwa yang dilindungi tersebut.
ADVERTISEMENT
Perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga berdampak secara ekologis yang meningkatkan risiko kepunahan terhadap spesies-spesies tertentu. Perdagangan satwa liar ilegal semakin marak, tak terkecuali dilakukan melalui media sosial dan marketplace-ecommerce (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PMSE).

Berbagai praktik melalui marketplace-ecommerce dan media sosial

Untuk menghindari atau merespons adanya konten informasi elektronik ilegal, beberapa platform marketplace-ecommerce dan media sosial memang telah mencantumkan ketentuan larangan perdagangan ilegal bagi penggunanya. Namun sayangnya, beberapa lainnya tidak secara tegas atau bahkan tidak sama sekali menuangkan ketentuan perdagangan satwa liar ilegal. Sistem penyaringan/kontrol dan penindakan untuk tiap unggahan juga masih lemah, karena kenyataannya masih mudah dijumpai satwa liar ilegal yang diperjualbelikan di sana.
ADVERTISEMENT
Ada berbagai praktik ilegal yang dilakukan. Satwa yang diperjualbelikan pun beragam, mulai dari kelompol burung, mamalia, reptil, dan sebagainya, baik yang dilindungi maupun statusnya terancam secara global. Di media sosial seperti Facebook, Youtube, dan Instagram, perdagangan ‘gelap’ ini banyak yang dilakukan melalui akun pribadi. Ada pula melalui suatu grup tertutup dengan berbagai dalih penamaan dengan kata-kata “pencinta”, “rumah adopsi”, dan sebagainya. Bahkan cukup mudah ditemukan adanya perdagangan ilegal dengan penamaan gamblang, seperti grup “jual beli”. Sedangkan di marketplace-ecommerce seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan OLX, juga tidak cukup sulit ditemukan. Walaupun para penyelenggara platform bukanlah pihak yang memperjualbelikan satwa dilindungi tersebut, namun pemasaran, iklan, dan transaksi satwa dilindungi saat ini terjadi melalui platform yang mereka kelola.
ADVERTISEMENT

Aturan pemerintah telah tegas melarang

Di samping itu, para penyelenggara PMSE tersebut juga wajib menyajikan syarat penggunaan dan menyediakan sarana kontrol teknologi dan/atau sarana penerimaan laporan atau aduan masyarakat terhadap keberadaan konten informasi elektronik ilegal (Pasal 23).

Apa yang harus diupayakan?

Tidak ada cara lain menekan dan menghentikan perdagangan satwa liar ilegal melalui media sosial dan marketplace-ecommerce, yaitu melalui:
ADVERTISEMENT
Tulisan ini bersifat pribadi dan ditulis oleh Ragil Satriyo Gumilang.