Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Siswa Kita Butuh Masa Kecil yang Berwarna
16 Juni 2024 18:21 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Frendy pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa kecil pada anak-anak dilalui dengan perkembangan sistem kognitif yang siginifikan dan sangat dipengaruhi oleh ligkungan mereka. Lingkungan yang ramah akan menghasilkan perkembangan sistem kognitif pada anak menuju ke arah yang baik. Dan sebaliknya, lingkungan yang tidak kondusif dan terlalu mengekang anak akan membuatnya cenderung susah untuk mengembangkan sistem kognitif sesuai perkembangan yang seharusnya ia alami.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif baik dari segi internal dan eksternal si anak. Akan tetapi, Imajinasi anak yang dibatasi juga akan mempengaruhi perkembangan masa kecil mereka.
Masa kecil anak sudah sepatutnya berwarna dan ceria, namun sistem Pendidikan di negeri kita mencekoki anak dengan pembelajaran dan materi ajar yang kurang efektif sebagai sarana perkembangan kognitifnya.
Misalnya anak sekolah dasar yang dituntut gurunya untuk mengerjakan berbagai macam tugas sekolah demi ketuntasan nilainya. Sehingga, pada akhirnya anak itu akan kehilangan waktunya untuk bermain dan berimajinasi dengan dunianya.
Belajar itu memang sangat penting dan perlu ditanamkan pada anak sejak sangat dini, namun materi ajar yang dicekoki secara berlebihan demi mencapai target capaian pembelajaran juga tidak bisa dibenarkan dari sisi penerapannya.
ADVERTISEMENT
Melalui studi kasus yang dilakukan pada siswa kelas 3 Sekolah Dasar, dengan padatnya muatan materi yang diberikan akankah perkembangan sistem kognitif pada siswa bisa berkembang ke arah yang seharusnya? Melalui observasi yang penulis lakukan bersama beberapa rekan dari Universitas Brawijaya, dari total 20 siswa kelas 3 Sekolah Dasar yang kami observasi mengenai hambatan membaca yang jadi faktor dasar dari perkembangan kognitif anak. Hanya 7 anak yang lancar membaca dan sisanya terbagi mulai dari membaca dengan terbata-bata, membaca dengan sedikit bantuan, dan bahkan ada yang tidak bisa membaca sama sekali.
Data ini menunjukkan kalau padatnya muatan materi pembelajaran yang diberikan pada anak kelas 3 Sekolah Dasar tidak jadi jaminan kalau kemampuan dasar seperti membaca jadi berkembang dengan baik. Bahkan, dari total 20 siswa tidak sampai 50% nya bisa membaca dengan lancar. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan cakupan materi dan tugas sekolah yang guru berikan sebagai tuntutan belajar.
Dari hasil yang penulis simpulkan, maka penulis berpikir kalau seorang anak kelas 3 Sekolah Dasar yang notabenenya masih berumur 8-9 tahun dan seharusnya berada pada tahun operasional konkret jika mengacu pada teori perkembangan kognitif Piaget kemampuan dasarnya seperti membaca masih mengalami hambatan. Padahal, hal ini tidak seharusnya terjadi pada perkembangan rata-rata anak berumur 8-9 tahun. Akan tetapi, hasil yang cenderung buruk jika mengacu pada aspek akademis itu berbanding terbalik jika siswa lebih diberikan waktu lebih leluasa untuk mengembangkan imajinasinya.
ADVERTISEMENT
Ketika siswa dengan rentan umur 8-9 tahun diberikan buku dongeng bergambar dan warna-warni. Atensi mereka lebih tertuju pada buku dongeng tersebut ketimbang buku pelajaran. Hal ini bisa dibuktikan dari 7 anak yang terhambat kemampuan membacanya, mereka jadi lebih antusias dan semangat dalam belajar membaca.
Jika metode ini rutin dilakukan, maka bisa dipastikan kalau hambatan membaca pada siswa bisa diminimalisir dengan metode membaca buku dongeng yang membangkitkan sisi imajinatif pada anak. Karena pada hakikatnya, anak-anak di rentan umur itu masih perlu beragam warna (imajinasi) dan keceriaan yang menghiasi di kehidupan masa kecilnya.