Konten dari Pengguna

ASEAN Single Aviation Market dan Macetnya Integrasi Ekonomi di Asia Tenggara

Raihan Azhar
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
16 Juni 2022 16:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Azhar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Freepik
ADVERTISEMENT
Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki fitur geografi yang unik dibandingkan dengan kawasan lainnya. Meski lokasinya sangat strategis, tetapi terpisah menjadi dua bagian—daratan utama dan kepulauan— yang menjadikannya sebagai tantangan tersendiri bagi terciptanya integrasi kawasan. Lalu lintas laut dan udara menjadi moda transportasi utama terkoneksinya kedua bagian ini. Dialog mengenai diskursus ini dimulai pada KTT ASEAN ke-9 di Bali. Salah satu hasil pembahasannya adalah gagasan mengenai pembentukan ASEAN Community melalui ASEAN Charter. Dalam piagam tersebut, terdapat satu pilar yakni ASEAN Economic Community (AEC). Melalui AEC, ASEAN menyadari bahwa jaringan perekonomian regional seharusnya terintegrasi dengan mudah, cepat, dan tanpa hambatan. Mengandalkan sistem transportasi udara yang terintegrasi dengan baik dan berkelanjutan menjadi penting untuk percepatan pembangunan ekonomi, integrasi pasar, dan meningkatkan peranan geopolitik ke Asia (Anny, Fadilla, & Napitupulu, 2003). KTT ASEAN ke-13 secara resmi mewujudkan visi tersebut dengan meluncurkan kebijakan Open Sky Policy (OSP) dan inisiasi ASEAN Single Aviation Market (ASAM) untuk 2015 (ASEAN, 2011).
ADVERTISEMENT
Open Sky Policy merupakan usaha liberalisasi dan deregulasi industri penerbangan untuk meningkatkan kompetisi regional, lalu lintas perdagangan, dan kualitas sistem aviasi nasional. OSP juga mendorong negara untuk merekognisi freedom of the air ke-3, 4, 5, dan 7—di mana semua poin mengacu pada perizinan kebebasan akses udara dan bandara internasional bagi maskapai asing di suatu negara sehingga tercipta sistem penerbangan tunggal (Prasetyo, 2021). Ketika OSP diratifikasi, maka AEC dapat melanjutkan proses legalisasi ASAM di seluruh negara anggota. Secara singkat, ASAM merupakan integrasi sistem aviasi di negara ASEAN yang berupaya membuka akses penerbangan dengan mengacu pada OSP.
ASAM memiliki trayektori untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor pariwisata, dengan harapan peningkatan lalu lintas penumpang internasional akan mendorong perkembangan ekonomi dan arus perdagangan di pasar ASEAN. OSP tidak hanya menyasar bandara internasional, tetapi juga bandara domestik yang berpotensi mendapat manfaat dari peningkatan lalu lintas di bandara internasional, yang akan berperan sebagai hub untuk konektivitas antarbandara nasional (Laplace, Lenoir, & Roucolle, 2019). Secara general, ASAM akan berperan sebagai stimulus peningkatan PDB di seluruh negara ASEAN. Meski ASAM diharapkan diratifikasi pada 2015, hingga saat ini implementasi ASAM masih dikatakan tersendat. Hal tersebut didasari oleh tiga alasan utama.
Sumber Freepik
Pertama adalah signifikansi AEC itu sendiri dalam perekonomian regional. Sejak pembentukannya, AEC belum memberikan kontribusi maksimal bagi kerjasama intra-regional. Komitmen negara ASEAN cenderung rendah melihat catatan nasional yang tertuang dalam scorecard AEC tidak progresif. Di sisi lain, ASEAN justru lebih intens dan aktif mengadakan kerjasama ekonomi dengan pihak eksternal. Misalnya peningkatan peran ASEAN dalam ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) menyebabkan teralihnya fokus ASEAN ke kerangka kerjasama lain, yakni ASEAN-China Regional Air Services Agreement.
ADVERTISEMENT
Implikasinya terhadap ASAM adalah terbengkalainya kebijakan ini. ASAM juga semakin tidak menarik karena dapat membatalkan perjanjian layanan udara unilateral, bilateral dan multilateral yang ada di antara negara-negara anggota yang tidak sesuai dengan ketentuannya (Abeyratne, 2014).
