Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gara-Gara Kesepian di Rumah Tetangga
1 Oktober 2022 20:47 WIB
Diperbarui 12 Oktober 2022 21:01 WIB
Tulisan dari Frendy pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kata pepatah rumah tetangga jadi tempat rumput tumbuh lebih tinggi daripada rumah kita, tetapi tak seperti itu agaknya. Menurutku rumah tetangga tempatnya sunyi macam kuburan dan pilu bagai pemakaman.
ADVERTISEMENT
“Dulu keluarga di situ hidupnya sengsara, untuk makan saja mereka minta tetangga lainnya, tapi tiba-tiba saja jadi kaya dan sejahtera,” ucap ayah ketika jadi narasumber untuk program acara malam Jumat ala-ala stasiun televisi swasta.
Rumah kosong tanpa penghuninya dibiarkan begitu saja. Tak ada itikad baik untuk merobohkan atau menghuninya kembali. Jika dicari penyebabnya mereka akan beralasan “sungkan” sama penghuni aslinya yang hilang tanpa kabar begitu saja dan karena alasan ini juga tetangga sekitar jadi kena getahnya. Genap 18 tahun tinggal di sini dan belum pernah sekalipun aku merasa tak takut ketika menatap penuh tanda tanya ke rumah tetangga. Pikiranku selalu menjerumuskan ke hal-hal negatif yang membawa petaka serta gangguan pada keluarga. Meskipun tak selalu diganggu, namun gangguan pasif seperti ini yang jadi masalah karena rentang waktu gangguannya yang tak pasti.
ADVERTISEMENT
Pernah suatu waktu aku memikirkan bagaimana nasib keluarga penghuni rumah tetangga. Namun serta merta terbesit di pikiran begitu saja perihal teganya mereka meninggalkan rumah terkutuk itu di samping rumahku, dan yang terjadi malam harinya adalah mimpi buruk tentang penampakan hitam besar sedang menatap tajam dari balik jendela rumah tetangga. Belum lagi paginya penampakan itu terealisasikan di kamar mandi rumah.
“Sepertinya jendela kamarmu perlu dipasang penutup dari besi agar kau tak iseng-iseng mengintip ke sana,” ucap Saran tak berguna dari seorang teman.
Ada juga gangguan yang pernah menimpa satu keluarga di sebelah rumah tetangga. Dari kabar angin yang Kudengar. Gangguannya terjadi semalam suntuk dengan bentuk lebih dari satu macam. Sampai-sampai keluarga itu menginap di tetangga lainnya yang berada di sebelah rumah. Tentunya bukan rumahku yang bersebelahan dengan sumber gangguannya. Dengar-dengar dari cerita tetangga sebelah, Bu Darmi sebagai ibu dari keluarga itu sengaja menjemur pakaian di pekarangan rumah tetangga sebelah, karena matahari menyorot pada halaman kosong di depan rumah itu, namun yang harusnya siang sudah kering malamnya malah dapat hadiah tak diduga.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian heboh seperti ini, bagaimana kira-kira pendapat dari warga desa yang diterpa isu teror dari rumah tetangga. Tentu saja hal ini jadi urban legend tersendiri bagi kampung kami. Terlebih lagi setelah Pak haji yang dituakan warga berkata jika dia melihat langsung penampakannya.
“Sebetulnya saya tidak terlalu percaya kalau setan sampai bisa mengganggu manusia segitunya sampai akhirnya saya melihat dan merasakan gangguannya langsung. saya memilih menguatkan iman dan berdoa karena salah-salah saya takut kalau setannya malah dimanfaatkan buat cari nomor togel sama warga” keterangan dari Pak haji yang selalu ia ceritakan pada warga setiap ada yang sowan kerumahnya.
Jika dicari sumber masalahnya darimana. Hal ini masih menjadi misteri entah karena penunggunya yang introvert dan kurang sosialisasi pada tetangga, atau mungkin saja karena ada yang mengganggu tempat bermalamnya sehingga penunggu di sana merasa perlu “menyapa”. Tapi menurutku pribadi, jurik yang satu ini memang sangat sensitif sehingga saat ditatap saja perlu ada konsekuensi yang diterima. Bisa jadi juga karena tak ada yang menghuni rumah singgahnya ia ingin mencari perhatian akibat hidupnya yang serba kesepian dan ketiadaan seseorang sebagai teman cerita.
ADVERTISEMENT
Ada lagi satu cerita tentang pengemis yang hilang ketika singgah di sana. Orang-orang di sini bisa tahu ia hilang karena pengemis itu meninggalkan karung yang biasa ia panggul. Pengemis mana yang melakukan hal tabu seperti meninggalkan karung panggulnya, pikirku. Awalnya yang tau kejadian ini lagi-lagi ayah, seakan tak lelah saat jadi narasumber stasiun televisi, kini pun ia harus diwawancarai polisi.
