Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Jean-Paul Sartre: Cinta adalah Konflik!
6 Mei 2023 11:32 WIB
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Cinta adalah konflik, hal ini merupakan pandangan dari Jean-Paul Sartre. Jean-Paul Sartre merupakan seorang filsuf, penulis, serta intelektual Prancis yang terkenal pada abad ke-20. Beliau lahir di Paris dan tumbuh di lingkungan borjuis. Ayahnya wafat ketika Sartre masih kecil, dan beliau dibesarkan oleh ibunya dan kakek serta neneknya. Sartre belajar di École Normale Supérieure dan kemudian mengajar di lycée di Le Havre dan Paris. Pada tahun 1938, beliau menerbitkan novel pertamanya La Nausée ‘Mual’—yang menjadi karya terkenal dalam sastra eksistensialis.
ADVERTISEMENT
Selama Perang Dunia II, Sartre berjuang melawan pendudukan Jerman serta menjadi anggota gerakan perlawanan Prancis. Setelah perang, beliau menjadi salah satu tokoh utama dalam gerakan filsafat eksistensialis dan sering dianggap sebagai tokoh intelektual yang paling berpengaruh di Prancis pada saat itu. Sartre juga punya pandangan bahwa cinta bisa menjadi konflik bagi individu. Menurut beliau, cinta adalah ketika seseorang menempatkan nilai dan makna hidupnya pada orang yang dicintainya.
Akan tetapi, pada saat seseorang mencintai, ia juga memberikan kekuasaan pada orang tersebut karena ia membutuhkan pengakuan, persetujuan, dan ketergantungan dari orang tersebut. Sartre mengatakan bahwa konflik muncul ketika individu mencoba untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan mengambil alih kekuasaannya sendiri. Seseorang yang mencintai dan tergantung pada orang lain mungkin merasa terjebak dalam hubungan cinta tersebut dan sulit untuk menemukan kebebasan sejati.
ADVERTISEMENT
Menurut beliau, konflik dalam cinta bisa muncul ketika seseorang mencoba untuk mengendalikan atau memanipulasi pasangannya untuk memperoleh kepuasan diri sendiri. Hal ini dapat membatasi kebebasan pasangan dan menciptakan perasaan tidak adil dalam hubungan. Namun, Sartre juga percaya bahwa konflik dalam cinta tidak selalu negatif. Konflik bisa memunculkan kebebasan individu untuk mengekspresikan diri secara bebas dan dapat memperkuat hubungan dengan pasangan apabila diatasi dengan tepat. Secara keseluruhan, pandangan Sartre tentang cinta sebagai konflik mencerminkan pandangan eksistensialisnya tentang kebebasan dan ketergantungan manusia dalam hubungan interpersonal.
Dalam perspektif sosiologi, cinta dipandang sebagai suatu fenomena sosial yang melibatkan interaksi antara individu-individu dalam masyarakat. Meskipun cinta melibatkan perasaan personal antara dua individu, pandangan sosiologis lebih menekankan pengaruh norma, nilai, dan institusi sosial dalam masyarakat terhadap hubungan cinta. Perspektif sosiologi memfokuskan perhatian pada hubungan cinta sebagai hasil interaksi sosial yang terbentuk dari konteks sosial yang melingkupinya.
ADVERTISEMENT
Norma dan nilai dalam masyarakat, seperti norma gender dan kebiasaan dalam hubungan cinta, dapat mempengaruhi perilaku cinta. Selain itu, sosiologi juga memandang cinta sebagai bagian dari institusi sosial yang lebih besar, seperti pernikahan atau keluarga. Institusi-institusi tersebut memainkan peran penting dalam mengatur perilaku cinta dan hubungan interpersonal.
Pandangan sosiologis juga mempertimbangkan aspek kekuasaan dan konflik dalam hubungan cinta, seperti perbedaan status sosial, kekuatan ekonomi, dan kontrol atas sumber daya. Konflik dan perbedaan dalam hubungan cinta dapat mencerminkan ketidaksetaraan dalam masyarakat yang lebih luas.
Perspektif sosiologimenekankan pentingnya melihat cinta sebagai fenomena sosial yang melibatkan interaksi dan konteks sosial yang kompleks. Hal ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih luas tentang peran dan pengaruh masyarakat dalam membentuk hubungan cinta dan perilaku interpersonal.
ADVERTISEMENT
Ketika dua orang saling mencintai, mereka bersatu menjadi satu kesatuan yang utuh dalam cinta. Cinta menghapus batasan-batasan antara mereka dan menggabungkan mereka menjadi satu entitas yang saling melengkapi. Dalam cinta, kebutuhan dan keinginan pasangan saling terkait dan berada dalam satu kesatuan yang harmonis.
Kemudian, menurut perspektif filsafat eksistensialisme, cinta dianggap sebagai suatu pengalaman yang sangat penting dalam hidup manusia. Para eksistensialis memandang bahwa manusia dihadapkan pada kesendirian dan ketidakpastian dalam eksistensinya, dan cinta merupakan upaya untuk menemukan makna dan keberadaan yang lebih besar.
Sartre memandang bahwa cinta sebagai sebuah konflik. Bagi beliau, cinta melibatkan penempatan nilai hidup pada orang yang dicintai, sehingga individu tersebut membutuhkan persetujuan, pengakuan, dan ketergantungan dari pasangannya. Akan tetapi, ketika individu tersebut mencoba untuk mempertahankan kebebasannya dan kontrol atas hidupnya, konflik bisa muncul karena ia merasa terjebak dalam hubungan cinta tersebut.
ADVERTISEMENT
Di lain sisi, Martin Buber memandang cinta sebagai sebuah hubungan yang berdasarkan dialog yang otentik. Buber menekankan pentingnya kedekatan dan hubungan yang mengakui ketergantungan satu sama lain. Dalam perspektifnya, cinta bisa membantu mengatasi kesendirian dan merangkul hubungan yang bermakna.
Sementara itu, Sartre dan Simone de Beauvoir menekankan pentingnya kebebasan dan tanggung jawab dalam hubungan cinta. Dalam hubungan cinta yang otentik, keduanya menganggap bahwa individu harus mempertahankan kebebasannya dan menerima tanggung jawab atas tindakan mereka dalam hubungan tersebut.
Perspektif filsafat eksistensialisme melihat cinta sebagai upaya manusia untuk menemukan makna dan keberadaan yang lebih besar dalam hidup. Walaupun cinta bisa menjadi konflik, tetapi bisa juga menjadi hubungan yang otentik dan bermakna jika kedua individu tetap mempertahankan kebebasannya dan mengemban tanggung jawab atas tindakan mereka.
ADVERTISEMENT