Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Meninjau Kembali Efektivitas Kegiatan IISMA
6 Agustus 2024 14:51 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rahmat Tri Prawira Agara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selain kegiatan magang bersertifikat/studi independen, IISMA adalah kegiatan yang paling banyak diikuti oleh mahasiswa/i dalam program kampus merdeka. IISMA sangat menarik bagi mahasiswa/i karena menawarkan kesempatan untuk belajar di universitas-universitas di luar negeri dengan biaya dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kalau melihat dari data yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, sejauh ini dana anggaran sebesar 400 milyar rupiah telah dikeluarkan untuk membiayai kegiatan IISMA selama 3 tahun terakhir. Karena anggarannya yang sangat besar ini, belakangan mulai ada sekelompok orang yang mempertanyakan tujuan serta manfaat dari diadakannya kegiatan tersebut.
Ada yang menyebutkan bahwa IISMA adalah program yang tidak tepat sasaran karena penerima program tersebut pada kenyataannya tidak benar-benar serius belajar di universitas tujuan dan hanya memanfaatkan dana pemerintah untuk jalan-jalan di luar negeri saja.
Ada pula yang menyebutkan bahwa para alumni dari kegiatan ini tidak menunjukkan kontribusi dan perubahan yang nyata setelah selesai menjalani kegiatan belajarnya di luar negeri sehingga kegiatan ini dianggap hanya membuang-buang anggaran saja.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya jika dilihat secara lebih berimbang, ada beberapa hal detail yang perlu diketahui dari kegiatan IISMA yang sudah berlangsung selama ini.
Pertama, jangka waktu kegiatan IISMA hanya berlangsung selama 4-5 bulan saja (1 semester) saja. Dalam rentang waktu yang pendek itu, rasanya agak kurang realistis apabila kita mengharapkan ada kontribusi yang signifikan dan monumental dari alumni setelah kegiatan selesai dilaksanakan.
Ekspektasi yang kurang tepat ini juga mirip dialami pada program KKN yang dijalankan oleh mahasiswi/i. Apakah selama 1-2 bulan saja para mahasiswa/i bisa diharapkan membuat gebrakan di suatu daerah? Sementara kepala daerah dengan masa jabatan selama 5 tahun saja belum tentu bisa membuat kemajuan di daerah tersebut.
Kegiatan seperti IISMA, KKN, magang, dan kegiatan-kegiatan lain dengan durasi waktu pendek sejenisnya sebenarnya lebih tepat dianggap sebagai bentuk pelatihan, pembelajaran, dan sarana awal untuk mendapatkan pengalaman saja. Untuk mencetak ahli dan menghasilkan inovasi tentu saja memerlukan waktu yang lama dan tidak bisa dihasilkan dalam waktu yang pendek.
ADVERTISEMENT
Kedua, kegiatan IISMA hanya membatasi peserta untuk mengambil maksimal 4 mata kuliah saja. Mata kuliah yang ditawarkan ditentukan oleh universitas tujuan dan peserta dibebaskan untuk mengambil mata kuliah baik yang linear maupun yang tidak linear dengan program studinya.
Karena pemilihan mata kuliah ini dibebaskan kepada peserta kegiatan, dalam prakteknya terdapat beberapa peserta yang memilih untuk mengambil mata kuliah yang sedikit (1-2 saja), memilih mata kuliah dengan kepadatan/kesulitan yang rendah, atau memilih mata kuliah yang tidak berhubungan dengan keahlian program studinya (misalnya mahasiswa/i kimia yang mengambil mata kuliah sejarah).
Tentu kebebasan ini punya maksud yang baik agar para peserta dapat menyesuaikan minat dan mengukur kemampuan dirinya agar tidak kesulitan saat mengikuti perkuliahan nanti. Tetapi model pengambilan mata kuliah yang fleksibel dan tidak dikontrol ini juga memiliki kekurangan karena tujuan untuk mendapat pengalaman dan ilmu dari belajar di luar negeri bisa saja menjadi tidak efektif dan seperti kritik yang telah dikemukakan di atas, waktunya di luar negeri hanya dipakai untuk jalan-jalan saja.
