Konten dari Pengguna

Oknum Polisi dan Kekerasan Berbasis Gender: Ini yang Harusnya Dilakukan

Rahma Eka Anggraeni
Mahasisiwi Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta 2018
23 Desember 2021 21:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahma Eka Anggraeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gerakan Women March Indonesia. Gambar: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gerakan Women March Indonesia. Gambar: dokumentasi pribadi

Kekerasan Gender, Perempuan, dan Mahasiswi

ADVERTISEMENT
Gender dan seksualitas seringkali dianggap memiliki pengertian yang sama, namun gender dan seksualitas merupakan dua hal yang berbeda. Gender diartikan sebagai sifat yang melekat pada laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi dalam lingkungan sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan, dalam hal ini meliputi peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional. Seksualitas merupakan dua jenis kelamin manusia didasarkan pada ciri biologis yang melekat, tidak berubah dan tidak mampu dipertukarkan.
ADVERTISEMENT
Dulu perempuan dipandang memiliki peran sangat besar dalam mengurusi rumah dan kodratnya tidak mampu melakukan apa yang laki-laki lakukan. Seiring perkembangan zaman yang semakin modern di mana munculnya gerakan-gerakan sosial sebagai cara untuk memprotes dan meminta hak-hak yang seharusnya diterima, salah satu gerakan sosial baru seperti menuntut perempuan agar memiliki kesetaraan dan tidak dianggap lemah di mata laki-laki, karena perempuan juga bisa melakukan apa-apa yang laki-laki lakukan.
Sayangnya, beberapa oknum memperlakukan perempuan dengan tidak berperikemanusiaan sehingga kekerasan berbasis gender muncul sebagai masalah baru. Kekerasan berbasis gender itu sendiri dapat diartikan sebagai kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender, termasuk tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik, mental atau seksual, dan ancaman.
ADVERTISEMENT
Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari itu ada kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan sosial dan ekonomi, dan kekerasan psikis atau mental. Tidak bisa disangkal, di Indonesia sendiri kasus kekerasan seksual sering terjadi, di mana perempuan selalu menjadi korban dan dibungkam karena super power (kekuatan lebih) yang dimiliki oleh pelaku kekerasan.
Salah satu kekerasan gender yakni kasus Novia Widyasari yang mana ia diperkosa oleh kekasihnya (Randy) saat ia tertidur pulas akibat meminum obat tidur yang diberikan oleh Randy, 4 bulan setelah kejadian Novia merasa dirinya sedang mengandung dan benar saja, Novia tengah mengandung saat itu. Novia memberi tahu Randy dan keluarga Randy untuk meminta pertanggungjawaban, namun yang ia dapat hanya cacian dan keluarga Randy menyuruh dirinya untuk menggugurkan kandungannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga didukung oleh super power (kekuatan lebih) yang dimiliki oleh keluarga Randy, ada yang menyebutkan bahwa keluarga Randy memiliki relasi khusus dengan Kapolda setempat yang membuat pengaduan Novia Widyasari terhadap keluarga tersebut tidak diproses selama setahun. Kasus Novia Widyasari juga memperlihatkan semakin buruknya citra polisi di mata publik. Tagar #PercumaLaporPolisi kembali muncul dalam media sosial, oleh karena itu polisi perlu memperbaiki citra mereka.
Jadi, langkah yang harus dilakukan pemerintah yakni pertama, menyediakan tempat yang aman bagi korban kekerasan. Tak hanya tempat perlindungan, tetapi juga prosedur penanganan kepada korban. Komitmen pemerintah Indonesia untuk melindungi perempuan dan penindakan kepada pelaku kekerasan seksual ditandai dengan segera disahkannya RUU PKS.
Kedua, pemerintah Indonesia dapat membuat dan mendukung program-program dalam masyarakat yang bertujuan untuk perlindungan kepada perempuan dan anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bentuk kekerasan seksual. Pentingnya sebuah program kerja atau kampanye untuk redefinisi konsep maskulin laki-laki dan juga melibatkan laki-laki dalam pencegahan kekerasan seksual. Dengan menyediakan lokakarya pendidikan dan pengembangan keterampilan bagi laki-laki untuk mengeksplorasi sikap mereka mengenai seksualitas dan gender serta mempromosikan kesetaraan gender dalam sebuah hubungan agar kasus-kasus kekerasan gender tidak ada lagi.
ADVERTISEMENT