Kemudian sejak pengumumannya ASAM menuai polemik pro dan kontra di berbagai negara anggota, ini berkaitan dengan pendefinisian OSP dan ASAM. Secara konsep, OSP dan ASAM merupakan satu kesatuan yang sama. Semangat inisiasi ASAM didasari oleh kesuksesan European Common Aviation Area (ECAA). ASAM dibuat untuk menyesuaikan karakteristik OSP—yang sebelumnya diaplikasikan di Eropa dan Amerika Serikat—yang berbeda di Asia Tenggara. Akan tetapi masih terdapat kerancuan bagaimana AEC mendefinisikan legalitas dan regulasi yang akan dicakup dalam ASAM. Tidak seperti ECAA, ASAM tidak memiliki infrastruktur regulasi kolektif yang mengatur mengenai kebijakan persaingan, bantuan negara, hak-hak konsumen, dan area lainnya, membuat konsep open sky ASEAN terlihat sangat bebas dan tanpa payung hukum yang jelas (Abeyratne, 2014).
ADVERTISEMENT
Terakhir adalah keanggotaan ASEAN yang bersifat non-mandatory turut menghambat implementasi. Berbeda dari sifat supranasional European Union (EU), ASAM bukanlah sebuah inisasi yang bersifat absolut, sehingga implementasinya akan sangat bergantung pada perbedaan sifat politik dan ekonomi antarnegara anggota ASEAN. Dari kesepuluh negara anggota, tiga diantaranya belum berencana meratifikasi OSP dan ASAM—yakni Indonesia, Filipina, dan Laos. Ini berkorelasi dengan bagaimana pemerintah memiliki tendensi proteksionis bagi lingkungan bisnis penerbangan domestik. Kehadiran ASAM juga selinier dengan skeptisisme pelaku utama industri ini, yakni para maskapai penerbangan lokal. Di Indonesia dan Filipina, penolakan ASAM utamanya mempertahankan status quo. Kedua negara kepulauan ini sangat mengandalkan penerbangan sebagai moda transportasi utama, sehingga pendapatan terbesar bagi maskapai lokal adalah rute domestik. Kemudian juga didorong oleh faktor geografi, dimana bandara-bandara regional di Indonesia dan Filipina memiliki jarak yang dekat dengan bandara internasional negara tetangga sehingga dikhawatirkan rute-rute internasional dikuasai oleh maskapai asing. Jika ASAM diimplementasikan, menjamurnya maskapai asing terutama berjenis low-cost carrier dapat merusak dominasi maskapai lokal (Legowo, 2019).
ADVERTISEMENT
Konsep mengenai sistem penerbangan tunggal sebenarnya sudah sangat populer dalam industri penerbangan internasional. Menyoal keberadaan ASAM, ASEAN telah memahami bahwa konektivitas udara merupakan faktor krusial dalam menciptakan integrasi kawasan. Akan tetapi implementasi ASAM tidak semudah membalikkan telapak tangan, adanya tantangan dan hambatan berupa inkonsistensi AEC, ambiguitas nilai-nilai ASAM, serta konflik kepentingan dalam bidang aviasi di sejumlah negara menyebabkan ASAM sulit direalisasikan hingga sekarang.
Referensi
Abeyratne, R. (2014). ASEAN SINGLE AVIATION MARKET AND INDONESIA - CAN IT KEEP UP WITH THE GIANTS?. Indonesia Law Review (2). 163-175.
Anny, S., Fadilla, F., & Napitupulu, G. (2021). PENGARUH KERJASAMA ASEAN OPEN SKY POLICY DALAM BIDANG PENERBANGAN DAN PARIWISATA DI INDONESIA.
ASEAN. (2017). ASAM Implementation Framework.
ADVERTISEMENT
Laplace, I., Lenoir, N. & Roucolle, C. (2019). Economic impacts of the ASEAN single aviation market: focus on Cambodia, Laos, Myanmar, The Philippines and Vietnam. Asia Pacific Business Review, 25(5). 656-682. DOI: 10.1080/13602381.2019.1652979
Legowo, H. (2019). ASEAN Single Aviation Market (ASEAN-SAM). BUMN INFO. Retrieved 14 June 2022, from https://www.bumn.info/pojok-info/manajemen/asean-single-aviation-market-asean-sam-
Prasetyo, N. (2021). PENGARUH IMPLEMENTASI ASEAN OPEN SKY POLICY TERHADAP FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI INDONESIA PADA TAHUN 2015-2019.