ADVERTISEMENT
Mau bagaimanapun skema yang dipilih oleh peserta kegiatan, entah itu mengambil mata kuliah yang sedikit atau mengambil mata kuliah yang tidak linear dengan program studinya, keduanya akan sama-sama dihitung dan dikonversi menjadi 20 SKS ketika peserta kembali ke universitas asalnya di Indonesia.
Ketiga, anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan IISMA salah satunya bersumber dari LPDP. Seperti yang telah diketahui bersama, LPDP merupakan dana abadi yang diperuntukkan untuk membiayai kuliah Pascasarjana (S2 & S3) baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Apabila tujuan dari diadakannya IISMA adalah untuk memberikan pengalaman dan wawasan global kepada para pesertanya dengan memberikan kesempatan belajar ke luar negeri, bukankah tujuan tersebut sudah diakomodasi oleh beasiswa LPDP?. Dengan adanya beasiswa LPDP dan IISMA yang dilaksanakan secara bersamaan terdapat potensi tumpang tindih kegiatan, apalagi keduanya didanai dari sumber anggaran yang sama. Apabila dilihat secara keuntungan jangka panjang, akan jauh lebih efisien apabila dana LPDP khusus dialokasikan untuk membiayai mahasiswi/i pascasarjana saja.
ADVERTISEMENT
Selain output kegiatan, jangka waktu, dan sasaran sumber daya manusia yang ingin dicapai dengan standar yang lebih tinggi (1 semester tanpa gelar vs 2-4 tahun dengan master/doktoral), ini juga dapat mencegah adanya pemborosan anggaran dengan melaksanakan program yang hampir mirip secara bersamaan. Karena bisa saja apabila keduanya dilaksanakan sekaligus, porsi kuota untuk mahasiswa/i pascasarjana LPDP dapat berkurang karena harus dialokasikan juga untuk menutup biaya para peserta IISMA.
Keempat, karena durasinya yang pendek, sebenarnya mungkin akan lebih efektif apabila skema kegiatan IISMA dilakukan tidak dengan model mengambil mata kuliah seperti sekarang tetapi dengan model riset penelitian/tugas akhir. Di Indonesia, beasiswa untuk mahasiswa/i sarjana jumlahnya tidak sebanyak beasiswa untuk Pascasarjana.
Karena sedikitnya beasiswa untuk sarjana, tidak sedikit mereka yang kesulitan untuk menyelesaikan tugas akhirnya karena kekurangan biaya penelitian. IISMA dapat mengisi celah ini dengan memberikan beasiswa bagi mahasiswa/i sarjana yang akan melakukan riset tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya internet dan MOOC, akses materi dan pengalaman mengikuti kuliah di luar negeri sebenarnya sudah dapat kita rasakan tanpa harus mengikuti kegiatan IISMA. Akan tetapi apabila IISMA bisa memfasilitasi kerjasama penelitian dengan lembaga riset atau laboratorium terkemuka di luar negeri sepertinya hal itu akan menjadi nilai tambah, outputnya lebih jelas, dan menguntungkan bagi mahasiswa/i sarjana di Indonesia.
Setidaknya karena kegiatan beasiswa tersebut berfokus pada beasiswa penelitian/tugas akhir, para peserta kegiatan akan lebih fokus dan tidak disibukkan dengan kegiatan jalan-jalan karena waktu luang yang lebih sedikit.
Kebetulan jabatan Kemendikbud sebentar lagi akan berakhir dan sepertinya menarik juga untuk melihat apakah nantinya kegiatan IISMA ini akan berlanjut atau dihentikan. Karena seperti pepatah populer yang dikatakan oleh insan pendidikan di Indonesia: biasanya kalau menterinya diganti maka kurikulum juga akan berganti.
ADVERTISEMENT
Kira-kira apakah IISMA juga akan ikut diganti, diperbaiki, atau dihapus secara keseluruhan?