Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pemakzulan Presiden Dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Islam
21 Januari 2024 18:07 WIB
Tulisan dari Rahmat Fauzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI pemakzulan adalah penurunan dari takhta, memberhentikan dari jabatan. Baru baru ini muncul upaya untuk pemakzulan presiden Indonesia yaitu pak presiden ir. H. joko widodo. Menurut Dr. Zainal Arifin Mochtar S.H., LL.M. Impeachment, Pemakzulan, pemberhentian adalah sebenernya tiga istilah yang tidak sama dalam proses penurunan penjatuhan presiden tapi kita anggap hal yang sama saja.

Menurut beliau juga dalam pasal 7a dan 7b UUD 1945 ada 3 rujukan kapan presiden dapat dijatuhkan:
ADVERTISEMENT
Tetapi menurut prof zainal, jalan untuk penurunan presiden harus diliat mekanismenya berdasarkan hukum kalaupun dilakukan oleh ketika masyarakat menyerbu istana untuk menjatuhkan presiden itu tidak mungkin dan dapat saja terkena pasal makar, dan cara yang dapat diambil adalah mengkualifikasi apakah presiden memenuhi 3 cara diatas.
Dalam Hukum Islam buku Ahkam Sulthaniyyah karangan Al-Mawardi:
1. Kredibilatas pribadinya rusak
Rusaknya kredibilitas pribadinya dapat terjadi karena ia melakukan perbuatan yang fasik. Hal ini disebabkan dua macam: ia mengikuti syahwatnya dan mengikuti perkara yang syubhat.
2. kekurang lengakapan anggota tubuh
ADVERTISEMENT
Kekurangan ini masih diperdebatkan karena apakah kekurangan tubuh tertentu dapat menghalangi jabatannya sebagai kepala negara atau kekurangan tersebut mejadikan kepala negara tersebut tidak berwibawa dan terlihat buruk.
3. Bekurang mampuan kepala negara untuk bertindak
Dalam hal ini ketidak mampuan kepala negara untuk bertindak ada dua macam, yaitu hajr 'terkuasai' dan qahr 'tertawan'.
Pengertian hajr adalah jika pembantu pembantunya menguasai dan merebut kendali pemerintahan darinya, namun mereka tidak memperlihatkan kemaksiatan dan membuat kesulitan dalam masyarakat. Hal ini tidak menggugurkan jabatannya dan merusak legalitas jabatannya. Akan tetapi, harus diperhatikan tindakan orang-orang yang menguasai kendali pemerintahan itu. jika berjalan sesuai dengan hukum agama dan keadilan, ia boleh diakui sebagai pelaksana kebijakan negara. jika tindakan tindakan yang mereka perbuat keluar dari rel tuntunan agama dan keadilan, ia tidak boleh diakui dan harus dimintakan pertolongan oleh pihak yang dapat menagkapnya.
ADVERTISEMENT
Adapun qahr jika kepala negara jatuh pada tawanan musuh dan ia tidak dapat membebaskan dirinya dari tawanan itu. maka ia tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sebagai kepala negara dan harus dicarikan secepatnya penggantinya hal ini juga terdapat dalam pendapat ibnu taimiyah dalam kitab siyasah syar'iyyah "enam puluh tahun dipimpin oleh pemimpin buruk itu lebih baik, daripada satu malam tanpa pemimpin".
Menurut penulis ada mekanisme sebagai jalan terkahir ketika pemerintah sudah tidak menjalankan amanatnya untuk kesejahteraan rakyat hal ini tercantum dari dua pandangan diatas ketika pemerintah melakukan perbuatan pidana dan perbuatan tercela maka rakyat dapat memintakan penurunan presiden kepada pihak yang berhak untuk menurunkan presiden dalam hal ini yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum pasal 7A UUD 1945.
ADVERTISEMENT