Konten dari Pengguna
Kelelawar Buah di Tengah Ancaman Kepunahan dan Stigma Penular Penyakit Zoonotik
23 Juni 2025 14:50 WIB
·
waktu baca 3 menitKiriman Pengguna
Kelelawar Buah di Tengah Ancaman Kepunahan dan Stigma Penular Penyakit Zoonotik
Peranan kelelawar buah dalam ekosistem dan kesehatan Rahayu Woro Wiranti

Tulisan dari Rahayu Woro Wiranti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kelelawar buah atau sering kali masyarakat menyebutnya “kalong” senang terbang melintasi senja dan mengisi malam dengan siluet yang khas. Keberadaannya mungkin tak selalu harus ada ditengah hutan namun bisa saja bersembunyi dibalik atap bangunan yang gelap dan sunyi. Kelelawar buah adalah salah satu dari jenis kelelawar berdasarkan jenis makanannya. Kelelwar jenis ini memakan buah-buahan yang ada disekitar mereka. Keanekaragaman hayati yang ada di wilayah Indonesia membentuk kelompok kelelawar yang lain seperti kelelawar pemakan serangga dan kelelawar pemakan darah.
ADVERTISEMENT
Kelelawar buah dalam ekosistem memiliki peranan yang penting antara lain penyebar biji alami tanaman dan penyerbuk yang membantu regenerasi tanaman terutama di hutan hujan tropis. Banyak spesies tanaman yang memanfaatkan peran kelelawar ini sebagai “kurir” alami untuk berkembang biak. Namun, sayangnya saat ini keberadaan kelelawar buah semakin terdesak oleh perusakan habitat, perburuan untuk konsumsi dan hobi berburu, tradisi budaya, serta minimnya pengetahuan masyarakat akan kepentingan peranan ekologis dari keberadaan kelelawar buah.
Disisi lain, berbagai riset menyebutkan bahwa kelelawar dikaitkan dengan berbagai penyakit zoonotik – penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Kelelawar diketahui sebagai reservoir alami dari virus berbahaya seperti Nipah, Hendra, Marburg, dan Coronavirus yang belum lama ini menjadi pandemi di dunia. Peran biologis ini yang membuat kalong sering kali menjadi “tersangka” dalam penyebaran wabah penyakit yang mengancam kesehatan global. Namun, sangat penting untuk dipahami bahwa kelelawar bukanlah sumber penyakit secara langsung, melainkan pembawa alami, yang dalam kondisi ekosistem seimbang, tidak akan menularkan penyakit infeksius ke manusia. Resiko penularan justru terjadi ketika manusia mulai memasuki habitat alami mereka secara massif melalui deforestasi, urbanisasi, atau praktik konsumsi daging satwa liar yang tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif ilmu kedokteran hewan dan khususnya ranah konservasi, dibutuhkan pendekatan ilmiah yang seimbang antara perlindungan spesies dari mitigasi resio penularan penyakit melalui pengawasan kesehatan satwa liar, edukasi masyarakat luas, dan pendekatan One Health – yang mampu menghubungkan jejaring kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan secara terpadu. Konsep One Health harus menjadi landasan strategi pencegahan penularan penyakit.
Saat ini, beberapa spesies kelelawar buah di wilayah Indonesia telah masuk dalam daftar terancam punah. Ironisnya, ancaman ini sering kali datang dari misinformasi dan kurangnya edukasi yang berkembang di masyarakat. Budaya, tradisi, dan stigma sebagai “hewan pembawa virus” mendorong terjadinya perburuan tak terkontrol yang dapat memperburuk resiko penularan penyakit. Kedekatan hubungan manusia dengan hewan liar juga memperbesar penularan penyakit itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Melalui artikel ini, mari kita membuka wawasan bahwa pelestarian kelelawar buah sebagai satwa liar tidak hanya sebagai kepentingan konservasi, tetapi juga kepentingan ekologi, biologis, dan bagian dari strategi upaya pencegahan wabah penyakit di masa depan. Edukasi berbasis riset dan ilmu pengetahuan harus terus digaungkan terutama dari kalangan akademisi dan tenaga kesehatan sehingga masyarakat dapat melihat kelelawar buah sebagai bagian dari keseimbangan alam yang perlu dijaga, bukan musuh yang ditakuti atau dimusnahkan apalagi digunakan sebagai pangan konsumsi.