Konten dari Pengguna

Meneropong Indonesia dalam Bingkai Federasi

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Direktur Eksekutif Amnesty UNNES
3 Januari 2023 16:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki beraneka ragam budaya, para founding father Indonesia memberikan konsep negara supaya bisa memaksimalkan potensi yang ada di Indonesia. Mengenai bentuk negara, Indonesia memiliki sejarah panjang sebelum menerapkan bentuk negara seperti sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 1, “Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik”, maka dapat disimpulkan untuk saat ini Indonesia bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, dan bentuk pemerintahannya republik.
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan republik konstitusional yang mana kekuasaan negara dipegang oleh presiden — bertindak sebagai kepala negara, sekaligus kepala pemerintahan.
Secara historis, sebelum Indonesia berbentuk kesatuan, dulunya Indonesia pernah menerapkan bentuk sistem federasi akibat dari agresi militer yang dilakukan oleh Belanda, kemudian terdapat keputusan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang mengharuskan Indonesia yang pada awalnya berbentuk kesatuan berubah menjadi federasi. Seusai KMB, berdiri Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 7 negara bagian dan 9 daerah otonom.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, bangsa Indonesia resah dengan hasil KMB tersebut karena merugikan pihak Indonesia yang dirasa ingin dipecah belah oleh Belanda. Oleh karena itu, pada 3 April 1950, seorang tokoh Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Mohammad Natsir, membuat gagasan lewat parlemen mengenai kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sebelumnya berbentuk federasi bentukan Belanda.

Pengertian Federasi

Federasi atau negara berserikat, berasal dari bahasa Belanda ‘federatie’ dan berasal dari bahasa Latin ‘foeduratio’ yang berarti perjanjian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), federasi diartikan sebagai gabungan beberapa perhimpunan yang bekerja sama dan seakan-akan merupakan satu badan, tetapi tetap berdiri sendiri.
Dalam konteks politik, federasi berarti gabungan beberapa negara bagian yang dikoordinasi oleh pemerintah pusat yang mengurus hal-hal mengenai kepentingan nasional seluruhnya (seperti keuangan, urusan luar negeri, dan pertahanan).
ADVERTISEMENT
Menurut Cahyono (1998), negara federasi merupakan negara yang bersusun jamak. Kemudian, negara-negara ini mengikatkan diri satu sama lain untuk menjadi satu, tetapi tetap mempunyai berbagai wewenang yang tetap diurus sendiri.
Di dalam negara federasi, terdapat pemerintah federal dan pemerintah negara bagian. Pemerintah federal bertindak sebagai pusat dan diisi oleh perwakilan dari pemerintah negara bagian.
Menurut seorang ahli hukum dan filsuf asal Austria, Hans Kelsen, tatanan hukum negara federal terdiri dari norma-norma pusat yang berlaku untuk semua teritorial dan norma-norma daerah yang cuma berlaku untuk bagian bagian dari teritorial ini, bagi teritorial serta negara-negara komponennya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa federasi didefinisikan sebagai sekelompok negara dengan pemerintah pusat, tetapi independensi dalam urusan internal.
ADVERTISEMENT
Jejak Federasi di Indonesia
Secara historis, Indonesia pernah menggunakan sistem negara federasi, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1949 dengan dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) atau Republic of The United States of Indonesia (USI) atau Verenigde Staten van Indonesië. Negara Republik Indonesia Serikat terbentuk dari hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada tanggal 23 Agustus — 2 November 1949.
Federasi RIS lahir sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar, yakni Republik Indonesia (RI), Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federale Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan tersebut disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.
Melihat menggunakan kacamata sejarah pada saat itu, Indonesia tampaknya melakukan berbagai upaya untuk bisa mendapat pengakuan kemerdekaan oleh Belanda, untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan, Indonesia akhirnya menerima keputusan hasil KMB — meskipun sangat merugikan negara Indonesia — yang pada saat itu Belanda sangat bergairah untuk tetap menanam pengaruhnya lewat RIS di Zamrud Khatulistiwa ini.
ADVERTISEMENT
Banyak masyarakat Indonesia yang yakin bahwa Belanda sudah memaksakan sebuah negara federal dalam upayanya untuk melemahkan atau bahkan memecah bangsa Indonesia, sebagai bagian dari strateginya untuk kembali menaklukkan wilayah di Indonesia.
Agresi Militer yang dilakukan pihak Belanda memaksa untuk menaruh pengaruhnya di Indonesia, KMB menghasilkan kesepakatan yang menyatakan bahwa Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Indonesia, kecuali Nugini Barat.
RIS memiliki tujuh negara bagian: Republik Indonesia (meliputi Aceh, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Tengah, dan Tapanuli) yang dipimpin oleh Presiden Assaat, Negara Indonesia Timur (NIT) dengan pusat pemerintahannya di Makassar, Negara Pasundan dengan pusatnya di Bandung, Negara Jawa Timur pusatnya di Surabaya, Negara Madura pusatnya di Pamekasan, Negara Sumatra Timur pusatnya di Medan, serta Negara Sumatra Selatan pusatnya di Palembang.
ADVERTISEMENT
Terdapat juga daerah otonom RIS sebanyak sembilan: Daerah Jawa Tengah pusatnya di Semarang, Daerah Istimewa Kalimantan Barat pusatnya di Pontianak, Daerah Dayak Besar pusatnya di Banjarmasin, Daerah Banjar pusatnya di Kahuripan, Federasi Kalimantan Tenggara pusatnya di Kotabaru, Negara Kalimantan Timur pusatnya di Samarinda, Daerah Bangka, Daerah Belitung, dan Daerah Riau.
Di dalam RIS juga terdapat satu daerah distrik federal, yakni Distrik Federal Jakarta. Distrik Federal Jakarta merupakan istilah yang dipakai untuk membagi wilayah administratif secara khusus pada pusat pemerintahan negara, khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai pusat politik, ekonomi, dan kebudayaan dari Republik Indonesia Serikat. Letak geografis Kota Jakarta di pinggir wilayah laut merupakan salah satu dasar utama dalam pemilihan kota yang menjadi distrik federal di RIS.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu hasil kesepakatan dalam KMB, RIS bersama dengan Kerajaan Belanda tergabung dalam konfederasi Uni Belanda-Indonesia yang diketuai oleh Ratu Belanda. Masing-masing anggota Uni mengirimkan seorang Komisaris Tinggi yang berkedudukan di ibu kota negara anggota.
Berdasarkan Keppres Nomor 27 Tahun 1950, jabatan Komisaris Tinggi Republik Indonesia Serikat untuk Kerajaan Belanda diemban oleh Mohammad Roem yang ditunjuk oleh Presiden Sukarno pada tanggal 19 Januari 1950.
Sejak awal pihak Indonesia menentang adanya sistem federasi yang ditanam di Indonesia, para tokoh bangsa Indonesia berpandangan bahwa Republik Indonesia merupakan alat menanamkan pengaruhnya di Indonesia dan digunakan Belanda untuk memecah belah masyarakat Indonesia yang bisa terjadi pemisahan wilayah.
Mohammad Natsir melakukan lobi kepada pimpinan fraksi di Parlemen Sementara RIS dan pendekatannya ke daerah-daerah yang kemudian diformulasikan menjadi Mosi Integral dan disampaikan ke Parlemen pada 3 April 1950.
ADVERTISEMENT
Mosi Integral Natsir diterima baik oleh pemerintah dan PM Mohammad Hatta yang menegaskan akan menggunakan mosi integral sebagai pedoman dalam memecahkan persoalan. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950 Presiden Sukarno membubarkan RIS dan secara resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kesatuan vs Federasi

