Konten dari Pengguna

Hak Tolak dalam Era Digital: Tantangan Baru dan Solusi

Rahmad Rafildi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIVERSITAS ANDALAS, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
26 Agustus 2024 9:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmad Rafildi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tantangan dan solusi jurnalis dalam Era digital untuk menjunjung Hak Tolak Wartawan. (Ilustrasi by Andy Nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Tantangan dan solusi jurnalis dalam Era digital untuk menjunjung Hak Tolak Wartawan. (Ilustrasi by Andy Nugroho)
ADVERTISEMENT
Hak tolak dalam jurnalistik adalah hak wartawan untuk merahasiakan identitas sumber informasinya. Artinya, wartawan dapat menolak mengungkapkan siapa memberikan informasi kepada mereka, meskipun ada pihak lain yang memintanya, misalnya pengadilan atau pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan tersebut. Dasar hukum hak tolak wartwan di Indonesia tercantum dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Pasal 1 (ayat 10) undang-undang tersebut secara tegas menyatakan; “Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnyay dari sumber berita yang harus dirahasiakannya”.
ADVERTISEMENT
Di era digital dengan perkembangan teknologi pelacakan digital yang canggih memungkinkan pihak-pihak tertentu untuk melacak dan mengidentifikasi individu, termasuk sumber berita. Setiap orang hampir semua menggunakan media dan melakukan aktivitas online sehingga meninggalkan jejak digital yang dapat dilacak. Ini membuat sulit bagi sumber berita untuk tetap anonim, bahkan jika mereka menggunakan nama samara atau layanan VPN. Keamanan sumber menjadi ancaman bagi jurnalis jika identitas mereka terungkap. Hak tolak memberikan perlindungan bagi mereka dari tindakan balas dendam, intimidasi, atau bahkan kekerasan. Dengan menjamin kerahasiaan identitas sumber, wartawan dapat membangun kepercayaan dengan sumber-sumber penting,sehingga mereka lebih terbuka untuk berbagi informasi.
Saat sekarang ini berita palsu sangat mudah menyebar dan beredar dimana-mana, sulit bagi publik untuk membedakan antara informasi yang akurat dan yang tidak. Ini dapat memicu keraguan terhadap jurnalis dan sumber berita. Menjadi seorang jurnalis juga harus menguasai bagaimana menggunakan teknologi atau media yang baik dan bijak, sebab sering terjadi serangan siber pada perangkat media, seperti kebocoran data besar-besaran yang dapat mengungkap identitas sumber berita yang sebelumnya dirahasiakan. Banyak kasus cyberbullying dan hate speech yang terjadi di platform media sosial seperti Twitter dan Facebook.
ADVERTISEMENT
Informasi sumber juga dapat terungkap ketika pihak-pihak yang berkepentingan menekan media untuk mengungkapkan identitas sumber. Pejabat pemerintah atau korporasi dapat menggunakan untuk wewenangnya untuk menghambat akses wartawan terhadap informasi publik atau melakukan tindakan diskriminasi terhadap media tertentu. Bahkan pemerintah dapat mengeluarkan undang-undang yang membatasi kebebasan pers dan mengharuskan media untuk mengungkapkan identitas sumber berita.
Tantangan hak tolak jurnlalis dan keamanan sumber perlu diperhatikan. Dengan hal ini pemerintah perlu adanya penguatan perlindungan hukum agar hak tolak wartawan dan kebebasan pers tetap dijunjung tinggi. Masyarakat juga perlu diberikan pendidikan tentang pentingnya privasi dan cara-cara untuk menghindari pelacakan digital. Lalu, penggunaan teknologi enkripsi yang kuat dan alat anonimisasi lainnya dapat membantu melindungi identitas sumber berita. Kemudian, seorang jurnalis perlu menekankan kode etik jurnallistik akan pentingnya melindungi identitas sumber berita. Serta bekerjasama dengan organisasi jurnalistik internasional untuk memperkuat perlindungan terhadap hak tolak di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT