Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Gen Z: Dari Harapan Bonus Demografi, Jadi Ancaman Indonesia Emas 2045?
8 Januari 2025 13:43 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari RAHADIAN EKA BAGUS INDRA RINANGKU tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gen Z, yang kerap digadang-gadang sebagai tulang punggung bonus demografi Indonesia, kini menghadapi tantangan yang berpotensi mengubah harapan menjadi beban. Dengan jumlah populasi yang besar dan usia produktif, mereka seharusnya menjadi motor penggerak perekonomian untuk mewujudkan impian Indonesia Emas 2045. Namun, di tengah laju perkembangan teknologi dan dinamika ekonomi global, muncul kekhawatiran apakah Gen Z siap menjawab tantangan zaman atau justru menjadi momok bagi keberlanjutan bangsa ini.
ADVERTISEMENT
Bonus Demografi: Peluang yang Bisa Menjadi Bumerang
Bonus demografi merupakan sebuah fenomena penambahan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang membawa keuntungan bagi perekonomian suatu wilayah. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Indonesia telah mengalami bonus demografi sejak tahun 2015 dengan periode puncaknya diperkirakan terjadi pada periode 2020-2035. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, penduduk Indonesia didominasi oleh Gen Z dengan proporsi 27,94%. Artinya, lebih dari 74 juta penduduk Indonesia berada dalam rentang usia produktif.
Fenomena bonus demografi dengan dominasi Gen Z ini seharusnya dapat memajukan secara signifikan dalam hal produktivitas, inovasi, dan konsumsi domestik. Hal ini menjadi aset berharga dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun, bonus demografi bukanlah jaminan keberhasilan tanpa pengelolaan yang tepat. Jika peluang ini tidak dimanfaatkan, risiko ledakan pengangguran akan semakin nyata, terutama di kalangan muda yang minim keterampilan dan tidak terserap pasar kerja. Hal ini dapat memicu berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakstabilan ekonomi yang justru menjadi bumerang bagi pembangunan bangsa.
ADVERTISEMENT
Ancaman Pengangguran di Kalangan Gen Z
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa hasil SAKERNAS Agustus 2023 menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kalangan anak muda (Gen Z) usia 15-24 tahun mencapai 22,25%. Gen Z yang tergolong dalam kelompok TPT ini adalah mereka yang termasuk dalam angkatan kerja tetapi menganggur, mereka yang tidak sedang sekolah atau mengikuti pelatihan, dan mereka yang bukan kelompok angkatan kerja karena mengurus rumah tangga (Not in Education, Employment, or Training/NEET). Jumlah ini tergolong signifikan, apalagi setidaknya dalam dua tahun terakhir, porsi NEET di Indonesia melebihi rata-rata NEET secara global. Pada 2023 misalnya, rata-rata NEET global adalah 21,6%, sedangkan Indonesia mencapai 22,3%.
Menurut Kementerian Ketenagakerjaan, penyebab utama munculnya golongan NEET adalah anak muda yang masih mencari dan belum kunjung mendapat pekerjaan. Kesulitan ini disebabkan ketidaksesuaian pendidikan yang didapat anak muda dengan lapangan pekerjaan dan kebutuhan industri. Masih terjadi pula ketidaksetaraan kesempatan pekerjaan dan mengenyam pendidikan terutama bagi perempuan (26,5% anak muda perempuan masuk golongan NEET, sedangkan laki-laki 18,21%), bagi disabilitas, dan bagi mereka yang memiliki pengalaman kerja minim.
ADVERTISEMENT
Jeratan Pinjol dan Perilaku Impulsif Gen Z
Ketergantungan Gen Z pada pinjaman online (pinjol) menjadi isu serius di tengah meningkatnya angka pengangguran dan rendahnya literasi keuangan. Kemudahan akses dan proses cepat pinjol sering kali menarik Gen Z untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka, meski tanpa memahami risiko yang menyertainya. Data OJK September 2024 menunjukkan bahwa kelompok usia 19-34 tahun menyumbang 51% dari total pinjaman perseorangan, dengan Gen Z mencatatkan 37,27% kredit macet lebih dari 90 hari. Rendahnya literasi keuangan, terutama pada kelompok usia 15-17 tahun yang hanya mencapai 51,70% (SNLIK 2024), memperburuk situasi ini.
