Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Denial Syndrome, Kebiasaan Tidak Ingin Mengakui Sesuatu
27 Juni 2022 15:07 WIB
Tulisan dari Rahmita Zahra Oktiawalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika kita sedang berselancar di dunia maya atau media sosial, sering kali kita menemukan kalimat, “Enggak usah denial, deh” atau semacamnya. Kata denial sudah tidak asing lagi untuk ditemui, terutama sering dilontarkan pada saat terjadi perdebatan. Namun, ternyata denial merupakan suatu sindrom yang bisa memiliki dampak yang buruk jika perilaku denial atau penyangkalan ini terus-menerus dilakukan.
ADVERTISEMENT
Tak bisa dipungkiri bahwa setiap orang secara naluriah sering melakukan penyangkalan dalam menerima kenyataan untuk menjadi pertahanan serta menghindari diri dari masalah dan menghindari kecemasan. Terkadang semua hal yang terjadi tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Hal inilah yang membuat orang mengalami perilaku denial syndrome atau sindrom penyangkalan. Manusia akan melakukan penyangkalan terhadap sesuatu yang membuatnya cemas, takut, atau sesuatu yang menyakitkan.

Terdapat beberapa tanda jika kamu sedang melakukan penyangkalan sebagai bentuk dari perlindungan diri, seperti enggan untuk membicarakan permasalahan yang ada dan cenderung menghindarinya. Sekalipun ingin membicarakannya, kamu akan mencari cara untuk melakukan pembenaran diri dan bahkan menyalahkan orang lain atau sesuatu hal yang kamu anggap sebagai penyebab masalah. Perilaku denial pun akan cenderung membuatmu tetap bertahan di dalam suatu perilaku tanpa peduli konsekuensinya.
ADVERTISEMENT
Perilaku denial dilakukan karena tidak ingin menerima fakta yang ada karena biasanya fakta tersebut tidak sesuai dengan keinginan kita, sehingga kita sering kali akan membohongi dan mengabaikan perasaan yang sebenarnya kita rasakan. Jadi, kita ingin bertahan pada pendirian tanpa ingin menghadapinya. Kebiasaan menyangkal ini pun umumnya dilakukan untuk membenarkan perilaku seseorang yang sebenarnya salah.
Banyak sekali kebiasaan perilaku menyangkal di dalam kehidupan. Sebagai contoh, kamu memiliki pasangan yang toxic. Ia sering melakukan kekerasan fisik padamu jika ia sedang marah. Sahabat dan orang-orang di sekitarmu sudah selalu menyuruhmu untuk mengakhiri hubungan dengannya. Akan tetapi, kamu tetap menyangkalnya dengan berkata bahwa kamu percaya pasanganmu akan berubah suatu saat nanti. Hal ini tentunya juga membohongi diri sendiri demi menghindari konsekuensi dan memanipulasi skenario menjadi hal yang kamu inginkan.
ADVERTISEMENT
Walaupun terlihat tidak baik, perilaku denial bisa menjadi manfaat dalam jangka pendek untukmu karena bisa melindungi diri dari perasaan yang menyakitkan dan membentuk pikiran bahwa masalah-masalah buruk yang dialami nantinya akan terlewati. Kebiasaan perilaku menyangkal bisa menjadi tameng atau pemertahanan diri untuk tetap mendapatkan kekuatan dalam menghadapi masalah yang ada.
Misalnya, kamu memiliki masalah atau konflik di dalam keluarga yang sukar untuk diselesaikan. Namun, kamu tetap menyangkal dengan berpikir bahwa konflik tersebut merupakan hal biasa dan semuanya akan baik-baik saja. Hal tersebut membentuk kepercayaan dan menghindari keputusasaan. Kamu juga bisa belajar untuk beradaptasi.
Meskipun begitu, dalam jangka panjang, kebiasaan menyangkal tentunya memiliki dampak buruk dan merugikan. Dengan selalu melakukan penyangkalan-penyangkalan tersebut, kamu menjadi tidak jujur pada diri sendiri, hingga kamu bisa jadi akan selalu menyangkal masalah yang ada selamanya. Dari contoh sebelumnya, dampak panjang dari menyangkal bahwa konflik keluargamu merupakan hal biasa adalah bisa mempengaruhi kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Dengan terus-menerus menyangkal keadaan dan tidak mengatasi masalah yang ada, kualitas kesehatan mentalmu bisa terganggu. Meskipun sulit untuk dihadapi, kamu sebaiknya tidak denial dan mengatasi masalah tersebut dengan membuat perubahan yang bisa untuk dilakukan atau setidaknya belajar untuk menerima, bukan terus-menerus disangkal. Perasaan sakit yang kamu alami bukanlah sesuatu yang salah, sehingga kamu sebaiknya mengakuinya dan mencari solusi atas apa yang terjadi.
Cara yang bisa kamu lakukan adalah memberi ruang kepada diri sendiri dengan merefleksikan diri, apakah hal yang kamu lakukan selama ini berupa suatu penyangkalan atau tidak. Jika iya, pikirkan mengapa kamu takut akan masalah atau kejadian tersebut, sehingga kamu bisa memikirkan solusi terbaik dari permasalahan yang ada karena beberapa permasalahan yang tidak ditangani akan mendapatkan konsekuensi.
ADVERTISEMENT
Kamu pun bisa mencurahkan apa yang sedang kamu sedang kamu rasakan serta pikirkan dengan sejujurnya melalui tulisan. Dengan begitu, kamu bisa mengakui apa yang sedang kamu rasakan pada diri sendiri. Selain itu, kamu bisa membicarakan masalah ini kepada orang-orang yang kamu percayai untuk membantu dalam mendapatkan solusi. Dengan berdiskusi, kamu bisa membuka pikiran dengan berpikir secara lebih logis.