Monsieur Uderzo dalam Kenangan Madame Astérix

M.A. Rahartati Bambang Haryo
Menerjemahkan 19 komik Asterix antara 1985 -1999. Alumnus Sastra Perancis UI aktif menerjemahkan dan menulis fiksi, Mail: [email protected].
Konten dari Pengguna
25 Maret 2020 11:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M.A. Rahartati Bambang Haryo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Uderzo dan Asterix. Dok: Wikimedia Commons.
zoom-in-whitePerbesar
Uderzo dan Asterix. Dok: Wikimedia Commons.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kalau saja bulan Mei 1995 saya tidak kebetulan membaca – saya lupa nama surat kabar atau majalahnya - bahwa komik Astérix akan merayakan ulang tahunnya yang ke-50, saya tidak akan menghubungi pemimpin redaksi Femina untuk menyampaikan niat saya menghadiri pesta ulang tahun Astérix. Gayung bersambut. Setelah menunggu beberapa waktu, mereka setuju untuk mensponsori perjalanan saya. Tiket pesawat diberikan, visa tanpa susah payah saya dapatkan. Berkat Astérix.
ADVERTISEMENT
Maka berangkatlah saya ke Paris, dan seperti biasa, atas kebaikan hati banyak teman dan mantan peserta kursus Sekolah Dinas Luar Negeri Departemen Luar Negeri – saya kebetulan mendapat tugas sebagai widyaiswara di sana – saya dapat menginap di apartemen milik seorang diplomat.
Tanpa membuang waktu, pada 16 Juni 1995, saya langsung menuju ke kantor Albert Uderzo di Victor Hugo Avenue .
Meskipun alamat penerbit Albert René sudah saya temukan, saya tidak dapat langsung ke kantornya, karena pintu masuknya tertutup. Hanya ada tombol dengan angka dan huruf, yang harus saya tekan, kalau saja saya tahu angka dan hurufnya. Satu-satunya jalan adalah menelepon sekretarisnya. Tapi ponsel belum populer tahun itu, jadi saya harus lari ke kabin telepon tak jauh dari sana.
ADVERTISEMENT
Harus antre. Tiga orang di depan saya. Malangnya, orang yang sedang memakai telepon sama sekali tidak peduli dirinya ditunggu. Baru ketika calon penelepon terdepan mengetok pintunya, dengan suara keras dia membuka pintu sambil membentak, “Kamu tidak lihat saya sedang menelepon, ya!”
Orang yang dihardik tangkas menjawab, “Kamu tidak menelepon, kamu ngobrol!”
Jawaban itu seketika membuat si penelepon membanting pesawat telepon lalu keluar. Kami berempat pun tertawa.
Akhirnya saya mendapat giliran. Ternyata nomor yang saya tuju, sedang sibuk. Jadi saya harus kembali memutar nomornya, sementara di luar telah menunggu dua orang, yang tampak sudah gelisah. Dengan berat hati saya keluar, lalu kembali ke pintu tertutup tadi.
Semesta memihak saya. Tiba-tiba ada orang yang membuka pintu, begitu saja, menekan gerendelnya, lalu masuk. Saya berikan isyarat bahwa saya juga ingin masuk. Alangkah baiknya hati orang itu. Dia memegang pintunya, dan mempersilakan saya masuk, setelah bertanya, siapa yang ingin saya temui. “Monsieur Uderzo.” Pertanyaan selanjutnya cukup mengagetkan. “Kenapa Anda mau bertemu Uderzo?” Saya terpaksa menjawab, “Saya penerjemah komik Astérix.” Tanggapannya mengagetkan saya, “Pas vrai! – Ah, masa, sih? Mari saya antar...”
ADVERTISEMENT
Pak Uderzo menyambut ramah kedatangan saya. Dia mengaku heran, Astérix bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
“Bagaimana cara Anda menerjemahkan Astérix?” begitu pertanyaan selanjutnya.
“À mon avis, Astérix est intraduisible.” Astérix tidak bisa diterjemahkan,” jawab saya.
“Kenapa begitu?”
“Terlalu banyak permainan kata, peribahasa, nyanyian... Dan kata-kata yang diucapkan terbalik. Farpaitement, au lieu de parfaitement. Alih-alih parfaitement, Anda menuliskannya terbalik, farpaitement...”
Baik Pak Uderzo maupun sekretarisnya terbahak.
“Lalu, bagaimana Anda menerjemahkannya?”
Saya lalu menjelaskan apa yang saya lakukan. Terjemahan dari kata parfaitement dalam bahasa Indonesia secara harafiah adalah dengan sempurna. Tetapi karena terdiri dari dua kata, dan kalau di balik pun tidak menimbulkan tawa pembaca, saya langsung menerjemahkannya dengan tebul-tebul behat; betul-betul hebat; parfaitement.
