Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemilu Serentak 2019: Refleksi dan Tantangan
17 Juni 2023 14:16 WIB
Tulisan dari Rahmah Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilu 2019 untuk pertama kalinya dalam perjalanan sejarahnya digelar secara bersamaan. Pada tahun 2019, digelar pemilihan umum yang melibatkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD yang semuanya dilaksanakan secara serentak. Menurut Keputusan Mahkamah Konstitusi, penyelenggaraan pemilihan umum secara serentak bertujuan untuk mengurangi beban keuangan negara, mencegah praktik politik yang mahal bagi peserta pemilu, menghindari politik uang yang melibatkan pemilih, mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau upaya politisasi birokrasi, serta meningkatkan efisiensi kerja pemerintah. Melalui pemilihan serentak ini, diharapkan kualitas demokrasi Indonesia, terutama pemerintah dan masyarakat secara umum, dapat meningkat, dan hal ini dapat dipelajari dari sudut pandang politik.
ADVERTISEMENT
Meskipun Pemilihan Umum Serentak tahun 2019 telah berakhir, pemilihan ini menghadapi berbagai tantangan baik dalam hal teknis maupun upaya untuk membuktikan apakah pemilu serentak yang diadakan di Indonesia pada tahun tersebut dapat menunjukkan keunggulan-keunggulan yang menjadi alasan di balik perubahan prosedur pemilihan, yang sebelumnya terpisah antara pemilihan anggota legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan kepala daerah. Walau tujuan awal pemilihan umum serentak adalah efisiensi, pemilihan tahun 2019 menghabiskan sumber daya dan dana peserta pemilu, dan durasi kampanye yang panjang menimbulkan tantangan bagi peserta dan penyelenggara. Di Indonesia yang memiliki wilayah yang luas, diharapkan pengaturan kampanye yang berkepanjangan ini dapat dimanfaatkan secara efektif oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif melalui partai politik pendukung dan tim kampanye mereka. Harapannya adalah dengan waktu kampanye yang panjang ini, seluruh warga negara dapat mengenal visi, misi, dan program pembangunan untuk lima tahun ke depan. Sayangnya, di lapangan, kampanye cenderung lebih fokus pada mencari pendukung yang akan memilih kandidat pada hari pemilu dan hanya fokus kepada calon presiden dan wakil presiden. (Aziz dkk., 2019).
ADVERTISEMENT
Pemilu serentak adalah suatu proses demokratis yang melibatkan pemilihan beberapa lembaga demokrasi secara bersamaan dalam satu waktu. Geys dalam penelitian Harris (2016) menjelaskan bahwa pemilihan tersebut meliputi pemilihan eksekutif dan legislatif di berbagai tingkatan, baik tingkat nasional, regional, maupun tingkat lokal, di negara yang terkait. Dalam praktiknya, pendekatan yang sering digunakan dalam desain pemilu serentak adalah menggabungkan pemilihan eksekutif dan legislatif ke dalam satu proses pemilihan yang sama. Melalui pemilu serentak, masyarakat dapat memilih pemimpin eksekutif seperti presiden, gubernur, atau walikota, sekaligus memilih wakil-wakil mereka di parlemen atau dewan legislatif. Konsep ini memiliki manfaat dalam meningkatkan efisiensi proses pemilihan dan mengurangi biaya serta waktu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan secara terpisah. Dengan adanya pemilu serentak, tercipta kesempatan bagi pemilih untuk secara komprehensif mengevaluasi dan memilih pemimpin dan perwakilan mereka di berbagai tingkatan pemerintahan (Haris, 2016).
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan pemilu serentak memberikan beberapa pelajaran penting untuk perbaikan di masa depan. Pertama, asumsi bahwa pemilu serentak akan lebih efisien secara anggaran belum terbukti. Pemilu serentak lima kota pada tahun 2019 ternyata menghabiskan anggaran yang lebih besar daripada pemilu terpisah antara legislatif dan eksekutif pada tahun 2014. Meskipun belum memperhitungkan inflasi dan kenaikan biaya selama lima tahun tersebut, pemilu serentak masih belum mampu mencapai efisiensi biaya yang diharapkan (Sucipto, 2019).
Kedua, pemilu serentak dapat mengurangi konflik yang terjadi. Ini tidak terbukti karena terbentuknya aliansi partai politik dalam upaya mencalonkan presiden, seperti Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih. Polarisasi politik yang tinggi ini dapat memicu pembelahan masyarakat. Pemilu 2019 justru menunjukkan keberadaan dua kubu politik di masyarakat. Hal tersebut juga mengkhawatirkan potensi konflik pasca pemilu (Ramadhan, 2022)
ADVERTISEMENT
Ketiga, harapan bahwa pemilu serentak dapat membantu pemilih dalam memilih berdasarkan program dan ide calon legislatif dan presiden belum ternyata terbukti. Terdapat ketimpangan di mana program calon presiden dan wakil presiden mendapatkan lebih banyak attention publik dan media daripada calon legislatif (Nababan, 2023). Hal ini menyebabkan terjadinya praktik "rational ignorance" atau pemilihan yang tidak berdasarkan informasi yang memadai.
