Konten dari Pengguna

Fenomena Joki di Perguruan Tinggi: Bibit Korupsi yang Mesti Dibasmi

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Direktur Eksekutif Amnesty UNNES
14 Agustus 2024 17:15 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi joki di perguruan tinggi. Foto: 10 FACE/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi joki di perguruan tinggi. Foto: 10 FACE/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini, santer terdengar di media sosial mengenai joki di perguruan tinggi—praktik ketika seseorang membayar pihak ketiga untuk menyelesaikan tugas akademis atau ujian—yang mencerminkan sebuah fenomena mengkhawatirkan dalam dunia pendidikan kita. Fenomena ini bukan hanya masalah moral, tetapi juga merupakan indikator awal dari perilaku koruptif yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Keberadaan joki mahasiswa menunjukkan betapa lemah dan mudahnya sistem pendidikan kita dapat dimanipulasi oleh mereka yang ingin meraih hasil tanpa usaha yang pantas alias instan. Dalam hal ini, partisipasi publik menjadi sangat penting untuk memberantas praktik-praktik tersebut dan mengembalikan integritas sistem pendidikan kita.
Fenomena ini tidak hanya merusak nilai-nilai kejujuran yang semestinya dijunjung tinggi dalam dunia akademis, tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi generasi mendatang. Joki di perguruan tinggi merupakan cerminan dari mentalitas instan yang mengabaikan proses dan usaha yang seharusnya dilalui dalam meraih prestasi. Lebih dari sekadar pelanggaran etika, praktik ini merupakan akar dari korupsi yang bisa mengakar dalam diri individu sejak masa pendidikan.
Jika dibiarkan, perilaku ini berpotensi berkembang menjadi tindakan-tindakan koruptif yang lebih serius pada masa depan. Mereka yang terbiasa "membeli" kesuksesan di bangku kuliah mungkin akan mencari jalan pintas serupa dalam kehidupan profesionalnya, baik itu melalui penyalahgunaan wewenang, kolusi, atau praktik-praktik tidak etis lainnya.
ADVERTISEMENT

Sekilas mengenai Joki di Perguruan Tinggi

Ilustrasi joki di perguruan tinggi. Foto: kucrit/Shutterstock
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), joki diartikan sebagai orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang. Secara global, joki akrab dikenal sebagai contract cheating, suatu istilah yang dipakai Clarke & Lancaster pada 2006 dalam tulisannya.
Dalam hal ini, contract cheating mengacu pada praktik ketika seorang mahasiswa atau pelajar membayar pihak lain untuk menyelesaikan tugas akademis, termasuk menulis esai, makalah, atau bahkan mengambil ujian atas nama mereka. Fenomena ini tidak hanya merusak integritas akademik, tetapi juga berpotensi menciptakan generasi yang tidak kompeten dan bergantung pada cara-cara curang untuk meraih kesuksesan.
Dengan semakin canggihnya teknologi dan akses yang mudah ke internet, joki semakin mudah ditemukan dan diakses oleh mahasiswa yang tidak ingin berusaha sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis mereka.
ADVERTISEMENT
Platform daring yang menawarkan jasa joki ini bahkan sering kali beriklan secara terbuka, menargetkan mahasiswa yang kesulitan atau tidak memiliki waktu untuk mengerjakan tugasnya. Fenomena ini bukan hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan, tetapi juga mengajarkan kepada mahasiswa bahwa kesuksesan dapat dibeli, bukan diperoleh melalui kerja keras dan dedikasi.

Faktor Pendorong Penggunaan Joki di Perguruan Tinggi

Ilustrasi joki di perguruan tinggi. Foto: eamesBot/Shutterstock
Prasetyo melakukan penelitian tentang integritas akademik yang melibatkan 823 dosen di Indonesia dan menemukan peningkatan tajam dalam jumlah artikel terkait sejak 2017. Penelitian ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap integritas akademik, terutama terkait dengan kecurangan di kalangan mahasiswa, semakin meningkat.
Prasetyo menegaskan bahwa integritas akademik meliputi komitmen terhadap kejujuran, kepercayaan, keadilan, tanggung jawab, dan keberanian—nilai yang ditambahkan oleh International Center for Academic Integrity (ICAI) pada 2013 (Fakultas Psikologi UGM, 2016).
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor yang mendorong mahasiswa menggunakan jasa joki di perguruan tinggi dapat beragam. Beberapa di antaranya termasuk tekanan akademis yang tinggi, kurangnya waktu karena kesibukan di luar kampus, dan ketidakmampuan untuk memahami materi kuliah. Selain itu, ada juga faktor psikologis, seperti rasa takut gagal atau ingin mencapai hasil yang cepat tanpa usaha yang cukup (Nasifah, 2024).
Ketika mahasiswa merasa terdesak atau tidak percaya diri dalam kemampuannya sendiri, mereka cenderung mencari jalan pintas, dan di sinilah jasa joki menjadi pilihan yang “menggoda”. Akibatnya, fenomena ini tidak hanya merusak integritas individu, tetapi juga melemahkan standar akademik secara keseluruhan.

