Konten dari Pengguna

Ketika NU Pernah Berkoalisi Dengan PKI di Banyuwangi Tahun 1964-1965

Rahadian Haryo
Mahasiswa Universitas Negeri Jember
2 Februari 2025 15:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahadian Haryo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Latar Belakang

ADVERTISEMENT
Nahdlatul Ulama (NU) resmi menjadi partai politik pada tahun 1952 setelah memisahkan diri dari Masyumi. Di Kabupaten Banyuwangi, NU terbagi menjadi dua cabang yaitu NU Banyuwangi dan NU Blambangan. Meski secara struktural independen, keduanya diikat aturan agar bersatu dalam kebijakan politik. Namun, dinamika lokal dan ambisi kepentingan kelompok memicu persaingan sengit, terutama dalam kontestasi kekuasaan di tingkat daerah. Perebutan pengaruh ini mencapai puncaknya saat kedua cabang berseteru mengusung calon berbeda dalam pemilihan Bupati Banyuwangi pada 1964-1965.
ADVERTISEMENT

Konflik Calon Bupati dan Perebutan Koalisi

Di kutip dari jurnal yang ditulis oleh Wahyudi dkk. dengan judul Dinamika Nahdlatul Ulama Cabang Blambangan Pada Tahun 1944-1966. Ismad : Journal of Islamic Studies, pada tahun 1964 ketika pemilihan bupati oleh DPRD Banyuwangi tersebut terdapat perpecahan internal dari NU, di mana NU Banyuwangi yang dipimpin Ali Mansur mendukung kepala jaksa Suwarso Kanapi dengan berkoalisi PKI dan Partindo. Serta data pendukung lainnya dari jurnal yang ditulis oleh Luthfi dengan judul Kekerasan kemanusiaan dan perampasan tanah pasca-1965 di Banyuwangi, Jawa Timur. Archipel, disebutkan juga bahwa terdapat koalisi yang terpecah dalam tubuh NU dengan perbedaan delegasi bupati yang akan di majukan.
Sedangkan dari pihak NU Blambangan pimpinan dari Abdul Latief Sudjak bersama Djafar Ma’ruf dari PNI mendukung Djoko Supaat Slamet yang merupakan Komandan Kodim 0825 Banyuwangi . Keterlibatan NU Banyuwangi dan NU Blambangan dalam pengambilan keputusan memicu panasnya Konflik, sehingga Presiden Ir.Sukarno dan Wakil Perdana Menteri Subandrio turun tangan memediasi. Meskipun menimbulkan protes massa pendukung NU Blambangan dan PNI pada Desember 1964, namun pada akhirnya karena masih unggul suara dari koalisi NU Banyuwangi, PKI dan Partindo, maka pada akhirnya bisa menang tipis hingga terpilihnya Suwarso sebagai bupati pada Agustus 1965.
ADVERTISEMENT

Dampak dan Dinamika Pasca-Pelantikan

Pelantikan Suwarso Kanapi yang berlangsung pada tanggal 29 Desember 1964 terjadi kericuhan yang luar biasa, hingga sebanyak kurang lebih 10.000 orang memadati Pendopo Banyuwangi karena tidak terima dengan terpilihnya Suwarso sebagai Bupati Banyuwangi. Hingga di Tahun 1965 pada tanggal 26 Agustus 1965 bertempat di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, pelantikan tersebut digelar dalam rangkaian sidang DPR GR Tk. II Banyuwangi. Karena tidak bisa untuk menyelesaikan masalah yang sedang kacau di Banyuwangi. Ia hanya menjabat selama enam bulan karena terlibat dalam dugaan keterkaitan dengan Gerakan 30 September (G30S) 1965. Pemerintah dalam negeri yaitu Madjen Dr. Sumarno memecatnya, dan situasi politik Banyuwangi semakin kacau. Bersamaan dengan itu, pada tanggal 30 Oktober 1965 Badan Komando Siaga (BKS) dibentuk oleh elit lokal, termasuk Abdul Latief (NU Blambangan), untuk membersihkan unsur komunis dan menjaga stabilitas.
ADVERTISEMENT
Koran Surat Kabar Duta Masyarakat yang menjelaskan terkait pemberhentian Suwarso Kanapi sebagai Bupati Banyuwangi di tahun 1965. Sumber: Kliping Surat Kabar Duta Masyarakat, 8 Januari 1965 koleksi PNRI.

Perseteruan Internal Organisasi NU Mencerminkan dua Masalah Utama

Nahdlatul Ulama (NU) mengalami pergeseran peran dari sekadar organisasi keagamaan menjadi partai politik yang terlibat dalam berbagai konflik kepentingan, sebagaimana diungkapkan oleh Tutik dalam (Jakarta: Lintas Pustaka, 2008, hlm. 8-9). Pergeseran ini tampak dalam berbagai dinamika politik, termasuk fragmentasi kekuasaan yang terjadi dalam perebutan kursi Bupati Banyuwangi. Meskipun secara struktural NU diharapkan bersatu dalam kebijakan, lemahnya koordinasi antarcabang terlihat dalam keputusan Ketua Cabang NU Banyuwangi, Ali Mansur, yang justru mendukung calon Bupati Suwarno, yang beraliansi dengan PKI dan Partindo. Fenomena ini menunjukkan bagaimana NU tidak selalu mampu menjaga soliditasnya dalam ranah politik, sebagaimana dijelaskan oleh Notonegoro dalam Manunggaling NU Ujung Timur Jawa (Banyuwangi: Batari Pustaka, 2021, hlm. 59).
ADVERTISEMENT

Sumber:

Notonegoro, A. 2021. Manunggaling NU Ujung Timur Jawa. Banyuwangi: Batari Pustaka
Tutik, T, T. 2008. Membaca Peta Politik Nahdlatul Ulama. Jakarta: Lintas Pustaka
Wahyudi, M., Bayani, F. S. N., Pratama, A. R., & Swastika, K. (2022). Dinamika Nahdlatul Ulama Cabang Blambangan Pada Tahun 1944-1966. Ismad: Journal of Islamic Studies, 3(2), 28–39. https://doi.org/10.22515/ismad.v3i2.5638
Luthfi, A. N. (2018). Kekerasan kemanusiaan dan perampasan tanah pasca-1965 di Banyuwangi, Jawa Timur. Archipel, 95, 53-86. https://doi.org/10.4000/archipel.624