Kemajuan Politik dan Peradaban Islam Di Bawah Pemerintahan Jokowi

Rahmat Sahid
Konsultan Media & Komunikasi, Penulis Buku Biografi & Sosial Politik
Konten dari Pengguna
24 Juni 2019 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmat Sahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Rahmat Sahid
Penulis Buku Ensiklopedia Keislaman Bung Karno
ADVERTISEMENT
__________
Tak ada isu yang efektif untuk menyerang Presiden Jokowi selain menuduhnya sebagai PKI dan anti Islam. Itu kira-kira yang menjadi kesimpulan atau setidaknya persepsi untuk memposisikan Jokowi, baik persepsi lawan politiknya maupun para pendukung Jokowi itu sendiri.
Bagi lawan politik Jokowi, setidaknya isu itu sudah dihembuskan di awal Pemilu 2014 untuk mendiskreditkan mantan Walikota Solo dan Gubernur Jakarta itu. Dan isu yang sama dengan strategi daur ulang dilakukan lagi kala Pemilu 2019 dimana Jokowi merupakan capres petahana.
Sementara bagi para pendukung Jokowi, asumsi atau kesimpulan semacam itu juga disadari betul yang kemudian mereka inventarisir untuk menangkis serangan yang menggunakan kedua isu tersebut. Bahkan, tidak hanya disadari oleh pendukungnya, Presiden Jokowi pun menyadari bahwa kedua isu itu ketika tidak direspon secara positif akan semakin menambah banyak publik yang percaya dengan tudingan politik dirinya PKI dan anti Islam.
ADVERTISEMENT
Kita bisa menyimak betapa banyak dan berulangkali Jokowi mengklarifikasi dua isu itu dalam berbagai kesempatan. Itu mungkin perlu dilakukan Presiden Jokowi agar tidak semakin banyak masyarakat yang tersesatkan oleh opini yang sengaja digunakan untuk menyerangnya secara politik, mengingat Presiden Jokowi memang cukup percaya diri susah diserang dari sisi kinerja maupun prestasinya. Karena dari sisi itu, berbagai survei menunjukkan kinerjanya di berbagai bidang diapresiasi publik, terlihat dari tingginya tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan yang dipimpinnya.
Lalu yang menjadi pertanyaan, sebenarnya bagaimana kondisi politik dan peradaban Islam di era kepemimpinan Presiden Jokowi? Di tulisan ini tidak hendak mengupas soal tudingan PKI, karena betapapun isu itu lumayan efektif untuk menyerang Jokowi, tetapi dari sisi fakta memang jelas bahwa itu murni sebagai isu serangan politik. Yang justru menarik dicermati adalah soal dinamika politik Islam dan perkembangan peradabannya.
ADVERTISEMENT
Islam Politik dan Politik Islam
Di tengah trend budaya hijrah dengan paradigma sempit-ibarat meyakini keyakinan dan ilmu tetapi tanpa guru-, Islam Politik di Indonesia belakangan ini berkembang pesat, seiring dengan perkembangan dunia informasi dan media sisial. Sebagian masyarakat yang dari segi ekonomi mewakili kelas menengah ke atas, yang mungkin saja distreskan dengan kondisi rutinitas, banyak yang melakukan pelarian spiritual menjadi sosok yang paling islami. Masyarakat inilah yang akan dengan mudah menjadi lading berkembangnya Islam Politik-yang awalnya digelorakan oleh organisasi transnasional seperti HTI. Ustadz di youtube dank anal-kanal yang mengatasnamakan Islam menjadi sarana yang efektif untuk memasifkan gerakan Islam Politik. Sebagian menyadari bahwa ending atau muara dari Islam Politik ini adalah khilafah, mengganti Ideologi Pancasila-konsensus bersama yang telah diputuskan oleh para pendiri bangsa- yang mereka anggap sebagai toghut. Dan berdasarkan risert yang dilakukan Alfara, sebagian aparatur sipil Negara dan sejumlah pejabat BUMN memang terpapar dengan gerakan Islam Politik itu.
ADVERTISEMENT
Ini yang tentu perlu direspon oleh pemerintah untuk, agar dalam mengejewantahkan Nawacita dan Trisakti (Berdaulat dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi, dan Berkebribadian dalam Budaya) bisa berjalan efektif.
Tentu, respon pemerintah dalam menyikapi Islam Politik itu penuh risiko. Mereka sudah mengintai apapun kebijakan Jokowi dalam konteks membatasi gerak Islam Politik itu pasti akan dialamatkan sebagai upaya pembungkaman atas umat Islam. Itu yang selalu dinarasikan dalam melakukan serangan politik kepada pemerintahan Jokowi--yang dari sisi pribadinya jelas merupakan umat Islam dan dalam politiknya juga menerapkan nilai-nilai Islam—dari awal kepemimpinannya hingga jelang periode keduanya.
