Konten dari Pengguna

Perkembangan Delik Pers di Era Digital: Tantangan dan Implikasi Hukum

Rahmi Syafia Azzahra
Saya seorang perempuan yang saat ini menjadi salah satu mahasiswa universitas Andalas
16 September 2024 10:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmi Syafia Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-close-up-mesin-tik-abu-abu-952594/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-close-up-mesin-tik-abu-abu-952594/
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam dunia pers dan media. Di era digital ini informasi dapat disebarkan dengan cepat dan mudah melalui berbagai platform seperti situs berita online, blog, dan media sosial. Namun di balik kemudahan ini muncul tantangan baru terkait dengan delik pers yaitu pelanggaran hukum yang dilakukan melalui media massa. Dalam konteks ini delik pers menjadi isu yang semakin kompleks karena batas antara media tradisional dan digital semakin kabur. Konten yang diterbitkan di internet seringkali sulit dikendalikan sehingga potensi penyebaran berita palsu, pencemaran nama baik, atau pelanggaran hak privasi meningkat.
ADVERTISEMENT
Salah satu tantangan utama dalam menghadapi delik pers di era digital adalah kecepatan penyebaran informasi. Dengan satu klik, berita atau opini yang belum tentu benar bisa tersebar luas dan mengakibatkan kerugian bagi individu atau institusi. Ini menimbulkan tantangan bagi penegak hukum untuk mengidentifikasi dan menangani pelanggaran hukum dalam waktu yang cepat sebelum dampaknya semakin meluas. Selain itu, anonimitas di internet mempersulit penelusuran pelaku delik pers terutama ketika pelaku menggunakan identitas palsu atau menyebarkan konten melalui akun anonim.
Implikasi hukum dari perkembangan delik pers di era digital juga sangat signifikan. Di satu sisi, hukum harus tetap melindungi kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi. Namun, di sisi lain, perlu ada regulasi yang lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan media digital yang dapat merugikan pihak lain. Misalnya, di Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah digunakan untuk menindak kasus-kasus pencemaran nama baik yang dilakukan melalui platform digital. Namun, penerapan UU ITE juga menuai kritik karena dianggap bisa membatasi kebebasan berpendapat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, isu terkait batas yurisdiksi juga menjadi tantangan hukum yang baru. Informasi yang diterbitkan di satu negara bisa dengan cepat diakses di seluruh dunia, sehingga sulit untuk menentukan yurisdiksi mana yang berwenang menangani kasus delik pers yang terjadi di internet. Dalam beberapa kasus, pengadilan harus memutuskan apakah hukum yang berlaku di negara tempat konten dipublikasikan atau negara tempat konten tersebut diakses.
Perkembangan delik pers di era digital menuntut adanya penyesuaian regulasi hukum yang lebih relevan dengan kondisi saat ini. Pemerintah dan otoritas hukum perlu bekerja sama dengan platform digital untuk memastikan bahwa penyebaran informasi tetap sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa mengorbankan kebebasan pers. Di masa depan, tantangan ini diprediksi akan terus berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, sehingga penguatan literasi digital bagi masyarakat juga menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah pelanggaran hukum yang berkaitan dengan pers.
ADVERTISEMENT