Konten dari Pengguna

Labubu Menghubungkan Dunia Digital dan Kehidupan Nyata

raiehan andhika pradana
Mahasiswa Semester 5 Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada
16 Desember 2024 15:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari raiehan andhika pradana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret boneka Labubu ketika digantung di jendela mobil (Foto dari galeri pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Potret boneka Labubu ketika digantung di jendela mobil (Foto dari galeri pribadi)
ADVERTISEMENT
Dalam era digital yang semakin mendominasi kehidupan manusia, konsep tentang apa yang disebut "manusia" dan "digital" telah menjadi titik perhatian penting dalam studi antropologi. Dalam buku mereka yang berjudul Digital Anthropology (2012), Daniel Miller dan Heather A. Horst mengeksplorasi hubungan antara manusia dan teknologi digital, menawarkan wawasan tentang bagaimana dunia digital membentuk kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya manusia. Artikel ini akan mengaitkan ide-ide utama dalam karya mereka dengan fenomena Labubu, karakter boneka viral yang telah menarik perhatian generasi digital di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Miller dan Horst menjelaskan bahwa digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga cara manusia menciptakan makna dan identitas melalui interaksi dengan media digital. Dalam konteks ini, fenomena Labubu menjadi contoh yang menarik tentang bagaimana dunia digital tidak hanya menciptakan tren, tetapi juga membangun komunitas. Labubu, karakter boneka buatan seniman Hong Kong Kasing Lung, telah menjadi simbol budaya populer yang melampaui sekadar objek fisik. Dengan ekspresi unik dan estetika lucu, Labubu menjadi media bagi individu untuk mengekspresikan diri di media sosial, menciptakan narasi yang menghubungkan dunia digital dengan realitas sehari-hari.
Salah satu konsep kunci yang diangkat Miller dan Horst adalah "mediatisasi," yaitu bagaimana media digital mengubah cara manusia berinteraksi dan membangun hubungan sosial. Labubu, meskipun pada dasarnya adalah boneka fisik, mendapatkan popularitasnya melalui platform digital seperti Instagram dan TikTok. Pengguna sering memamerkan koleksi Labubu mereka, menciptakan konten kreatif, dan membangun koneksi dengan penggemar lain di seluruh dunia. Dalam hal ini, Labubu tidak hanya menjadi benda koleksi tetapi juga simbol koneksi sosial yang difasilitasi oleh media digital.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Miller dan Horst membahas bagaimana teknologi digital memungkinkan manusia untuk menciptakan identitas baru yang bersifat fleksibel dan dinamis. Labubu, sebagai karakter yang sering diasosiasikan dengan ekspresi nakal dan lucu, memberikan ruang bagi individu untuk membangun persona digital yang lebih santai dan kreatif. Hal ini terlihat dari bagaimana Labubu sering digunakan dalam foto dan video yang mengandung humor, emosi, atau cerita personal. Dalam konteks ini, Labubu menjadi alat untuk mengekspresikan identitas digital, yang sejalan dengan konsep "ekspansi identitas" yang dijelaskan dalam Digital Anthropology.
Namun, seperti yang diingatkan oleh Miller dan Horst, dunia digital juga membawa tantangan tersendiri. Salah satunya adalah komodifikasi, di mana objek atau hubungan sosial dikurangi menjadi nilai ekonomi. Popularitas Labubu yang meningkat juga menciptakan pasar besar untuk boneka ini, baik dalam bentuk barang asli maupun replika. Komodifikasi ini dapat mengurangi nilai emosional dan budaya Labubu, menjadikannya semata-mata sebagai barang konsumsi. Namun, komunitas digital yang terbentuk di sekitar Labubu sering kali melawan arus ini dengan menekankan cerita personal dan hubungan emosional yang mereka miliki dengan karakter ini.
ADVERTISEMENT
Fenomena Labubu juga menunjukkan bagaimana teknologi digital menciptakan ruang untuk praktik budaya baru. Dalam Digital Anthropology, Miller dan Horst menyoroti bahwa dunia digital memungkinkan manusia untuk menciptakan "lokasi" sosial yang tidak terbatas pada ruang fisik. Dalam kasus Labubu, komunitas global penggemar boneka ini menunjukkan bagaimana dunia digital dapat menciptakan ruang sosial baru di mana identitas, hubungan, dan praktik budaya dapat berkembang tanpa batas geografis.
Dengan menghubungkan konsep-konsep dalam Digital Anthropology dengan fenomena Labubu, kita dapat melihat bagaimana teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi dengan benda, budaya, dan satu sama lain. Labubu, meskipun hanya sebuah boneka, menjadi simbol dari cara dunia digital memperluas batas-batas apa yang kita anggap sebagai manusiawi. Ia bukan hanya barang koleksi tetapi juga medium yang menjembatani antara dunia fisik dan digital, menciptakan pengalaman budaya yang unik dan dinamis.
ADVERTISEMENT
Miller dan Horst mengingatkan kita bahwa dunia digital tidak menggantikan yang manusiawi, tetapi memperluasnya. Labubu adalah contoh nyata bagaimana manusia menggunakan dunia digital untuk menciptakan hubungan, identitas, dan makna baru. Dalam konteks ini, fenomena Labubu bukan hanya tentang boneka, tetapi tentang bagaimana teknologi digital terus membentuk dan memperkaya cara kita hidup dan berinteraksi di dunia modern.