Konten dari Pengguna

Keseimbangan Peran Seperti Apa yang diperlukan Perempuan?

Sekar Membumi
Mahasiswi Universitas Pamulang
20 Oktober 2022 18:24 WIB
clock
Diperbarui 21 Juli 2023 8:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sekar Membumi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/gadis-buku-duduk-sendiri-batu-2604837/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/gadis-buku-duduk-sendiri-batu-2604837/
ADVERTISEMENT
Bias dunia kerja acapkali menyinggung tentang kepemilikan atau hak dalam berkuasa, yang didominasi oleh laki-laki. Kesetaraan dalam mempekerjakan perempuan dianggap sebagai hal yang tidak wajar. Hal ini dapat dilihat dari cara pemimpin, seorang pemimpin perempuan dianggap tidak bisa memimpin karena gendernya sebagai perempuan.
ADVERTISEMENT
Stigma yang melekat seperti “di mana-mana yang jadi pemimpin itu laki-laki bukan perempuan.” Adanya stigma yang melekat ini bias dalam dunia kerja masih sering terjadi, bahkan hal inilah yang membuat adanya kesenjangan peran yang terjadi dalam dunia kerja.
Dalam lingkungan masyarakat sosial, perempuan tidak dilihat sebagai pekerja utama, melainkan dipandang sebagai penyokong. Perempuan yang bekerja dan sudah menikah dianggap memiliki dua peranan yang berbeda. Pertama, perempuan yang memiliki kedudukan sebagai pejabat, direktur tidak dapat meninggalkan statusnya sebagai seorang istri. Pekerjaannya yang memiliki kedudukan tinggi harus di kesampingkan karena adanya peran lain yang harus dilakukan.
Seorang perempuan harus memikirkan bagaimana nasib suami dan anaknya apabila ditinggal kerja. Faktor kesenjangan dan keseimbangan peran inilah yang membuat perempuan harus memilih untuk memiliki pekerjaan dengan gaji rendah, agar tetap dapat mengurus perannya sebagai seorang istri.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari artikel yang ditulis oleh seorang reporter, Aurelia Gracia mengungkapkan bahwa perempuan selalu di marginalisasi atas karier yang sedang dijalani. dia menambahkan bahwa parameter karier seorang perempuan dibatasi oleh umur.
Keseimbangan peran tidak didapatkan oleh perempuan dalam dunia kerja karena adanya keterbatasan dalam berkarir. Hal tersebut menjadi alasan fundamental untuk kaum feminisme dalam melihat kesetaraan gender di dalam dunia kerja. Kasus-kasus perempuan yang bekerja masih banyak mengalami perbandingan peran, label-label seperti “perempuan memiliki hak untuk mendapatkan kesetaraan di dalam dunia kerja” harus terus ditingkatkan, karena hal tersebut menjadi stimulus untuk mendobrak budaya patriarki di dalam dunia kerja.
Bias dunia kerja tidak selamanya menghambat potensi dan peran perempuan terhambat. Dalam bias dunia kerja perempuan akan selalu mendapatkan kesenjangan peran, kurangnya keseimbangan peran yang didapat perempuan seringkali terjadi di dunia kerja. Namun, bias dunia kerja, kesenjangan, serta kurangnya keseimbangan peran memberikan faktor dorongan bagi perempuan untuk dapat menjadi perempuan yang mandiri, dan sukses pada masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Melekatnya stigma dalam memandang rendah perempuan dalam dunia kerja, kini perlahan dan dengan seiringnya perkembangan zaman bisa dipatahkan. Banyaknya perempuan yang sudah mulai menduduki jabatan tinggi, bekerja dalam tenaga profesional serta mengenai pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki pun dilakukan pada masa kini.
Ini membuktikan bahwa bias dunia kerja memang tidak selamanya ada, perempuan sudah banyak mengalami kemajuan di era perkembangan zaman saat ini yang membuktikan bahwa kesetaraan serta keseimbangan peran dalam dunia kerja memang sudah didapatkan oleh perempuan.
Melihat dari adanya faktor-faktor hambatan perempuan, bias dunia kerja, kesenjangan, dan kurangnya keseimbangan peran kini dinilai sebagai bentuk perbandingan dan kewajiban perempuan dalam perannya di rumah. Perempuan memiliki posisi dalam menjalankan perannya di dunia kerja, selain bekerja perempuan harus melakukan kewajibannya sebagai istri dan mengurus anak di rumah agar keseimbangan peran perempuan terlihat dan memang ada untuk dijalankan.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal yang menjadi faktor setelah perempuan dianggap dapat setara dengan laki-laki. Adanya argumen baru mengenai perempuan yang sudah bekerja dengan gaji tinggi, dapat memberdayakan peran dan usahanya, serta menyeimbangkan perannya dicap sebagai perempuan yang tidak menghormati laki-laki.
Pada dasarnya kesetaraan akan selalu menimbulkan argumen baru yang timbul dari masyarakat, ketidakpuasan yang dicapai oleh perempuan atau laki-laki dalam dunia kerja akan selalu mengalami perubahan dan kesenjangan peran. Padahal jika dilihat dari sudut pandang sosial, perempuan yang mampu menyeimbangkan perannya dalam dunia kerja dan urusan rumah dianggap sebagai perempuan yang memiliki skill atau keterampilan yang luar biasa dalam mengerjakan pekerjaan dan mengurus urusan rumah.