Introspeksi Diri dengan Terapi Naikan

Rahayu Lestari
an active university student (Universitas Terbuka) majoring in communication science.
Konten dari Pengguna
6 Maret 2024 11:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahayu Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, tidak jarang kita banyak menyalahkan; menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, atau bahkan menyalahkan diri sendiri. Hal ini memang wajar, mengingat bahwa penolakan adalah salah satu bentuk dari insting kita untuk melindungi diri. Meskipun begitu perlu diketahui bahwa “menyalahkan” tidak pernah menjadi solusi, pada beberapa keadaan hal ini justru memperburuk masalah yang ada.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penting untuk kita belajar mengendalikan diri dan berpikir dengan tenang. Dalam ilmu psikologi sendiri ada banyak cara untuk berlatih meneangkan diri, salah satunya adalah dengan meditasi.
Ilustrasi Meditasi, Foto Unsplash/ Jared Rice
Lalu pernahkah kalian mendengar tentang metode meditasi naikan?
Pada salah satu halaman di buku IKIGAI yang ditulis oleh Hector Gracia dan Francesc Miralles, penulis menyebutkan tentang terapi naikan, yaitu sebuah sebuah metode refleksi diri yang dapat membantu kita untuk berhenti mengidentifikasi orang lain sebagai penyebab masalah kita dan memperdalam rasa tanggung jawab.
Naikan adalah metode refleksi diri terstruktur yang dikembangkan oleh Yoshimato Ishin pada tahun 1940-an. Metode ini berfokus pada tiga pertanyaan yang akan kita tanyakan pada diri kita sendiri, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Apa yang telah saya terima dari “seseorang atau sesuatu”?
Ketika menjawab pertanyaan ini tentu kita membutuhkan kerendahan hati, kita perlu merenungkan sedalam dan serinci mungkin tentang setiap hal yang sudah kita dapatkan dari seseorang atau sesuatu secara spesifik, misalnya suara kicauan burung di pagi hari. Pernahkah kita menghargai itu? Pernahkah kita berterimakasih pada apa yang alam berikan untuk kita?
2. Apa yang telah saya berikan kepada “seseorang atau sesuatu” itu?
Seringkali kita tidak menyadari bahwa kita menerima lebih banyak dari apa yang kita beri. Pertanyaan ini akan membawa kita pada tahap dimana kita harus memutar ingatan kita kembali untuk mencari tahu apakah kita sudah memberikan sesuatu yang layak, sesuatu yang sebanding dengan apa yang kita terima.
ADVERTISEMENT
3. Masalah atau kesulitan apa yang saya timbulkan pada “seseorang atau sesuatu” itu?
Kalau biasanya kita mudah menyadari bagaimana orang lain membuat masalah di hidup kita, maka pertanyaan ini membawa kita pada keadaan yang sebaliknya. Setelah menjawab pertanyaan ini mungkin kita akan merasa bersalah, namun kita tetap harus melihat pada sudut pandang yang realistis bahwa setiap orang pernah berbuat kesalahan dalam hidup orang lain.
Seperti yang dikatakan oleh Morita, “ketika kamu marah dan ingin berkelahi, pikirkan kembali selama tiga hari. Setelah tiga hari keinginan untuk berkelahi itu akan hilang dengan sendirinya.”
Kita boleh marah, tapi secukupnya saja. Coba lakukan terapi naikan ketika kamu mulai banyak menyalahkan.