Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Investasi Dana Haji untuk Infrastruktur: Bolehkah?
13 Agustus 2017 17:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Raihan Hudiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Meskipun Indonesia berada di urutan pertama kuota haji terbanyak, Kuota yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia tidak lah cukup untuk menampung jumlah peserta yang mendaftar haji di tahun pendaftaran. Akibatnya pemerintah Indonesia harus membuat waiting list guna menunda keberangkatan calon peserta haji yang sudah mendaftar dan membayar biaya pendaftaran haji.
ADVERTISEMENT
Kondisi demikian tentunya membuat adanya pengendapan dana yang masuk ke rekening Kementrian Agama yang cukup lama. Sebanyak 80 triliun rupiah dana haji tersimpan di rekening pemerintah. Dana tersebut disetorkan calon peserta haji kepada bank syariah sebagai mandat dari Kementrian Agama.
Dengan adanya dana yang cukup banyak mengendap di rekening pemerintah, membuat pemerintah merasa bahwa alangkah lebih baik apabila dana tersebut dimanfaatkan untuk investasi sektor infrastruktur dengan harapan imbal hasil infrastruktur berdampak pada peningkatan pelayanan jemaah haji di tanah suci. Namun kiranya perlu untuk mencermati lebih dalam apakah penggunaan dana haji yang notabene adalah dana umat diperbolehkan digunakan untuk keperluan infrastruktur di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dana haji yang masuk ke rekening pemerintah pada kenyataannya sudah ada yang ditempatkan di bank dan ada yang diinvestasikan dalam bentuk Sukuk. Terhitung tanggal 21 Juli 2017 penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam bentuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) mencapai Rp 36,69 triliun.
Sayangnya dana sebesar itu tak pernah pemerintah publikasikan secara transparan kepada masyarakat sehingga masyarakat bertanya-tanya kemanakah dana tersebut disalurkan. Padahal sudah jelas diatur di dalam Pasal 2 UU No. 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Kuangan Haji bahwa pengelolaan keuangan haji harus berdasarkan asas transparan.
Investasi dana haji dalam bentuk sukuk sudah berjalan selama tujuh sampai sepuluh tahun. Bentuk investasi tersebut pemerintah gunakan dengan alasan sukuk memiliki keuntungan yang lebih besar daripada deposito. Melalui sukuk tersebut pemerintah telah menggunakannya untuk proyek investasi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Pembiayaan proyek rel jalur ganda kereta api Cirebon-Kroya mencapai Rp 800 miliar pada tahun 2013. Pada tahun 2015 dana sebesar Rp 7,1 triliun diinvestasikan untuk rel KA di Jabodetabek, Jawa Tengah, Sumatera, jalan dan jembatan di beberapa provinsi, infrastruktur pendidikan tinggi keagamaan islam negeri, asrama haji hingga kantor urusan agama .
Dana haji sah-sah saja diinvestasikan, selama investasi yang dilakukan sesuai koridor yang ada di dalam undang-undang. Jika mengacu pada perundangan haji yang ada, pasal 3 UU No.34 tahun 2014 mengatur bahwa dana haji bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan biaya pengelolaan ibadah haji, dan manfaat bagi kemaslahatan umat.
Berdasarkan penjelasan pasal 10 huruf g, kemaslahatan umat yang dimaksud untuk kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi umat, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukan pemerintah dalam pengalokasian dana haji untuk sektor infrastruktur proyek jangka panjang kiranya sudah jelas bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Proyek-proyek jangka panjang bukan termasuk untuk kemaslahatan umat. Adanya resiko yang cukup besar menjadi hal yang bertentangan dengan undang-undang yang ada, yaitu pasal 48 ayat (2) tentang prinsip keamanan. Tak ada yang menjamin bahwa proyek tersebut pasti berbuah keuntungan yang dapat berdampak pada pelayanan haji.
Ada cara lain yang sebenarnya dapat diinvestasikan di sektor lain yang tidak melulu tentang proyek jangka panjang. Investasi infrastruktur yang lebih menjamin misalnya memanfaatkan penginapan haji yang pada bulan-bulan sebelum keberangkatan yang tidak digunakan dapat disewakan sebagai hotel guna menambah keuangan. Pembelian pesawat tersebang untuk memudahkan keberangkatan jemaah haji juga bisa menjadi solusi pengalokasian dana haji yang mengendap.
ADVERTISEMENT
Apabila melihat kondisi pelayanan jemaah haji sekarang, dapat dikatakan masih jauh dari kata baik. Kekurangan fasilitas baik sarana prasarana maupun jarak yang cukup jauh dari tempat ibadah menjadi catatan penting untuk terus diperbaiki pemerintah. Maka dari itu dana haji yang mengendap seharusnya dialokasikan guna kepentingan jemaah haji itu sendiri. Pun tujuan pegelolaan keuangan haji guna kepentingan jamaah haji telah diatur di dalam undang-undang.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dana haji menjadi ‘tempat basah’ bagi pengelolanya. Kasus korupsi yang menjerat salah satu oknum di Kementrian Agama di tahun 2005 juga menjadi catatan kelam dana haji di Indonesia. Setelah Aggota Badan Pelaksana BPKH dilantik pada tanggal 26 Juli 2017 oleh Presiden Joko Widodo, lembaga berbadan hukum publik ini diberi kepercayaan untuk tidak mengulang kesalahan yang terjadi beberapa tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Sebelum benar-benar bekerja di bulan Januari 2018, perlu kiranya BPKH menyusun rancangan strategis selama 6 bulan dengan mulai memprioritaskan sektor-sektor investasi apa saja yang harus dikelola sesuai dengan rancangan syariah.
Atas dasar itu, dana haji diperbolehkan untuk diinvestasikan dengan catatan:
1. Investasi infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur guna kepentingan jemaah haji, bukan proyek infrastruktur jangka panjang seperti pembangunan jembatan, jalan tol, dsb.
2. Harus adanya kejelasan akad yang digunakan antara calon peserta haji dengan bank penyalur dana haji sebagai mandat dari Kementrian Agama. Apakah akadnya berbentuk wadiah, mudharabah mutlaqah, atau wakalah.
3. Harus dilakukan penegasan terkait bank apa saja yang diperbolehkan untuk menjadi mandat dari Kementrian Agama. Karena pada kenyataannya bank konvensional dapat menjadi bank penyalur dana haji.
ADVERTISEMENT
4. Infrastruktur yang dimaksud harus dialokasikan sepenuhnya untuk kepentingan jemaah haji, bisa seperti perbaikan fasilitas sarana prasarana di Indonesia maupun di Arab Saudi
5. Perlu penjelasan mengenai apa saja yang termasuk investasi lain sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (1) UU No. 34 tahun 2014. Hal tersebut supaya investasi yang dilakukan tidak melebar ke prinsip-prinsip non syariah.
6. Harus adanya transparansi informasi penyaluran dana. Karna perlu diingat bahwa dana haji merupakan dana umat yang dititipkan kepada pemerintah. Jangan sampai kekurangan dana haji membuat peserta haji gagal berangkat menunaikan ibadahnya.
7. Harus dibuat skema pertanggungjawaban apabila terjadi kerugian, mengingat di dalam UU Pengelolaan Keuangan Haji belum diatur hal tersebut.
8. Harus segera dibuat Peraturan Pemerintah sebagai amanat undang-undang.
ADVERTISEMENT