Para founding father Indonesia — khususnya Sukarno dan Hatta — pada awalnya juga menemukan perbedaan pandangan mengenai sistem pemerintahan dan bentuk negara Indonesia, Sukarno lebih condong ke bentuk kesatuan sedangkan Hatta lebih condong ke bentuk federal.
Mengutip dari buku Soekarno-Hatta (1991) karya Solichin Salam, ”Saya pernah bertanya kepada Bung Karno, apa bedanya ia dengan Bung Hatta,” kemudian Bung Karno menjawab dengan singkat, ”Saya unitaris, Hatta federalis.”
Bung Hatta juga pernah berkata, ”Saya cenderung kepada bentuk Negara Federal karena melihat contoh negara-negara besar waktu itu, seperti Amerika Serikat atau Uni Soviet yang semuanya berbentuk federal.”
ADVERTISEMENT
Pola pikir Hatta mungkin dipengaruhi oleh bahan literatur dan lingkungan sekitar karena pada saat muda, Hatta pernah menempuh pendidikan kuliah di Belanda.
Mengutip dari opini seorang ahli ekonomi sekaligus Guru Besar Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono, yang terbit di Republika pada tahun 2000 yang menegaskan bahwa Hatta memang seorang federalis, “Bung Hatta memang telah sejak 1926, kemudian juga pada 1932 melalui tulisannya yang terkenal ‘Ke Arah Indonesia Merdeka’ menggambarkan Indonesia Merdeka berdasarkan federalisme, sehingga beliau dikatakan banyak orang sebagai seorang federalis. Namun, kalau kita perhatikan dengan seksama, inti dari federalisme Bung Hatta adalah otonomi daerah yang luas, yang sesuai dengan keistimewaan dan kekhususan daerah, yang berdasar pada hak demokrasi rakyat dengan menghormati inisiatif rakyat dari bawah.”
ADVERTISEMENT
Bung Hatta menawarkan konsep federalisme karena melihat sistem parlementer dan federalisme yang cukup berhasil di negara-negara adidaya — salah satunya Amerika Serikat — yang menerapkan sistem federal, tetapi Hatta memberikan catatan bahwa anggota parlemen harus orang yang berpendidikan. Sukarno mengusung negara kesatuan karena melihat konsep militeristik lebih kuat menghadapi NICA dan menghindari devide et impera.
Menurut Sri Edi Swasono, Hatta juga mendukung pada saat BPUPKI bermusyawarah dan kemudian pada 29 Mei 1945 bermufakat berdasarkan pandangan mayoritas anggota dan menetapkan bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan.
Kendati demikian, Hatta memberikan syarat dukungan, yakni harus menyertakan otonomi daerah yang luas — meskipun pada praktiknya, keistimewaan dan kekhususan masing-masing daerah yang kemudian dicantumkan dalam Pasal 18 UUD NRI 1945 tersebut tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen.
ADVERTISEMENT