“Pengemis yang Bapak lihat kemarin sebenarnya kurir narkoba yang selama ini pihak kepolisian cari-cari” ucap Pak polisi Ketika sesi introgasi selesai.
Sontak saja ayah yang saat itu bingung ingin memberi komentar apa berkata, “mungkin memang sudah jadi karma dia Pak, sampai-sampai penunggu disana memberi pelajaran juga”.
ADVERTISEMENT
Hari demi hari kujalani dengan bayang-bayang mengerikan dari eksistensi rumah tetangga. Seakan tiada lelah penunggu di sana memberi sapaan pada kami yang tinggal di sebelahnya. Dia kira kami sudah berapa tahun tinggal di sini sampai perlunya silaturahmi berkali-kali. Jika bicara tentang silaturahmi. Momen kami sekeluarga khususnya aku bisa lepas dari teror ini adalah saat hari raya. Karena hari raya mengharuskan kami ikut budaya mudik dan silaturahmi ke sanak saudara. Kalau di ingat lagi, sungguh 1 minggu yang berharga Ketika aku menjalani hari-hari tanpa teror rumah tetangga. Sayangnya di hari ke delapan saat kami sudah Kembali ke rumah. Disitulah cerita teror baru dimulai.
Tahun 2017 silam, ketika keluarga kami Kembali ke rumah di hari ke delapan setelah libur lebaran. Sambutan pertama yang diterima bukanlah dari tetangga, melainkan penunggu rumah kosong miliknya. Sosok hitam besar yang pernah kulihat di mimpi menghalangi pandangan mobil ayah, akibatnya ayah harus merelakan pagar rumah ditiadakan sementara karena kerusakan yang cukup parah. Bukan karena ditabrak mobil yang ayah kendarai, melainkan karena menyerempet sepeda motor yang kemudian menabrak pagar rumah. Sebagai orang yang rasional, ayah tak mungkin menyalahkan jurik begundal itu. Ia memakai alasan kelelahan untuk menutupi kesalahan pelaku yang tak nampak wujudnya.
ADVERTISEMENT
Karena hal ini sering kali terjadi, ayah melarang saudara untuk menginap di rumah. Katanya sungkan sama mbah di rumah tetangga, namun jika keadaan memaksa, sekali dua kali ada kalanya saudara menginap di rumah. Pernah suatu ketika. Bibi bersama dua anaknya menginap di rumah, tentu saja tak lupa sapaan dari tetangga menyertai kedatangannya. Dari tetangga yang tak nampak pastinya.
Kali ini bentuknya memang “biasa” karena seperti tipikal gangguan lainnya, hanya hawa tidak enak disertai penampakan yang sesekali terjadi, namun bagi orang yang tak pernah mengalami tentu saja hal ini jadi spesial nan istimewa. Tapi pelajaran yang bisa diambil adalah, ketika tidak diizinkan menginap di rumah orang, diharamkan untuk memaksa. Mungkin pikiran pelit ayah yang enggan membiarkan Bibi menginap di rumah sejalan dengan pemikiran begundal yang beberapa waktu lalu tidak sengaja merusak pagar rumah.
ADVERTISEMENT
Setengah hidup kulewati bersamanya tanpa pernah memperbaiki tali silaturahmi antara kami. Setidaknya belum sampai seumur hidup karena pada akhirnya kami sekeluarga harus mengalah. Meninggalkan rumah yang di dalamnya banyak kenangan yang jauh dari kata indah, bahkan pagarnya sendiri merupakan korban tabrak lari. Ibu yang biasanya diam dan menerima kenyataan akhirnya bersuara karena tak terima kakaknya jadi korban perundungan setan. Ayah menurut saja, karena sudah tak berdaya dan lelah jika tiap hari berlalu seperti ini.
“Tenang Ayah, bukan kau saja yang merasa seperti itu,” ucapku sambil menepuk pundaknya.
Akhirnya hari yang jadi harapan kami tiba. Esoknya kami benar-benar pergi. Jika ada gangguan di hari aku dan keluarga beranjak pergi untuk pindah. Itu artinya ia yang tak kasat mata ingin memberi sapaan perpisahan untuk terakhir kalinya. Lalu khusus untuknya. Sudah kusiapkan kata-kata duka nan penuh makna. “Yang datang pasti akan pergi, yang singgah pasti akan gundah, kuucap kata perpisahan dan terima kasih, untukmu yang kesepian di rumah tetangga”.
ADVERTISEMENT