Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Sesuku di Minangkabau
26 November 2022 22:07 WIB
Tulisan dari Rahmatul Fitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Nikah adalah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Secara istilah, pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya. Dari akad itu juga, muncul hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi masing-masing pasangan.
ADVERTISEMENT
Adat Minangkabau terdapat pantangan menikah dalam satu suku dikarenakan masih dalam garis keturunan ibu. Sesuku atau satu suku artinya semua keturunan dari nenek ini ke bawah yang dihitung menurut garis ibu. Semua keturunan Nenek ini disebut “sepersukuan” atau “sesuku”.
Menikah dengan satu suku menurut ajaran minangkabau bukanlah hal yang baik sehingga bagi mereka yang melanggar akan dikenakan sanksi moral seperti dikucilkan dari pergaulan dan masyarakat.
Dalam perspektif Hukum Islam, larangan pernikahan sesuku pada dasarnya adalah boleh karena untuk menghindari kemudharatan yang muncul dari perkawinan yaitu menyebabkan lemahnya keturunan. Larangan tersebut juga sejalan dengan tujuan Hukum Islam (maqashid syariah) yaitu memelihara keturunan.
Dalam ajaran Islam sendiri juga terdapat jenis-jenis perkawinan yang dilarang termasuk perkawinan dengan keluarga namun terdapat perbedaan dengan larangan perkawinan sesuku di Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Larangan Nikah Sesuku di Minangkabau
Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang memiliki sistem pernikahan yang berbeda dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Mengenai sistem pernikahan, masyarakat Minangkabau menganut sistem eksogami, yaitu seseorang dilarang melakukan perkawinan yang semarga atau yang memiliki suku yang sama, ia harus menikah dengan seseorang diluar sukunya. Bagi mereka yang melanggar akan dikenakan sanksi moral seperti dikucilkan dari pergaulan dan dibuang sepanjang adat.
Hukuman tersebut tidak hanya berlaku untuk pasangan yang mengerjakan tetapi keluarga besar pun juga mendapatkan sanksinya. Oleh sebab itu, menikah sesuku akan membawa malapetaka dalam rumah tangga.
Pelaku perkawinan sesuku akan diadili oleh Wali Nagari. Peran Wali Nagari yaitu sebagai pemberi keputusan berdasarkan rembukan dari para pihak Ninik Mamak perihal perkara perkawinan sesuku tersebut. Adapun sanksi untuk pelaku perkawinan sesuku adalah dibuang sepanjang adat, membubarkan perkawinan, diusir dari kampung, dan hukum denda sesuai dengan tempat dimana hukum diputuskan.Larangan dan sanksi bagi pelaku perkawinan sesuku hanya dibuat oleh Kepala Adat sejak zaman dahulu yang disepakati bersama dan telah turun-temurun di Masyarakat Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Perkawinan Sesuku dalam Hukum Islam
Dalam hukum islam tidak ada perintah larangan menikahi saudara dari garis keturunan ibu (sesuku) atau dengan kata lain saudara dari garis keturunan ibu tidak dianggap sebagai kerabat dekat yang dilarang untuk dinikahi. Sehingga terlihat sepintas bahwa adat Minangkabau bertentangan dengan hukum Islam. Akan tetapi, jika diteliti lebih dalam, ketentuan tersebut tidak bertolak belakang dengan hukum Islam.
Walaupun adat Minangkabau melarang perkawinan sesuku, namun perkawinan tersebut tidak pernah dibatalkan dan tetap dianggap sah pernikahan yang telah dilakukan satu suku tersebut. Ini mengindikasikan pernikahan sesuku bukan termasuk kategori haram. Karena jika suatu pernikahan diharamkan maka pernikahan tersebut harus dibatalkan. Karena haram berarti berdosa jika dikerjakan dan berpahala jika ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Minangkabau menganggap pernikahan sesuku boleh namun tidak baik untuk dilakukan atau dalam ajaran Islam disebut makruh. Makruh adalah perkara yang dianjukan untuk tidak dikerjakan. Jika perkara tersebut dikerjakan tidak akan mendapat dosa, namun jika ditinggalkan untuk alasan kebaikan maka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sehingga perkara tersebut sebaiknya dihindari.
Perkawinan sesuku bisa menimbulkan dampak yang tidak baik seperti misalnya menciptakan keturunan yang cacat fisik maupun cacat mental. Dengan tujuan tersebut maka larangan perkawinan sesuku dibenarkan dalam ajaran Islam sebagaimana ditegaskan dalam Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS 4:9)
ADVERTISEMENT
Melihat dampak yang begitu besar walaupun ada kebaikan dalam perkawinan sesuku namun menghindari kemudharatan lebih diutamakn daripada mengambil manfaat.Sehingga perkawinan sesuku lebih baik dihindarkan sebagaimana ajaran dan budaya yang telah berkembang di Minangkabau.
Kesimpulan
Masyarakat Minangkabau memiliki budaya matrilineal dimana garis keturunan yang dianut merupakan garis keturunan ibu sehingga seorang anak sangat dekat kekerabatannya dengan keturunan ibu. Hal ini menyebabkan adanya budaya larangan kawin sesuku, yaitu mengawini saudara dari keturunan ibu.
Perbuatan tersebut akan menimbulkan konsekuensi adat yakni akan dikucilkan dan dibuang sepanjang adat. Disisi lain, tidak ada larangan menikah dengan satu suku dalam ajaran Islam, namun hukum Islam menganjurkan umat Islam untuk menghindari perkawinan dengan kerabat yang dekat karena dapat menimbulkan keturunan yang lemah yang mana tidak disukai Allah.
ADVERTISEMENT
Hukum melakukan perkawinan sesuku adalah makruh, sehingga menghindari hal tersebut dalam tujuan kebaikan adalah perbuatan mulia yang mendapatkan ganjaran pahala. Oleh sebab itu, disimpulkan bahwa larangan perkawinan sesuku yang sejalan dengan hukum Islam merupakan larangan perkawinan sesuku yang sangat dekat, apabila masih dalam derajat yang jauh maka masih diperbolehkan walaupun begitu tetap melanggar hukum adat.