Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Penyakit Wartawan Amplop, Ketika Berita Dibeli Dan Kebenaran Dijual
28 Agustus 2024 19:30 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rahmad Rafildi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa itu Wartawan Amplop?
Wartawan amplop adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada seorang jurnalis yang menerima suap atau imbalan finansial dari narasumber atau pihak terkait dengan berita yang mereka liput. Imbalan ini biasanya diberikan dalam bentuk uang tunai yang dimasukkan dalam amplop, sehingga muncul istilah "wartawan amplop".
ADVERTISEMENT
Istilah ini muncul karena praktik pemberian uang suap ini sering dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan memberikan uang tunai dalam amplop kepada wartawan. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi isi berita yang akan dimuat, sehingga berita yang dihasilkan tidak lagi objektif dan independen, melainkan sudah diwarnai oleh kepentingan pihak yang memberikan suap
Dampak Wartawan Amplop Terhadap Dunia Jurnalisme:
1. Hilangnya Objektivitas: Berita yang dihasilkan oleh wartawan amplop tidak lagi objektif dan independen. Berita tersebut cenderung memihak kepada pihak yang memberikan suap dan mengabaikan fakta-fakta yang tidak menguntungkan bagi pihak tersebut.
2. Menurunnya Kredibilitas Media: Praktik wartawan amplop dapat merusak kredibilitas media secara keseluruhan. Masyarakat akan semakin sulit mempercayai berita yang disajikan oleh media jika diketahui bahwa banyak berita yang dihasilkan berdasarkan kepentingan bisnis atau politik.
ADVERTISEMENT
3. Menghambat Demokrasi: Informasi yang tidak akurat dan bias dapat mempengaruhi opini publik dan menghambat proses demokrasi. Masyarakat tidak dapat mengambil keputusan yang tepat jika informasi yang mereka terima tidak benar.
4. Korupsi: Praktik wartawan amplop adalah bentuk korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Uang suap yang diberikan kepada wartawan berasal dari uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik.
5. Konflik Kepentingan: Wartawan amplop berada dalam konflik kepentingan karena mereka harus memilih antara mengejar kebenaran atau mengejar keuntungan pribadi. Hal ini dapat merusak integritas profesi jurnalistik.
Hal ini akan menjadi penyakit bagi dunia Pers. Praktik wartawan amplop dapat merusak integritas dan kredibilitas dunia jurnalisme. Praktik ini bisa menyebar dan menginfeksi banyak pihak, mulai dari wartawan individu hingga institusi media secara keseluruhan. Masalah ini bukan sekedar gejala sementara, melainkan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan jangka panjang. Praktik seorang wartawan seperti ini sangat berbahaya dan fatal bagi kesehatan demokrasi dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Awal mula praktik ini dapat terjadi ketika biasanya pihak yang ingin mempengaruhi berita akan menghubungi wartawan secara langsung atau melalui perantara. Pihak tersebut kemudian akan menawarkan imbalan finansial kepada wartawan, dapat dalam bentuk uang tunai yang dimasukkan dalam amplop. Selain uang, terkadang juga praktik ini bermula dari bentuk silahturahim yang tidak memiliki maksud selain ingin mempererat hubungan satu sama lain. Namun, hal ini terus berlanjut menimbulkan rasa segan atau ketagihan sehingga pihak pemberi memperoleh suatu kepercayaan dari pihak penerima atau wartawan. Dan hal ini lah yang menjadi praktik yang dimanfaatkan untuk hal-hal yang sangat merugikan baik jurnalis maupun publik.
Faktor Penyebabnya?
Pertama, Tekanan Ekonomi dan Persaingan Ketat dalam Jurnalisme. Tekanan ekonomi yang tinggi dan persaingan yang semakin ketat di industri media merupakan salah satu faktor utama yang mendorong munculnya praktik wartawan amplop. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang rentan terhadap korupsi dan manipulasi informasi. Banyak wartawan, terutama yang bekerja di media kecil atau menengah, menerima gaji yang relatif rendah, kemudian biaya operasional yang tinggi bahkan dalam ekonomi yang sulit, perusahaan media seringkali melakukan pemotongan anggaran.
ADVERTISEMENT
Kedua, Lemahnya pengawasan. Kurangnya regulasi yang jelas dan sanksi yang tegas terhadap praktik wartawan amplop mejadi celah bagi oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan korupsi dalam dunia jurnalisme.
Ketiga, Praktik korupsi yang sudah menjadi bagian dari system. Budaya korupsi yang sudah menjadi bagian dari sistem merupakan salah satu faktor utama yang mendorong maraknya praktik wartawan amplop. Ketika korupsi menjadi hal yang biasa dan dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, maka praktik-praktik yang tidak etis, seperti menerima suap, menjadi lebih mudah diterima dan dibenarkan.
Penanganan praktik ini perlu:
1. Penguatan Regulasi: Pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih komprehensif dan tegas untuk mengatur industri media. Regulasi ini harus mencakup ketentuan mengenai larangan menerima suap, kode etik jurnalistik, serta sanksi bagi pelanggar.
ADVERTISEMENT
2. Peningkatan Pengawasan: Pemerintah dan organisasi profesi wartawan perlu meningkatkan pengawasan terhadap praktik jurnalisme. Pengawasan dapat dilakukan melalui mekanisme self-regulation oleh organisasi profesi dan pengawasan eksternal oleh lembaga independen.
3. Penegakan Hukum yang Konsisten: Aparat penegak hukum harus konsisten dalam menindak pelaku korupsi dalam jurnalisme. Proses hukum harus transparan dan adil, sehingga memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
4. Peningkatan Literasi Hukum: Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hukum yang berlaku terkait dengan media dan jurnalisme. Hal ini penting agar masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi kinerja media