Investasi di Bumi Melalui Rehabilitasi Mangrove

Ragil Satriyo Gumilang
Penyuka kopi gelas kecil, es teh manis, dan indomi goreng telur mata sapi.
Konten dari Pengguna
26 April 2022 12:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ragil Satriyo Gumilang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penebangan/pembukaan lahan untuk alih fungsi hutan mangrove menjadi pertambakan (Dokumentasi: Ragil Satriyo Gumilang)
zoom-in-whitePerbesar
Penebangan/pembukaan lahan untuk alih fungsi hutan mangrove menjadi pertambakan (Dokumentasi: Ragil Satriyo Gumilang)
ADVERTISEMENT

Jangan Serampangan

sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang ahli mangrove dunia, Dr. Jurgenne Primavera, pada tahun 2015 pernah memotori para ilmuwan dan praktisi lingkungan hidup dalam suatu seruan aksi di negara asalnya, Filipina. Mereka menyerukan penghentian kegiatan rehabilitasi mangrove pada habitat yang tidak sesuai, terutama di habitat lamun dan tepi pantai. Itu dilakukan lantaran biaya cukup besar telah dihabiskan oleh pemerintah dan banyak pihak lain, namun berbagai pengalaman kegagalan penanaman mangrove dengan jenis yang tidak sesuai masih dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
Salah satu kasus yang mereka angkat dalam seruan itu adalah kegiatan percepatan penanaman mangrove dalam rangka memperoleh pengakuan Guinness World Records di daerah Ragay, Camarines Sur. Rekor dunia tersebut menanam mangrove sebanyak 1 juta batang, serentak dalam 1 jam, dan dilakukan oleh lebih dari 7 ribu orang pada 2012. Hingga saat ini rekor tersebut belum terpecahkan.
Namun, alih-alih berhasil memecahkan rekor, banyak mangrove ditanam pada habitat yang tidak sesuai, bahkan minim perawatan. Biaya besar telah dihabiskan tapi kemudian mangrove gagal tumbuh dengan baik, bahkan mati. Alih-alih mempercepat upaya pemulihan mangrove, percepatan rehabilitasi seakan malah menjadi percepatan mati.
Apalagi bila masyarakat di sekitar kegiatan rehabilitasi mangrove tidak disokong dengan program-program penyadartahuan, pemberdayaan, dan peningkatan kapasitas penghidupan, maka seremonial rehabilitasi mangrove akan memiliki risiko tinggi --sebagai suatu investasi bagi bumi. Terutama risiko keberlangsungan ekosistem dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya di Filipina, tantangan penanaman mangrove pada habitat yang tidak sesuai serta pemilihan strategi keberlangsungan jangka panjang juga berpotensi kita dihadapi.
Saat ini Indonesia dikoordinatori oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove memiliki target melakukan percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar hingga 2024. Jumlah itu tidak sedikit, apalagi bila dibandingkan dengan capaian rehabilitasi selama 2015-2019 yang berkisar antara 481-1.175 hektar per tahun.
Melihat perbandingan luas target saat ini dengan capaian rehabilitasi tahun-tahun sebelumnya, yang jumlahnya sangat jomplang, semoga tidak memaksa kita untuk bekerja serampangan. Beberapa hal mendasar yang masih sering menjadi ancaman kegagalan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove ke depan.

Mangrove yang Unik dan Kompleks

Karakteristik tumbuh mangrove memang unik, yaitu berada pada daerah yang terpengaruh pasang surut air laut. Oleh sebab itu, penanamannya harus memperhatikan hal tersebut, yaitu ditanam di atas rata-rata pasang surut hingga batas pasang tertinggi. Sangat tidak disarankan bila ditanam di luar dari kisaran batas tersebut. Jangan sampai seluruh tanaman terendam terlalu lama atau juga terlalu sedikit mendapat pengaruh pasut air laut.
ADVERTISEMENT
Memang bukan hal yang mudah menentukan lokasi yang tepat untuk ditanami, karena lokasi yang tepat setidaknya harus didesain dengan memperhatikan kriteria teknis, sosial, keanekaragaman hayati, dan kriteria lainnya. Perlakuan teknis rehabilitasi yang ideal juga bisa berbeda-beda di tiap lokasi.
Dari sisi teknis pemilihan jenis mangrove, di banyak tempat masih menghadapi pola tantangan yang sama, termasuk di Indonesia. Pola yang terjadi adalah dominasi keseragaman jenis mangrove yang ditanam, yaitu oleh bakau kurap dari kelompok Rhizophora spp. Di Filipina, penanaman jenis ini banyak gagal dan diprotes karena dilakukan dengan tidak memperhatikan karakteristik biofisiknya, termasuk menanam pada habitat yang seharusnya hanya ditumbuhi kelompok lamun.
Menanam di lokasi yang tidak sesuai formasi alamiahnya, sangat memungkinkan pertumbuhannya tidak akan optimal. Kadang kala memang dijumpai jenis mangrove tertentu tumbuh di luar habitat yang sudah diklasifikasikan para ahli. Pada mangrove muda/anakan hasil penanaman, bahkan terlihat tumbuh segar, tapi kemudian, tidak sedikit yang pertumbuhannya terganggu, kerdil, bahkan akhirnya mati pada waktu yang tidak seharusnya.
ADVERTISEMENT
Jenis mangrove yang memiliki perakaran tunjang, seperti Rhizophora spp, memang paling mudah dicari dan dibibitkan. Sehingga, pada berbagai kegiatan penanam, jenisnya seringkali hanya ‘itu lagi-itu lagi’.
Padahal, keberagaman spesies pada suatu komunitas tumbuhan tentunya akan memberi beragam peran dan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Serta, kondisi itu juga akan memiliki ketahanan ekosistem yang lebih kuat dari berbagai gangguan di masa datang.

Untuk Direnungi di Hari Bumi

Bertepatan dengan Hari Bumi yang jatuh pada hari ini, 22 April 2022 , serta di tengah geliat upaya rehabilitasi mangrove nasional saat ini, kita semua pasti sepakat bahwa ini adalah salah satu upaya yang baik dalam merawat bumi. Semangat itu juga harus terus dirawat, selayaknya merawat mangrove sebagai suatu investasi masa depan.
ADVERTISEMENT
Bukankah pula, menanam dan merawat mangrove sebagai investasi bagi bumi, sejatinya adalah menanam kepedulian dan merawat kehidupan masyarakat di sekitarnya?
---
Ragil Satriyo Gumilang
Yayasan Lahan Basah / Wetlands International Indonesia
Bogor, 22 April 2022