Dampak Praktik Joki terhadap Integritas Akademik

Ilustrasi joki di perguruan tinggi. Foto: eamesBot/Shutterstock
Dampak praktik joki terhadap integritas akademik sangat merusak dan tidak bisa dianggap remeh. Ketika mahasiswa terbiasa menggunakan jasa joki untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik, mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan etika yang seharusnya diperoleh melalui proses belajar yang jujur. Hal ini tidak hanya merusak reputasi individu, tetapi juga melemahkan standar akademik dan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, praktik ini memiliki dampak jangka panjang yang bisa memicu perilaku koruptif di masa depan. Mahasiswa yang terbiasa mengambil jalan pintas dalam pendidikan mereka mungkin akan mengadopsi pendekatan serupa dalam karier profesional mereka, yang dapat mengarah pada tindakan KKN ataupun penyalahgunaan wewenang.
Di sinilah partisipasi publik menjadi sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Publik, termasuk orang tua, dosen, dan masyarakat luas, harus terlibat aktif dalam menentang dan melaporkan praktik-praktik curang seperti joki di perguruan tinggi. Dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya integritas akademik dan konsekuensi jangka panjang dari kecurangan, kita dapat membangun budaya yang menolak segala bentuk perilaku koruptif sejak dini.
Institusi pendidikan pun mesti memainkan peran proaktif dengan memperketat pengawasan dan menegakkan aturan yang jelas serta tegas terhadap pelanggaran integritas akademik. Sosialisasi tentang bahaya joki dan upaya pemberantasannya harus menjadi agenda bersama yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa itu sendiri, agar mereka sadar akan pentingnya kejujuran dalam mencapai kesuksesan yang sejati.
ADVERTISEMENT
Dengan kolaborasi yang erat antara publik, institusi pendidikan, dan pemerintah, kita dapat membasmi praktik-praktik yang merusak seperti joki di perguruan tinggi dan mencegahnya berkembang menjadi perilaku koruptif yang lebih serius di masa depan. Ini adalah langkah krusial dalam upaya membangun generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berintegritas tinggi.

Joki sebagai ‘Bibit’ Korupsi

Ilustrasi joki sebagai 'bibit' korupsi. Foto: VectorMine/Shutterstock
Joki di perguruan tinggi dapat dianggap sebagai 'bibit' korupsi karena mencerminkan mentalitas yang mengutamakan hasil instan tanpa melalui proses yang semestinya. Ketika mahasiswa terbiasa melakukan kecurangan dengan menggunakan jasa joki, mereka menanamkan pola pikir bahwa kesuksesan dapat dicapai tanpa usaha yang jujur. Hal ini dapat menjadi awal dari perilaku koruptif yang lebih besar pada masa depan.
Praktik joki tidak hanya merusak integritas akademik tetapi juga membentuk karakter yang cenderung mencari jalan pintas dalam berbagai aspek kehidupan. Mahasiswa yang terbiasa dengan kecurangan dalam studi mereka kemungkinan akan menerapkan mentalitas yang sama dalam dunia kerja, berpotensi menciptakan generasi profesional yang mengabaikan nilai-nilai etika dan lebih rentan terhadap godaan korupsi.
ADVERTISEMENT
Keberadaan joki juga dapat memperburuk masalah meritokrasi di Indonesia, di mana pencapaian akademik yang dapat 'dibeli' tidak lagi mencerminkan kemampuan sebenarnya. Ini dapat mengarah pada penempatan individu yang tidak kompeten di posisi strategis, merugikan organisasi dan masyarakat. Untuk mencegah penyebaran mentalitas koruptif, pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel, serta menghindari praktik joki sebagai langkah awal penting.
Bayangkan jika mahasiswa kedokteran “cetakan” hasil joki, bagaimana nasib pasien yang kelak mereka tangani? Atau mahasiswa hukum yang lulus dengan cara joki, bagaimana keadilan yang akan mereka tegakkan? Praktik joki ini bukan hanya merugikan individu yang bersangkutan, tetapi juga berdampak buruk pada masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Selain itu, fenomena joki pun mengikis nilai-nilai kejujuran dan integritas yang semestinya dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan—khususnya perguruan tinggi—kita. Ketika mahasiswa terbiasa dengan jalan pintas, mereka akan sulit untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan bekerja sama yang merupakan kompetensi penting di dunia kerja.

Langkah Konkret untuk Mencegah dan Memberantas Joki di Perguruan Tinggi

Ilustrasi pencegahan perilaku koruptif. Foto: VectorMine/Shutterstock.
Sejatinya, publik—khususnya kaum-kaum intelektual—bisa berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, yakni dimulai dari hal-hal sederhana, seperti menjaga integritas, dalam hal ini salah satunya dengan tidak menggunakan joki, yang merupakan 'bibit' korupsi.
Untuk mencegah dan memberantas praktik joki di perguruan tinggi secara efektif, institusi pendidikan harus memperketat pengawasan akademik dengan menerapkan sistem ujian dan penugasan yang ketat serta menggunakan teknologi pemantauan dan perangkat anti-cheating. Penegakan aturan yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran integritas akademik, termasuk pemberian sanksi yang konsisten, juga penting untuk menciptakan efek jera.
ADVERTISEMENT
Pendidikan dan sosialisasi tentang integritas akademik harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari tingkat awal. Institusi pendidikan perlu mengadakan workshop, seminar, dan pelatihan untuk membentuk kesadaran mahasiswa mengenai dampak negatif praktik joki dan pentingnya kejujuran akademik. Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam mendukung integritas akademik serta melaporkan kecurangan juga krusial.
Selain itu, pengembangan sistem penilaian yang adil dan transparan, serta memberikan dukungan akademik yang memadai, dapat mengurangi godaan untuk menggunakan jasa joki. Kolaborasi antara institusi pendidikan, pihak berwenang, dan masyarakat dalam menegakkan hukum dan mengembangkan budaya etika dan integritas di lingkungan pendidikan adalah langkah penting dalam membangun sistem pendidikan yang lebih adil dan berintegritas.