Kita bisa menyimak bagaimana salah satu penulis yang karyanya sering viral dengan narasi memojokkan Jokowi dengan berbagai isu yang menyerempet SARA, yakni Hersubeno Arief. Penulis yang menurut beberapa rekan wartawan adalah “orang PKS” pendukung pasangan 02 di Pilpres 2019 itu di banyak tulisannya menarasikan bahwa Presiden Jokowi dalam kebijakan politiknya merugikan umat Islam. Suatu kesimpulan yang bisa ditarik bagi mereka yang merepresentasikan dirinya di gerakan Islam Politik.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisannya baru-baru ini dengan judul: Nasib dan Masa Depan Umat Islam Di Bawah Pemerintahan Jokowi, jelas sekali narasinya memang untuk kepentingan gerakan Islam Politik dengan mengeneralisir seolah merepresentasikan semua umat Islam. Misalkan narasi paragraf pertama di tulisannya sebagai berikut:
“Bagaimana nasib umat Islam di Indonesia seandainya Jokowi dinyatakan menang kembali pada Pilpres 2019, sudah mulai tergambar. Jika Anda seorang pegawai negeri, atau profesional yang ingin menjadi pejabat di sejumlah BUMN, kebetulan beragama Islam, maka bersiap-siaplah untuk kecewa, atau sebaiknya mengurungkan niat”
Sangat jelas provokatif dan pesannya sarkastik, tak mempertimbangkan bahwa jutaan pendukung Presiden Jokowi, ribuan aparatur sipil Negara dan pejabat BUMN sangat tersinggung dengan pesan dari tulisan itu. Belum lagi, apakah tidak sedikit menaruh hormat dan sikap ta’zim terhadap ratusan bahkan ribuan ulama yang juga memberikan masukan baik langsung atau tidak terhadap pemerintahan Jokowi?.
ADVERTISEMENT
Sementara di sisi lain, Presiden Jokowi dan jajarannya yang mencoba menerapkan Politik Islam, yakni menjalankan politik dengan nilai-nilai Islam dianggap tidak menguntungkan, bahkan membatasi ruang gerak mereka dari kelompok yang menggunakan strategi Islam Politik, yang dalam praktiknya tidak sedikit atau tidak jarang dengan melancarkan fitnah serta menyesatkan/mengkafirkan lawan politiknya. Gerakan ini yang seringkali menjadikan Islam hanya sebagai tameng untuk kepentingan politiknya.
Politik dan Peradaban Islam di Bawah Pemerintahan Jokowi
Ada begitu banyak yang bisa diuraikan, untuk bisa membuktikan bagaimana majunya politik dan peradaban Islam di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
1. Indonesia Jadi Rujukan Peradaban Islam Dunia
Dalam upayanya menjadikan Indonesia-negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia- sebagai rujukan peradaban dunia Islam, Presiden Jokowi telah menginisiasi didirikannya Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Depok, Jawa Barat. Presiden Jokowi sendiri yang meresmikan peletakan batu pertama pada pertengahan 2018 lalu dengan harapan ke depan kampus tersebut baik dari sisi desain, tata ruang betul-betul menjadi kampus masa depanyang menjadi pusat kajian, dan penelitian peradaban Islam.
ADVERTISEMENT
2. Tokoh Muslim Dunia Paling Berpengaruh
The Royal Islamic Strategic Studies Centre yang berkedudukan di Amman, Jordania menempatkan Presiden Jokowi di posisi ke-16 dari deretan 50 tokoh muslim dunia paling berpengaruh tahun 2019. Hal itu menunjukkan pengakuan dunia atas kiprah Presiden Jokowi selama ini di dunia Islam.
3. Bank Wakaf Mikro
Hingga saat ini, lebih dari 40 Bank Wakaf Mikro sudah diluncurkan di puluhan pondok pesantren dengan masing-masing Bank Wakaf Mikro digelontorkan modal Rp8 miliar. Didirikannya bank wakaf mikro bertujuan untuk memudahkan akses masyarakat desa dan ponpes kepada layanan perbankan. Sebab, selama ini mereka mengalami kendala administrasi dan jaminan. Padahal masyarakat perlu akses ke layanan perbankan untuk modal kerja dan investasi.
ADVERTISEMENT
4. Rutin Kunjungi Pondok Pesantren
Selama kepemimpinannya, Presiden Jokowi sangat dekat dengan dunia pesantren dan juga ulama serta habaib di Indonesia. Sebab, hampir di setiap bulannya Presiden Jokowi mengagendakan mengunjungi ponpes dalam kunjungan kerja ke daerah. Jelas, kunjungan itu tak sekadar seremonial, tetapi juga membawa program yang diorientasikan untuk kemajuan dunia pondok pesantren.
