Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Budaya Makesure dalam Pekerjaan: Meningkatkan Kualitas atau Membunuh Kreativitas
10 September 2024 16:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Shinyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada era profesional modern, standar kualitas dan efisiensi pekerjaan semakin tinggi, mendorong beberapa instansi dan organisasi untuk mengadopsi budaya perfeksionisme. Perfeksionisme secara sederhana dipahami sebagai situasi dimana seseorang harus mencapai kondisi sempurna dan terbaik pada aspek apapun.
ADVERTISEMENT
Meskipun berorientasi pada hasil yang optimal dengan memastikan setiap detail pekerjaan dilakukan secara sempurna membuat karyawan dalam perusahaan terlalu fokus terhadap pengecekan dan terlalu sering membutuhkan validasi.
Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi budaya makesure dalam lingkup pekerjaan, mempelajari manfaat serta risiko yang terkait dengan fenomena tersebut. Dalam budaya makesure tentunya akan memengaruhi keyakinan diri karyawan dan efisiensi organisasi. Selain itu, tulisan ini akan mencoba menawarkan langkah-langkah praktis untuk dapat mengelola efek negatif dari budaya makesure yang berlebihan, dengan tujuan membangun atmosfer kerja yang lebih produktif dan harmonis.
Evaluasi dan tingkatkan keterampilan diri
Dalam dunia yang sudah sangat dinamis dan kompetitif, kemampuan atau skill rasanya menjadi ujung tombak yang sangat penting dalam dunia pekerjaan. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan baik Soft Skill atau Hard Skill maka dengan seiring berjalannya waktu ia akan tergerus dan tersingkirkan oleh orang di luar sana yang memiliki beragam kemampuan.
ADVERTISEMENT
Budaya makesure yang kerap terjadi dalam diri seorang karyawan terkadang muncul dari faktor internal atau berasal dari pribadi karyawan yang belum maksimal dalam keterampilan dan kompetensi pekerjaan. Pada dunia kerja skill sangat penting dan dibutuhkan dalam menunjang pekerjaan dan mencapai tujuan dari perusahaan.
Kemampuan atau skill seorang karyawan perlu ditingkatkan baik Hard Skill maupun Soft Skill, Hard Skill merupakan skill yang merujuk kepada keterampilan fisik dan dapat dibuktikan secara fisik seperti: analisis data, akuntasi, desain grafis serta masih banyak lainnya. Sedangkan Soft Skill merupakan skill merujuk kepada kemampuan secara nonfisik dan tidak bisa dibuktikan secara fisik seperti: publik speaking, kepemimpinan, manajemen waktu.
Mengembangkan kedua jenis keterampilan ini secara bersamaan memberikan keuntungan kompetitif yang signifikan. Hard skill yang kuat memastikan bahwa Anda memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan, sementara Soft skill yang baik memungkinkan Anda untuk bekerja dengan lebih efektif dalam tim, beradaptasi dengan perubahan, dan mengelola hubungan dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT
Mencoba berani salah
Dalam perjalanan menuju kesuksesan karier pekerjaan, kita kerap terjebak dalam ketakutan akan kegagalan atau kesalahan. Kekhawatiran membuat kesalahan dapat menghambat kemajuan kita, membuat kita enggan untuk mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru. Namun, sejatinya kesalahan dan kegagalan adalah bagian tak terpisahkan dari proses belajar dan pertumbuhan.
Mencoba dan berani salah merupakan pendekatan yang melawan ketidakpastian dan menciptakan peluang untuk inovasi dan kemajuan. Ketika kita memiliki keberanian untuk mengambil langkah awal dengan segala kemungkinan risiko yang muncul, namun dapat membuka diri kita terhadap pengalaman baru, pembelajaran bermakna bahkan solusi kreatif yang tidak sempat kita bayangkan sebelumnya.
Pada lingkup pekerjaan, berani salah mengajarkan kepada kita tentang ketahanan dan keberanian yang perlu untuk diambil, kesalahan merupakan bagian dari proses dan pendewasaan diri seseorang. Bahkan pada beberapa tempat kerja yang menganut sistem demokratis maka mereka para atasan mempersilakan para karyawan untuk mengeksplorasi segala hal yang dapat menjadikan pemahaman dan kemampuan diri karyawan dalam rangka memajukan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kesalahan membawa kita untuk belajar dan menjadikannya sebagai pendorong untuk kita maju dengan merangkul pengalaman yang telah kita miliki, kita dapat mencapai dan membuka pintu kesuksesan dengan menjadikan rasa takut sebagai teman.
Mari kita mulai perjalanan ini dengan sedikit rasa takut dan banyak rasa keberanian, belajar dari sebuah kata motivasi “Terbentur, Terbentur, Terbentuk”, bila kita ingin menjadi pribadi yang maju tentu kita harus siap menghadapi dinding-dinding penghalang.
Peran atasan sebagai motivator
Dalam lingkungan kerja sering kali atasan menuntut, sedangkan seorang atasan tidak hanya bertugas untuk mengelola dan mengarahkan, tetapi juga untuk menginspirasi dan memotivasi anggota tim. Peran atasan sebagai motivator adalah aspek krusial yang dapat memengaruhi produktivitas, kepuasan kerja, dan keberhasilan tim.
ADVERTISEMENT
Kemampuan untuk memotivasi dengan efektif dapat mengubah suasana kerja, meningkatkan semangat tim, dan mendorong pencapaian hasil yang lebih baik. Seorang atasan dalam konteks kepemimpinan tentu bukan menjadi persoalan sederhana, sebab kepemimpinan yang memotivasi merupakan tugas panjang selama ia memimpin tim.
Peran atasan sebagai motivator mencakup beberapa tanggung jawab seperti:
1. Inspirasi dan dukungan:
Memberikan dorongan serta dukungan dengan tujuan agar mendorong karyawan agar mencapai potensi penuh mereka. Hal ini termasuk menetapkan tujuan yang jelas dan memberikan arahan yang memotivasi.
2. Membangun hubungan
Menciptakan hubungan yang positif dan sehat dengan anggota tim yang nantinya dapat memperkuat keterlibatan dan komitmen mereka.
3. Pemberdayaan
Memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil inisiatif dan membuat keputusan yang pada akhirnya meningkatkan rasa memiliki dan motivasi.
ADVERTISEMENT
4. Pengakuan dan apresiasi
Mengakui pencapaian dan kontribusi tim secara adil dan konsisten untuk meningkatkan motivasi dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Kesimpulan
Dalam menghadapi budaya makesure yang sudah menjamur maka meningkatkan keterampilan menjadi hal yang fundamental untuk mencapai kesuksesan karier pekerjaan. Sementara itu, keterampilan dalam mengelola rasa takut dan kekhawatiran tidak kalah penting, sebab jika sudah memiliki keterampilan namun tetap merasa takut salah maka menjadikan kita terjebak di situasi yang sama.
Selain itu, tidak hanya perubahan dari diri seorang karyawan melainkan dibutuhkannya peran atasan yang dapat memberikan motivasi yang dapat mendorong karyawan agar dapat berani mengambil langkah.
Shinyo (Ketua Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Depok).
ADVERTISEMENT