Perjalanan Menuju Pulau Salura, 'Ngeri-ngeri Sedap!'

Raihan Janitra
Love to ride motorcycles.
Konten dari Pengguna
15 Maret 2018 21:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Janitra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sabtu, 10 Maret 2018 lalu, saya dan 8 peserta lainnya diberi kesempatan oleh Yamaha Indonesia dan kumparan untuk mengunjungi Pulau Salura di Sumba Timur. Bukan untuk liburan, tapi untuk berbagi kebahagian dan donasi untuk masyarakat Pulau Salura. Acara tersebut bernama Road Trip kumparan: Yamaha V-Ixion R Peduli Salura.
ADVERTISEMENT
Pulau Salura sendiri adalah pulau yang ada di selatan Pulau Sumba, ada di kabupaten Sumba Timur. Pulau Salura merupakan salah satu pulau paling selatan Indonesia yang berjarak 800 mil dari perbatasan Australia. Akses yang sulit dan jauh dari kota membuat masyarakat Pulau Salura, termasuk anak-anak di sana, cukup terisolasi dari peradaban dan pendidikan yang kurang memadai.
Para peserta dan tim tiba di bandara Umbu Mehang Kunda di Waingapu sekitar pukul 11:00 WITA. Setelah itu kami langsung menuju ke sebuah tempat makan dan disambut oleh komunitas V-Ixion Riders Waingapu. Setelah itu, sekitar pukul 13.30 WITA kami memulai perjalanan dari Waingapu menuju Katundu terlebih dahulu, sebelum menyeberang ke Salura. Sebelumnya Adi Aghoy, selaku road captain dan instruktor memberikan briefing mengenai jalur yang akan dilalui. Beliau mengatakan bahwa jalur akan berupa 30% mulus, 30% setengah hancur dan 30% hancur lebur. 10% sisanya adalah Samudera saat kami menyeberang nanti.
ADVERTISEMENT
Hujan menyertai kami dari start hingga setengah perjalanan kami, tapi hal itu tak menyurutkan semangat kami menuju Salura. Jalanan masih sangat managable, hanya saja lumayan sempit dan licin. Sebenernya view sepanjang jalan yang kami lewati sangatlah indah, hanya saja alam berkehendak untuk memberikan hujan pada kami.
Pemberhentian pertama kami adalah Bukit Laendeha. View di tempat ini sangatlah indah, bukit kapur yang bergurat-gurat terkikis air dan punggungnya yang ditumbuhi rumput-rumput tipis merupakan hal baru yang kami temukan di Sumba. Di sini tim dari kumparan mengambil gambar dan video dari drone. View dari atas memang jauh lebih menakjubkan.
Kami melanjutkan perjalanan menuju pemberhentian kami selanjutnya yaitu Tanarara. Tanarara merupakan bahasa daerah Sumba Timur yang berarti 'tanah merah', karena memang bukan lagi bukit berkapur yang ada di sana, tapi bukit dengan tanah merah bata dengan formasi mirip dengan bukit-bukit kapur sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Waktu menunjukkan pukul 4 sore, yang berarti kami telah riding selama sekitar 3 jam. Masih ada 3 jam lagi untuk sampai Katundu dan akhirnya menyeberang ke Salura. Tak jauh dari titik ini, jalanan berubah menjadi sangat buruk, hampir tak layak dilewati oleh kendaraan. Beberapa peserta termasuk saya pun akhirnya digantikan oleh anggota komunitas V-Ixion Waingapu. Saya sendiri sadar akan kemampuan saya dan mungkin hanya akan menghambat apabila saya memaksakan untuk mengendarai motor melewati ganasnya sisa jalur tersebut. Dan benar saja, anggota komunitas jauh lebih lihai melibas jalanan tersebut sekalipun pada akhirnya saya mengetahui bahwa sebagian besar dari mereka pun baru pertama kali melewati jalanan tersebut. Memang, benar-benar jauh lebih kuat fisik dan mental orang Sumba dibanding saya yang orang kota manja ini.
ADVERTISEMENT
Sisa perjalananpun saya lalui menaiki mobil double cabin yang disediakan. Setelah berbincang sedikit dengan supir mobil yang saya naiki, mereka telah terbiasa dengan jalurnya dan memang sangat lihai mengendarai mobil yang ukurannya tidak kecil itu, di tengah medan yang cukup menyiksa. Ini merupakan pengalaman baru bagi saya dan sebagian besar tim dan peserta untuk merasakan serunya terkocok-kocok di dalam mobil dengan jalur yang sangat rusak. Ditambah, mereka mengemudi dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Setelah sekitar 2 jam dari tempat kami berganti posisi dengan anggota komunitas, kami pun sampai di Katundu sekitar pukul 18.30 WITA, dan langsung bergegas bersiap untuk menyeberang menuju Pulau Salura. Kondisi di Katundu sendiri hampir tanpa pencahayaan, membuat kami sedikit terhambat untuk bersiap menyeberang. Kami pun akhirnya menyeberang pukul 19.30, menaiki sebuah kapal pancing sedang berkapasitas 5 ton.
ADVERTISEMENT
Waktu yang ditempuh sekitar 1 jam perjalanan. Kami pun sampai di Pulau Salura sekitar pukul 20.30 WITA. Saya terheran-heran, benar-benar hampir tak ada penerangan saat pertama kali sampai di bibir pantai Salura. Kami juga harus menyeruak menembus kebun jagung sebelum sampai di desa.
Sesampainya di desa Praisalura, kami segera bersiap untuk membersihkan badan dan menunggu waktu makan malam. Setelah itu, kami berbincang-bincang sedikit bersama tim yang lain dan beberapa warga di sana, sebelum kami akhirnya pergi tidur, bersiap-siap untuk acara esok harinya.