Keempat, asumsi tentang pemilihan serentak yang akan menjadi lebih transparan juga masih belum terkonfirmasi sepenuhnya. Justru, terdapat temuan mengenai dugaan praktik politik yang melibatkan transaksi, seperti penangkapan calon legislatif yang membawa amplop berisi uang yang diduga digunakan untuk membeli dukungan pemilih. Temuan yang sama juga tersebar di wilayah-wilayah yang berbeda. (Patricia, 2019). Fakta tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat kekurangan dalam menjaga integritas pemilihan.
ADVERTISEMENT
Kelima, belum ada bukti yang membenarkan asumsi bahwa pemilihan umum serentak akan mengurangi kelelahan politik. Kelelahan politik terjadi bukan karena frekuensi pemilu, tetapi karena tingkat kompetisi yang tinggi. Isu-isu negatif dan kampanye yang penuh kebencian seringkali mendominasi pemilu, sehingga masyarakat terbelah menjadi dua kubu yang bersaing. Perbedaan politik ini dapat menjadi sumber konflik di masyarakat.
Keenam, peningkatan partisipasi pemilih pada pemilu serentak tidak sepenuhnya didorong oleh alasan ideologis, melainkan lebih disebabkan oleh persaingan yang sengit antara calon. Meskipun pemilu serentak berhasil menarik minat pemilih dengan angka partisipasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilu terpisah, motivasi utama pemilih cenderung berkaitan dengan faktor kompetitif yang intens. Isu-isu kontroversial, kampanye agresif, dan polarisasi politik yang tinggi dapat mempengaruhi pemilih untuk aktif dalam pemilu, namun kurangnya fokus pada ideologi dan program calon masih menjadi tantangan yang perlu diperbaiki di masa depan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemilu serentak membawa peningkatan tugas yang harus diemban oleh penyelenggara pemilu. Koordinasi pelaksanaan tiga jenis pemilihan secara simultan membutuhkan pengawasan yang teliti. Proses perhitungan suara, pemrosesan data, dan pengumuman hasil menjadi lebih kompleks. Tingkat beban kerja yang tinggi ini dapat menimbulkan tekanan dan memerlukan manajemen yang efisien. Pemilu serentak yang meningkatkan beban kerja bagi penyelenggara pemilu memiliki dampak yang signifikan. Dampaknya meliputi tekanan psikologis, potensi kesalahan, hingga korban jiwa. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan di setiap provinsi, terdapat laporan bahwa 11.239 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengalami sakit, sedangkan 527 orang telah meninggal dunia. (Mashabi, 2020).
Berkaca terhadap pelaksanaan pemilihan umum serentak ini, diharapkan pemilihan umum di tahun 2024 dijalankan dengan lebih matang dan siap agar kejadian di tahun 2019 tidak terulang lagi. Persiapan yang matang, peningkatan transparansi dan partisipasi aktif masyarakat, keamanan pemilu dan penegakan hukum yang kuat, edukasi pemilih yang lebih baik, pembatasan pengaruh uang dalam politik, penekanan pada isu dan program calon, serta evaluasi dan perbaikan setelah pemilu dilaksanakan perlu dilakukan. Implementasi saran-saran ini diharapkan dapat mencapai asumsi-asumsi yang dibuat ketika pemilihan umum serentak diinisiasikan untuk dilaksanakan, seperti efektivitas, pengurangan dana berlebih, dan peningkatan partisipasi aktif dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Aziz, A., Widodo, B.E.C., Ambardi, K., Nuryanti, S., Haris, S. & Wirdyaningsih 2019. Serial Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019: Refleksi Pemilu Serentak 2019. Bawaslu.
Hanan, D. 2016. Memperkuat Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Pemilu Serentak, Sistem Pemilu dan Sistem Kepartaian. Jurnal Universitas Paramadina, 13: 1451–1475.
Haris, S. 2016. Pemilu Nasional Serentak 2019. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mashabi, S. 2020. Refleksi Pemilu 2019, Sebanyak 894 Petugas KPPS Meninggal Dunia. Kompas.com. Tersedia di https://nasional.kompas.com/read/2020/01/22/15460191/refleksi-pemilu-2019-sebanyak-894-petugas-kpps-meninggal-dunia [Accessed 10 Juni 2023].
Nababan, W.M.C. 2023. Perhatian Publik terhadap Pemilu Legislatif Dinilai Masih Rendah - Kompas.id. Kompas.id. Tersedia di https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/04/15/perhatian-publik-terhadap-pemilu-legislatif-masih-rendah [Accessed 10 Juni 2023].
Patricia, S. 2019. Politik Transaksional Picu Pilkada Biaya Tinggi - Kompas.id. Kompas.id. Tersedia di https://www.kompas.id/baca/utama/2019/12/24/politik-transaksional-picu-pilkada-biaya-tinggi [Accessed 10 Juni 2023].
ADVERTISEMENT
Ramadhan, A.B. 2022. Kapolri: Polarisasi Akibat Pemilu 2019 Masih Dirasakan Bangsa. Detik.com. Tersedia di https://news.detik.com/berita/d-6162686/kapolri-polarisasi-akibat-pemilu-2019-masih-dirasakan-bangsa [Accessed 10 Juni 2023].
Sucipto, A.B. 2019. Anggaran Pemilu Naik 61 Persen Jadi Rp25 Triliun. CNN Indonesia. Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190327041218-532-380993/anggaran-pemilu-naik-61-persen-jadi-rp25-triliun [Accessed 10 Juni 2023].