5. Dekat dengan Ormas Islam
Presiden Jokowi dikenal punya kedekatan dengan organisasi kemasyarakat (ormas) berbasis keislaman seperti Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta ormas keislaman lain dalam mensinergikan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Khusus untuk dua ormas yang punya investasi besar pada kemerdekaan Indonesia itu, Presiden Jokowi bagai tak terhitung lagi bagaimana keberpihakan dan perhatiannya, baik dalam hal pengembangan pendidikan maupun kesehatan dan pemberdayaan umat. Demikian juga perhatian Jokowi terhadap ormas keislaman lainnya seperti Syarikat Islam Indonesia (SII), Al Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Ittihadiyah, Persatuan Umat Islam, Mathlaul Anwar, dan Al Irsyad Al Islamiah, dan juga ormas-ormas keagamaan yang lain. Dalam rangka meningkatkan sinergisitas, Presiden Jokowi selalu melibatkan mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Kecuali ormas-ormas yang memang posisi awalnya adalah menggerogoti kedaulatan dan wibawa pemerintahan yang sah.
ADVERTISEMENT
6. Menetapkan Hari Santri Nasional
Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 lalu telah menetapkan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober. Penetapan Hari Santri ini Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tertanggal 15 Oktober 2015. Tanggal 22 Oktober dipilih berdasarkan pertimbangan karena mempresentasikan subtansi kesantrian, yakni spritualitas dan patriotism. Merujuk ketika Kiai Haji Hasyim Asyari mengumumkan fatwa yang masyhur disebut Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, merespons agresi Belanda yang kedua.
7. membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS)
Presiden Jokowi melalui Perpres Nomor 91 Tahun 2016 telah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Bahkan, KNKS ini dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi. Semangatnya membentuk dan memimpin langsung KNKS ini karena Jokowi melihat Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia tetapi nyatanya ekonomi syariah baru 5%, jika dibandingkan Malaysia yang mencapai 23%, Arab Saudi 51%, dan UEA 19%. Jokowi berharap melalui KNKS ekonomi syariah bisa meningkat signifikan layaknya Negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim.
ADVERTISEMENT
8. Dewan Pembina Majelis Dzikir Hubbul Wathon
Di era kepemimpinan Presiden Jokowi, di Istana Merdeka rutin digelar zikir dengan wadah Majelis Dzikir Hubbul Wathon, dimana Presiden Jokowi merupakan Dewan Pembina. Dalam beberapa kegiatan zikir, setidaknya 1.000 ulama dari seluruh Indonesia hadir dengan sekitar 2.000 jemaah yang terdiri dari jamaah majelis taklim se-Jabodetabek dan majelis taklim Banten dan daerah Jawa.
9. Memilih Ulama Sebagai Cawapres
Dipilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres oleh Presiden Jokowi untuk Pilpres 2019 menunjukkan bagaimana keberpihakannya pada umat dan dunia Islam pada umumnya. Tidak sekadar ulama, yang dipilih Jokowi adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia yang juga pimpinan tertinggi di NU. Dengan keberadaan KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres di periode kedua Presiden Jokowi nanti, maka dipastikan politik dan peradaban Islam ke depan akan semakin terlihat nyata. Tidak terlalu muluk jika ke depan Indpnesia bisa menjadi rujukan peradaban dunia Islam.
ADVERTISEMENT
Itu baru Sembilan poin saja yang diuraikan. Namun, tidak sulit juga kalaupun mau mengupas hingga 99 poin keberpihakan Jokowi pada Islam atau perannya dalam memajukan politik dan peradaban Islam Indonesia. Masih kurang, 999 poin pun tidak akan sulit. Yang sulit adalah meyakinkan mereka yang sudah tutup mata dan hati untuk bisa melihat satu saja dari sekian banyak hal baik yang dilakukan Presiden Jokowi untuk negeri ini, agar hati dipikiran mereka tidak dikuasai nafsu amarah dan rasa benci.
Dengan deretan kebaikan program serta apa yang telah dilakukan Presiden Jokowi, terutama untuk umat Islam, maka tidak mengherankan dan tidak berlebihan ketika ketika dalam survei Indikator Politik Indonesia terpotret bahwa mayoritas pemilih dari kalangan Islam menempatkan pilihannya ke pasangan nomor 01 atau bagi Jokowi-KH Ma’ruf Amin. Dalam survei yang dirilis beberapa hari sebelum hari pencoblosan itu menunjukkan tingkat keterpilihan pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin dari kalangan pemilih Islam sebesar 50,9%, sedangkan pasangan nomor urut 02 hanya 41,6%.
ADVERTISEMENT