Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masih Ada Salura di Selatan Indonesia: Hari Kedatangan
23 Maret 2018 22:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Raihan Janitra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cerita ini adalah lanjutan cerita-ceritaku tentang Pulau Salura. Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku di sana, beserta keadaan Pulau Salura. Aku akan menceritakan pengalamanku ini dengan bahasaku sendiri. Aku harap kalian dapat menikmatinya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, bagi kalian yang belum tahu, Pulau Salura merupakan sebuah pulau di selatan Pulau Sumba. Salura termasuk salah satu pulau paling selatan Indonesia dengan jarak hanya 800 mil dari Australia. Pulau Salura termasuk terpencil dan cukup terisolasi dari peradaban. Namun, hal itulah yang membuat tradisi di Pulau Salura masih sangat terjaga dan lestari.
Perjalananku ke Pulau Salura dimulai saat kami menyeberang dari Katundu menuju Salura. Aku bersama tim dari kumparan, Yamaha Indonesia, dan komunitas V-Ixion Riders Waingapu, menaiki sebuah kapal yang menurutku sebuah kapal pemancing dengan kapasitas 5 ton. Saat itu kapal itu berisi 31 orang. Perjalanan memakan waktu 1 jam, dan kami pun sampai di Salura pukul 20.30 WITA.
ADVERTISEMENT
Bahkan saat pertama kali aku sampai di sana, sudah terasa perjuangan masyarakat Pulau Salura. Kami turun dari kapal dengan keadaan tanpa penerangan, sekalipun ada beberapa yang memakai senter di kepala namun menurutku masih kurang karena kami harus menunggu barang-barang masing-masing diturunkan dari kapal. Bisa dibayangkan masyarakat Salura tiap kali berlabuh saat malam hari.
Desa yang kami tuju bernama desa Prai Salura. Setelah menembus kebun jagung tanpa penerangan, kamipun akhirnya sampai di sebuah rumah yang akan kami singgahi. Masih gelap gulita. Dengan keadaan basah dan lelah, kamipun duduk dan beristirahat sejenak sebelum bebenah dan membersihkan diri.
Syukurlah, tak lama setelah itu genset dinyalakan dan akhirnya ada cahaya. Sekadar informasi, seharusnya listrik dapat digunakan 24 jam di sini karena adanya panel surya. Namun, beberapa waktu belakangan ada kerusakan pada sebuah alat dan membuat listrik hanya bisa dinikmati dari pagi menjelang siang hingga pukul 8 malam saja.
ADVERTISEMENT
Malam itu acara kami hanyalah beristirahat dan makan malam. Aku pun menyempatkan untuk berbincang dengan peserta dan tim lain untuk mencairkan suasana.
Untunglah, saat itu sedang musim tanam jagung. Nyamuk sedang jarang muncul. Bagi yang belum tahu, Sumba Timur termasuk Salura adalah daerah endemik malaria. Cukup mengerikan bagiku, mengingat kondisiku yang sedang tidak terlalu fit saat itu. Sekalipun begitu, kami semua tetap berjaga-jaga menggunakan cairan pengusir serangga.
Dan itulah cerita hari pertamaku menginjakkan kaki di Pulau Salura. Esoknya, kami dijadwalkan untuk mengunjungi SD Inpres yang ada di Pulau Salura.