Ketergantungan ini tidak hanya berdampak pada stabilitas finansial tetapi juga kesehatan mental Gen Z. Tekanan utang, penagihan agresif, dan bunga tinggi sering kali berujung pada stres, depresi, hingga tindakan bunuh diri. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa tingginya ketergantungan terhadap pinjol dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lokal akibat menurunnya daya beli. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan edukasi literasi keuangan yang berkelanjutan guna membantu Gen Z memahami risiko finansial dan mengelola keuangan mereka secara bijak.
ADVERTISEMENT
Kualitas Etos Kerja Gen Z
Etos kerja Gen Z sering dipertanyakan karena dianggap tidak sejalan dengan kebutuhan dunia kerja modern. Banyak pihak menilai bahwa mereka lebih fokus pada fleksibilitas, work-life balance, dan kesehatan mental daripada menunjukkan loyalitas atau dedikasi terhadap pekerjaan. Survei Deloitte (2024) menunjukkan bahwa 75% Gen Z mengutamakan fleksibilitas kerja, namun di sisi lain, hanya 45% yang merasa bahwa bekerja keras adalah bagian dari kesuksesan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka lebih memilih kenyamanan daripada mengejar pencapaian dalam karier.
Preferensi terhadap pekerjaan instan dan fleksibilitas ini sering kali menimbulkan masalah di lingkungan kerja yang membutuhkan stabilitas dan komitmen. Banyak perusahaan melaporkan kesulitan mempertahankan tenaga kerja muda yang sering berpindah kerja demi mencari lingkungan yang lebih sesuai dengan preferensi mereka. Jika tidak diimbangi dengan kemampuan adaptasi dan disiplin kerja, kecenderungan ini dapat merugikan produktivitas perusahaan sekaligus menurunkan daya saing individu Gen Z di pasar kerja.
ADVERTISEMENT
Solusi Membangkitkan Potensi Gen Z: Dari Beban Menjadi Harapan
Gen Z memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Untuk mengoptimalkan hal itu, beberapa solusi strategis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Penutup
Gen Z merupakan aset besar bagi Indonesia, dengan potensi untuk menjadi motor penggerak perekonomian untuk mencapai impian Indonesia Emas 2045. Namun, untuk mengubah tantangan menjadi peluang, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Pendidikan yang relevan, literasi keuangan yang kuat, serta budaya kerja yang adaptif harus menjadi prioritas untuk mendukung perkembangan mereka.
Memahami kebutuhan dan preferensi Gen Z bukan berarti menyerah pada tuntutan mereka, melainkan mengarahkan mereka agar mampu berkontribusi secara maksimal. Dengan pendekatan yang tepat, Gen Z tidak hanya dapat menjadi generasi yang mengurangi beban ekonomi, tetapi juga menjadi tulang punggung pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2023). Bonus Demografi dan Visi Indonesia Emas 2045. Diakses pada 8 Januari 2025 dari https://bigdata.bps.go.id/documents/datain/2023_01_2_Bonus_Demografi_dan_Visi_Indonesia%20Emas_2045.pdf
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik. (2024). Berita Resmi Statistik: Hasil Sensus Penduduk 2020. Diakses pada 8 Januari 2025 dari https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk--sp2020--pada-september-2020-mencatat-jumlah-penduduk-sebesar-270-20-juta-jiwa-.html
Deloitte. (2024). Global 2024 Gen Z and Millennial Survey. Diakses pada 8 Januari 2025, dari https://www2.deloitte.com.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2024). Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2024. Diakses pada 8 Januari 2025, dari https://www.ojk.go.id.
Yulianto, D. (2024). "Pengaruh Ketergantungan Pinjaman Online terhadap Stabilitas Ekonomi Lokal". Jurnal Ekonomi dan Keuangan, vol. 12, no. 3, pp. 156-170.