ADVERTISEMENT
Pak Uderzo menggeleng-gelengkan kepala, dan menyuruh saya mengulang kata tebul-tebul behat dan mencoba menirukannya. Giliran saya yang terbahak melihat mimiknya.
Ia lalu bertanya bagaimana cara saya menerjemahkan nyanyian, peribahasa dalam bahasa Latin, dan permainan kata. Saya lalu mengambil contoh Astérix chez les Belges (Astérix di Belgia). Gambar legioner sedang mencuci sambil menyanyi, mengingatkan saya pada lagu ciptaan Titik Puspa, Marilah Kemari. Saya terpaksa memperdengarkan lagu yang sebenarnya, “Marilah kemari, ye, ye, ye, ye ... Dan kini menari, ye ye ye ye ... “ dan menerjemahkan liriknya, kemudian memperdengarkan lirik perubahannya, “Marilah mencuci, ye ye ye ye... Nyuci sambil nyanyi, ye ye ye ye...”
Sayang seribu sayang, karena saya sangat tidak suka dipotret maupun memotret, meskipun saya membawa kamera kecil, tetapi potret yang seharusnya saya simpan dengan baik, hilang entah ke mana.
ADVERTISEMENT
Pertemuan yang sangat menyenangkan itu berakhir, ketika saya melihat Pak Uderzo melihat arlojinya.
“Saya tidak akan membiarkan Anda pulang ke Indonesia dengan tangan kosong.”
Saya tidak sepenuhnya memahami maksudnya. Saya berpikir Pak Uderzo akan memberikan pernak-pernik Astérix yang ada di atas mejanya. Tetapi sekretarisnya langsung paham, dia keluar sebentar dari ruangan, lalu kembali dengan membawa kertas tebal dan lebar.
“Mari ikut saya.”
Dengan ramah dia menyilakan saya masuk ke ruangan lain, dan di sana dia menggambar tokoh Astérix. Seingat saya dalam sekejap langsung jadi, dan dia menambahkan dedikasi di bawahnya:
ADVERTISEMENT
Ternyata Astérix kembali menyelamatkan saya ketika saya telah berada di Bandara Charles de Gaulles, dengan menumpang pesawat Cathay Pacific.
Saya memang paling tidak suka berdesak-desakan waktu boarding. Saya menunggu dengan sabar dan baru berdiri ketika penumpang terakhir sudah dipersilakan masuk. Apa hendak dikata, tiba-tiba tiket saya berbunyi waktu saya mau boarding.
“Kenapa begitu?”
“Anda anggota keluarga awak pesawat?”
“Bukan....”
Tangis saya pecah. Saya telanjur berjanji pada si bungsu untuk mengajaknya ke Yogya, begitu saya kembali ke tanah air. Tangis saya menjadi-jadi ketika melihat koper saya diturunkan dari pesawat. Dengan mengapit rol berisi gambar Astérix, saya diantar menemui operation manager Cathay Pacific. Saya jelaskan bahwa saya bukan anggota awak pesawat, tetapi penyumbang artikel untuk Majalah Femina, yang mengirim saya ke Prancis untuk bertemu Monsieur Albert Uderzo berkaitan dengan ulang tahun Astérix...
ADVERTISEMENT
“Albert Uderzo, Astérix?”
“Ya, ini buktinya?”
Dengan kesal saya keluarkan tunjukkan buku dengan tanda tangan Uderzo dan gambar Astérix lengkap dengan dedikasinya.
Singkatnya, oleh operation manager saya diantar ke hotel yang tidak terlalu jauh dari Charles de Gaulle. Kepada resepsionis dia sampaikan, bahwa saya adalah penerjemah Astérix dari Indonesia. Dari wajah yang semula menyelidik, terlontar kata ajaib dari mulutnya. “Pas vrai ...! Astérix?!
Esok paginya operation manager datang menjemput saya dengan mobilnya. Sesampai di bandara, dia melarang saya untuk check in, dan meminta koper saya untuk dibungkus dengan plastik, dan sambil meminta maaf atas insiden off load yang saya alami, dia mempersilakan saya naik di business class.
Monsieur Albert Uderzo, dari Gabriel Laufer, salah seorang penggemar fanatik Astérix, saya mendengar Anda meninggal dalam tidur, bukan karena corona. Beristirahatlah dengan tenang, Monsieur.
ADVERTISEMENT
Saya bersyukur pernah mengenal Anda dan mendapat kesempatan sebagai penerjemah komik yang sangat digemari begitu banyak pembaca Indonesia. Dalam kurun waktu 1985 hingga 1999, saya menerjemahkan 19 judul komik Astérix. Berkat Astérix pula, di tahun 2018 pemerintah Prancis memberikan penghargaan Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres kepada saya pada 22 September 2018. Tanpa Anda, tidak akan ada panggilan Madame Astérix untuk saya. Terima kasih, Monsieur Albert Uderzo. Au revoir!