Konten dari Pengguna

Female Seat Map: Tepat kah untuk Mencegah Kekerasan Seksual di Kereta Api?

Rahma Juwita
Diplomat RI. Sesdilu 78.
11 April 2025 12:20 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahma Juwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampilan Female Seat Map di Aplikasi Access by KAI. Dokumentasi: Instagram KAI @kai121_
zoom-in-whitePerbesar
Tampilan Female Seat Map di Aplikasi Access by KAI. Dokumentasi: Instagram KAI @kai121_
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) merilis fitur baru yang memungkinkan penumpang perempuan duduk bersebelahan dengan penumpang perempuan lainnya. Dengan menggunakan kode dari Nomor Induk Kependudukan (NIK), penumpang perempuan dapat melihat informasi kursi yang sudah terisi penumpang perempuan saat melakukan pemesanan tiket melalui aplikasi. Inovasi PT KAI ini mendapat acungan jempol dari masyarakat, khususnya pengguna setia kereta api, hingga mendapat apresiasi khusus yang disampaikan melalui surat dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi.
ADVERTISEMENT
Sekilas, kebijakan ini terlihat sebagai upaya yang signifikan untuk menjadikan kereta api sebagai sarana transportasi publik yang nyaman dan aman bagi perempuan. Namun, jika dilihat lebih dekat, kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan: seberapa tidak nyaman kah bagi perempuan untuk duduk disamping pria asing di kereta, sehingga PT KAI harus memberitahu calon penumpang perempuan, dimana letak duduk penumpang laki-laki?
Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada 2022 yang diikuti oleh 4.236 responden dari 34 provinsi di seluruh Indonesia, sebanyak 3.037 responden pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik, dan sebanyak 693 responden atau sebesar 23% terjadi di transportasi umum. Melihat hasil survei ini, wajar jika masyarakat khawatir dan memandang transportasi umum masih rawan pelecehan seksual, termasuk kereta api. Female Seat Map memang bukan merupakan gebrakan pertama yang diterapkan untuk mengurangi pelecehan seksual di transportasi umum. Kebijakan serupa, yakni penyediaan gerbong khusus perempuan, diterapkan oleh PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter di kereta rel listrik (KRL) mulai tahun 2010. Selain itu, kebijakan penyediaan tempat khusus bagi perempuan hingga pemisahan antrian berdasarkan gender di halte bus juga diterapkan di Transjakarta, dan angkutan umum di Jakarta. Meski sedikit berbeda, keduanya memiliki konsep sama, yaitu pemberian tempat duduk khusus untuk perempuan, dan memisahkannya dengan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, pelecehan seksual di transportasi umum masih juga terjadi. Misalnya di KRL, KAI Commuter mencatat terdapat 57 kasus pelecehan seksual dalam kurun waktu Januari hingga Oktober 2024. Lantas, apakah Female Seat Map akan menjadi solusi yang tepat untuk mencegah kekerasan seksual di kereta api? Berkaca dari penerapan kebijakan serupa di KRL, pemisahan tempat duduk atau penyediaan ruang khusus bagi perempuan saja belum bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menghapuskan kekerasan seksual. Malah, menurut KRPA, kebijakan ini berpotensi untuk menjadikan perempuan/korban sebagai permasalahannya dan justru membatasi ruang gerak perempuan.
Penumpang perempuan duduk dengan penumpang perempuan lainnya. Dokumentasi: Instagram KAI @kai121_
Female Seat Map patut diapresiasi sebagai langkah awal untuk meningkatkan kenyamanan dan mencegah pelecehan seksual di kereta api. Namun demikian, PT KAI perlu melakukan cara lain sebagai solusi jangka panjang untuk mencegah pelecehan seksual, antara lain dengan meningkatkan kesadaran publik dan petugas tentang kekerasan seksual, pemasangan CCTV, memberikan akses terhadap layanan pengaduan korban, serta penindakan kasus kekerasan seksual yang berpihak pada korban. Kerja sama dengan pemerintah dan LSM juga penting agar pelecehan seksual di transportasi umum dapat ditanggulangi sehingga dapat tercipta ruang aman bagi semuanya tanpa perlu ada segregasi tempat duduk.
ADVERTISEMENT
Semoga pembaca semua tidak pernah punya pengalaman buruk selama menggunakan transportasi umum, ya! Kira-kira, langkah lain apa yang bisa diterapkan? Tulis di kolom komentar!