Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Etika Siaran Televisi di Awasi KPI, Realitanya?
12 November 2024 9:37 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rahmad Rafildi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai media komunikasi massa, media memiliki kemampuan untuk menarik perhatian khalayak. Para ahli sepakat bahwa televisi merupakan media massa yang disebut media elektronik. Televisi merupakan media massa yang menyampaikan berbagai informasi melalui penyiaran. Pengguna dapat mengontrol jenis program yang mereka lihat dan mendapatkan informasi aktual yang mereka perlukan. Televisi mempunyai keunggulan dibandingkan media massa lainnya. Televisi memiliki keuntungan dalam membuat pemirsa tetap tertarik dengan memungkinkan mereka menikmati video, audio, musik, dan lainnya di satu perangkat pada saat yang bersamaan.
ADVERTISEMENT
Semua program di Indonesia, mulai dari program berita hingga hiburan, tunduk pada aturan dan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI merupakan badan pengawas penyiaran yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. KPI terdiri dari dua bagian yaitu KPI pusat dan KPI daerah yang mengatur tingkat negara bagian. Peran KPI adalah memantau pelaksanaan Pedoman Penyiaran dan Pedoman Perilaku dan Standar Pemrograman Penyiaran (P3SPS) KPI Tahun 2012 serta memberikan sanksi kepada pelanggar P3SPS.
Meskipun Undang-Undang Penyiaran menyatakan adanya ketentuan baku dalam penyelenggaraan penyiaran, namun banyak program siaran yang masih belum mematuhi peraturan dan pedoman yang ditetapkan mengenai larangan dan pembatasan adegan, namun pada kenyataannya tidak sedikit yang menunjukkan bahwa suatu acara televisi atau sinetron mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan peraturan dan pedoman yang ditetapkan. konten seperti adegan kekerasan dan pacaran memang tidak pantas, apalagi bagi anak-anak atau remaja.
ADVERTISEMENT
Program sinema elektronik atau sinetron menjadi salah satu tayangan wajib dalam televisi. Sinetron adalah tontonan televisi yang diminati dan mendominasi layar televisi pada umumnya. Banyak penonton sinetron mempengaruhi besarnya pengaruh sinetron terhadap masyarakat karena sinetron telah menjadi salah satu tayangan televisi disiarkan pada jam-jam prime time. Salah satu genre sinetron yang diminati adalah sinetron yang bergenre ‘cinta’ yaitu sinetron yang menceritakan kehidupan para remaja yang pada umumnya menceritakan soal percintaan di kalangan remaja yang mulai memasuki masa pubertas.
Sinetron "Magic 5" yang tayang di TV sejak 20 Maret 2023 mengangkat tema kehidupan remaja. Plotnya tidak terlalu berat sehingga penonton bisa menikmati sinopsis setiap episode yang ditayangkan. Beberapa aktor dan aktris remaja juga merupakan karakter utama dalam alur cerita sinetron Magic 5. Namun pada tayangannya terdapat adegan yang dinilai melanggar peraturan dalam Undang-Undang penyiaran No 32 tahun 2002 serta Pedoman Penyiaran dan Pedoman Perilaku dan Standar Pemrograman Penyiaran (P3SPS).
ADVERTISEMENT
Misalnya pada episode 91 yang tayang pada 19 Juni 2023, karakter Naura berhadapan dengan tiga penjahat di tengah jalan, dan terjadi penyerangan serta perkelahian antara Naura dan ketiga penjahat tersebut. Acara ini melanggar Kode Etik Penyiaran dan Standar Acara Penyiaran Bab Penyiaran, apalagi sinetron ini tergolong dalam kategori remaja. Sinetron “Magic 5” ditujukan untuk para remaja yang sangat tidak mencerminkan sebagaimana semestinya. Karena pada usia tersebut masih berbahaya sehingga tidak baik untuk menonton adegan tersebut, apalagi jika ditiru. Apa yang mereka tonton Program-program yang ditayangkan di televisi yang mengandung unsur kekerasan mengajarkan remaja tentang sikap dan perilaku agresif terhadap dirinya sendiri.
Beberapa adegan dalam sinetron "Magic 5" juga menyertakan adegan ciuman dengan lawan jenis. Meski Sinetron Magic 5 tercantum dalam Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 009/SK/KPI/, namun tetap harus mendapat teguran dari KPI karena masih banyak adegan yang melanggar UU Nomor 32 Tahun 2002 dan Peraturan P3SPS. Pasal 41 Bab 4 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia bulan Agustus 2004 menyatakan: “Organisasi penyiaran diperbolehkan menyiarkan adegan ciuman yang berkaitan dengan cinta dalam keluarga dan persahabatan. Ini termasuk ciuman rambut, ciuman pipi, dan ciuman di pipi. cium kening/dahi, cium tangan, dan sungkem”. Dinyatakan bahwa adegan yang melibatkan ciuman oleh lawan jenis diperbolehkan. Dalam sinetron "Magic 5" ada beberapa adegan yang kurang enak untuk digambarkan. Kehidupan remaja saat ini memang sangat memprihatinkan, dimulai dari gaya hidup mereka. Potret atau foto seseorang itulah yang menunjukkan betapa tingginya akhlak masyarakat sekitar. Di Indonesia, tidak hanya orang dewasa saja, anak-anak kecil juga menonton TV pada jam-jam tersebut, karena pada pukul 18.00 hingga 22.00 merupakan waktu yang paling banyak ditonton oleh semua kalangan. Dan jam tersebut merupakan waktu tayang sinetron ini. Beberapa adegan dalam tayangan itu melanggar aturan KPI. Adegan dari sinetron "Magic 5" ini menggambarkan adegan ciuman dengan lawan jenis.
ADVERTISEMENT
Faktanya, meskipun pedoman penyiaran sudah dijelaskan secara rinci bagaimana seharusnya diatur, namun masih saja pada sinetron "Magic 5" ditemukan beberapa pelanggaran pada saat penayangan, namun Komisi Penyiaran Indonesia belum memberikan teguran. Padahal pelanggaran undang-undang ini dapat memengaruhi fungsi televisi Anda dan menurunkan kualitas program bagi pemirsa. Khususnya program TV Indonesia hendaknya mempunyai misi mendidik dan mengenalkan nilai, norma, etika dan peraturan. Namun ditemukan masih banyak program televisi seperti sinetron, film, dan talk show yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, Pedoman Penyelenggaraan Penyiaran, dan Standar Program Penyiaran.
Peraturan penyiaran di Indonesia sangat komprehensif. Namun, dalam pelaksanaannya, seringkali terdapat kesenjangan antara peraturan yang ada dan praktik lokal. Salah satu alasannya adalah besarnya tekanan komersial di industri televisi. Saluran televisi perlu mencapai rating pemirsa yang tinggi, sehingga terkadang mengabaikan masalah etika demi menarik perhatian pemirsa. Sebagai badan pengatur, KPI mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Namun sanksi yang dijatuhkan mungkin dinilai belum memberikan efek jera yang cukup. Selain itu, proses pengawasan yang panjang dan birokrasi yang rumit membuat penegakkan etika penyiaran menjadi sulit.
ADVERTISEMENT