news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Wawancara dari Kaca Interviewer dan Interviewee

Konten dari Pengguna
3 Mei 2021 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deandra Agusthina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika mendengar kata “wawancara”, apa hal pertama yang muncul di benak kalian? Takut? Khawatir? Menyeramkan? Atau justru menantang? Wawancara minimal dilakukan oleh dua orang, antara pewawancara (Interviewer) dan narasumber (Interviewee).
ADVERTISEMENT
Tujuan wawancara bermacam-macam, ada wawancara untuk pekerjaan, wawancara untuk beasiswa, atau sekadar wawancara dari calon mertua pada calon menantunya.
Umumnya, seseorang akan melakukan wawancara pertama kali saat melamar pekerjaan. Persiapan terbaik pun dilakukan, tidak hanya dari segi pengetahuan, namun juga dari segi penampilan. Di mata seorang interviewee yang baru pertama kali melakukan wawancara, seorang interviewer tampak seperti sosok jenius yang paham segalanya. Perasaan takut lantas menguasai diri hingga si interviewee lupa bahwa seorang interviewer juga pernah menjadi interviewee.
Sebagai seseorang yang pernah merasakan posisi interviewee sekaligus interviewer, berikut saya bagikan sudut pandang berbeda antara keduanya yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi teman-teman yang akan melakukan wawancara di waktu dekat.
Wawancara dari Kaca Interviewee
ADVERTISEMENT
Interviewer bisa siapa saja, bisa seorang HRD, user, bahkan seorang psikolog yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk menyaring calon karyawan bagi perusahaannya. Wawancara pada perusahaan swasta, wawancara beasiswa, hingga wawancara penerimaan ASN, sebenarnya tidak jauh berbeda. Inti dari wawancara tersebut adalah bagaimana “menjual diri” si interviewee dengan cara yang elegan.
Saat menjadi interviewee di sebuah perusahaan swasta di Indonesia untuk posisi Management Trainee (MT), saya menghadapi wawancara berlapis. Ada tiga macam wawancara yang saya ikuti dan setiap sesi wawancara ada sistem gugur. Artinya, kita tidak bisa melaju ke wawancara selanjutnya jika salah satu wawancara tidak lolos.
Wawancara pertama adalah wawancara HRD. Dari yang saya amati sebagai interviewee, wawancara HRD merujuk pada “siapa diri kita” dan kesiapan kita bekerja pada perusahaan itu. Bagi saya, wawancara ini adalah kesempatan emas. Tidak banyak yang perlu dipelajari karena yang menjadi objek pertanyaan adalah diri kita sendiri, tinggal bagaimana kita mengenalkan diri kita dengan cara yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Wawancara kedua yang saya jalani adalah wawancara user. Berbeda dengan HRD, wawancara user lebih mendebarkan. User adalah calon atasan kita, orang yang akan “memakai” jasa kita.
Pertanyaan yang saya terima menjurus pada pengetahuan dan keahlian yang harus saya miliki untuk posisi yang saya lamar. User akan memberikan studi kasus terkait permasalahan yang sering terjadi pada bidang terkait, kemudian interviewee akan diminta untuk memberikan solusi terbaik.
Pada part ini, senyum dan sikap tegas tidak cukup untuk menjawab pertanyaan, kita harus bisa berpikir kritis di waktu yang terbatas. Kuncinya adalah pelajari dulu posisi yang kita lamar, perkirakan jobdesk yang akan dipegang, dan permasalahan yang sekiranya bisa timbul pada posisi tersebut, dengan demikian kita bisa mempersiapkan jawaban terbaik dari setiap kasus yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Secara umum, interviewee akan melewati wawancara hingga tahap user, namun untuk posisi tertentu, ada wawancara terakhir yaitu wawancara "Area Manager". Sesuai namanya, interviewernya adalah manajer area/manajer regional. Pertanyaannya akan berfokus pada leadership dan pengambilan keputusan untuk kondisi-kondisi kompleks yang bisa saja dihadapi perusahaan.
Seperti yang saya sampaikan di awal, wawancara untuk beasiswa dan penerimaan ASN tidak jauh berbeda. Pertanyaannya akan terkait “siapa diri kita”, apa yang telah, sedang, dan akan kita lakukan, pemahaman kita terhadap bidang yang kita tekuni, serta bagaimana sikap kita ketika menghadapi sesuatu di luar kontrol kita. Kunci wawancara ini adalah perpaduan antara cara penyampaian yang elegan serta pemahaman kita untuk bidang yang kita tekuni.
Wawancara dari Kaca Interviewer
ADVERTISEMENT
Seorang manajer pernah berkata “Saya pernah menolak seorang fresh graduate dari salah satu universitas terbaik di Indonesia, dengan IPK 3,8 untuk posisi Management Trainee”.
Saya pun bertanya alasan beliau menggagalkan wawancara si anak istimewa ini. Beliau menyampaikan bahwa si anak ini individualis dan sulit bekerja dalam tim. Well, pada poin tersebut, dapat disimpulkan bahwa interviewer juga mempertimbangkan soft skill di samping hard skill. Perusahaan itu satu kesatuan, terdiri dari banyak departemen yang saling berkesinambungan, jika karyawannya tidak bisa bergandengan tangan, apakah pekerjaan bisa berjalan dengan baik?
Hal pertama yang akan diperhatikan interviewer adalah bagaimana penampilan interviewee dan sikapnya saat memasuki ruangan. Selain jawaban interviewee, interviewer akan memperhatikan cara interviewee menjawab pertanyaan, seperti kejelasan, ketepatan, ketegasan, dan keluwesan.
ADVERTISEMENT
Jawablah pertanyaan sesuai kemampuanmu, jangan melebih-lebihkan, karena interviewer bisa tau ketika interviewee berbohong (pengalaman pribadi saya sebagai interviewer). Body language pun perlu diperhatikan. Interviewer akan tertarik pada interviewee yang terlihat antusias dan bersemangat, tapi jangan berlebihan ya.
Hal penting yang perlu diperhatikan, jangan over confidence hanya karena lulusan universitas terbaik dengan IPK menjulang ke langit. Pun, jangan under confidence hanya karena lulusan universitas swasta dengan IPK rata-rata. Interviewer sangat mempertimbangkan soft skill. Perusahaan tidak mencari orang cerdas untuk bekerja di perusahaannya, tapi perusahaan mencari orang yang mau belajar dan “cocok” untuk posisi yang dibutuhkan.
Interviewer dan Interviewee
Ilustrasi wawancara (freepik.com)
Saat menjadi interviewee, saya merasa seorang interviewer adalah sosok yang jenius. Namun saat menjadi interviewer, saya merasa bahwa saya hanyalah seseorang yang berkesempatan “belajar lebih awal” dari pada interviewee.
ADVERTISEMENT
Rasa takut dan grogi itu wajar saat wawancara karena itu adalah bentuk ekspresi tubuh ketika kita bersungguh-sungguh mengikuti wawancara. Pahami diri sebaik-baiknya, karena inti dari wawancara adalah tentang kita dan kemampuan kita. Ingatlah bahwa interviewer juga pernah menjadi interviewee.