Republik Indonesia, Negara Kesatuan Rasa Federal

Para pendiri bangsa Indonesia setuju dengan konsep negara Indonesia berbentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya republik, hal ini yang kemudian dituangkan ke dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD NRI 1945. Sehingga negara Indonesia dinakhodai oleh seorang Presiden sebagai kepala negara, sekaligus kepala pemerintahan.
Ide-ide perubahan bentuk negara dari kesatuan menjadi federal pada saat itu sempat mencuat, sehingga ide-ide federasi diserap ke dalam konsep otonomi daerah.
Hal tersebut merupakan jalan tengah yang diambil oleh pemerintah pusat untuk mempertahankan wilayah Indonesia dari gejolak separatis yang terjadi di Aceh, Timor Timur, Papua, dsb. Sehingga konsep negara kesatuan tetap dipertahankan, tetapi juga menerapkan otonomi daerah.
Seorang ahli ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai bahwa faktanya Indonesia sudah menerapkan negara federal, tetapi anggotanya baru lima (negara-negara bagian): Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, dan Bali.
ADVERTISEMENT
Di Papua, terdapat UU sendiri, partai politik lokal, kaidah-kaidah sendiri, dsb. Kemudian di Papua terdapat otonomi khusus (otsus), di Bali terdapat tradisi yang orang Bali mengaturnya sendiri, Jakarta juga tersendiri sebagai daerah khusus, dan Yogyakarta juga demikian.
Faisal Basri menilai bahwa tidak hanya lima daerah tersebut yang memiliki kekhususan, tetapi semua daerah di Indonesia juga ada kekhususan, sehingga harus diatur dengan cara-cara khusus pula, ini yang beliau sebut sebagai hakikat federalisme.
Beliau juga menyatakan bahwa otonomi daerah di Indonesia semu, yakni tidak ada otonomi keuangan daerah. Daerah menjadi kungkungan pusat, dan pusat masih arogan terhadap daerah.
Apa yang terbaik menurut pusat itu yang dilakukan, bukan menurut perspektif daerah. Indonesia sudah menerapkan otonomi daerah alias setengahnya federal, Indonesia menyukai separuh federal, tetapi mengapa tidak sekalian federal secara? Otonomi yang sepenuh-penuhnya adalah federalisme. Indonesia, negara kesatuan rasa federal.
ADVERTISEMENT

Relevansi Bentuk Negara Federasi di Indonesia

Sebelum berdirinya negara Indonesia, pada zaman dulu Nusantara terdiri dari kerajaan-kerajaan yang mengatur daerahnya masing-masing. Di Indonesia sekarang juga terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras, budaya, dan sebagainya bukan hanya satu jenis, ditambah lagi dengan wilayahnya yang luas dan memiliki banyak sekali pulau sehingga konsep federasi cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Dilansir dari Encyclopedia Americana (1996), demokrasi atau tidaknya suatu sistem pemerintahan sangat tergantung pada pemerintah nasional. Oleh karena itu, dalam negara kesatuan desentralisasi atau sentralisasi amat ditentukan oleh cara atau sistem yang dipilih pemerintah nasional.
Hal tersebut merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia yang memiliki wilayah yang luas sekaligus terdapat sangat banyak pulau, sehingga adanya ketimpangan antara pulau yang satu dengan yang lainnya bisa terlihat, hal ini bisa kita lihat pembangunan di Pulau Jawa dengan pulau-pulau di Indonesia yang lainnya, dari fakta di lapangan terlihat jelas bahwa pemerintah pusat lebih lincah ketika membangun infrastruktur di Pulau Jawa dibandingkan pulau lainnya.
ADVERTISEMENT
Melihat fakta sejarah bahwa pada zaman dulu pernah terjadi pengoreksian oleh masyarakat daerah, seperti PDRI, Permesta, dan lainnya yang menuntut kepada pemerintah pusat supaya melakukan pembangunan dan membuat kebijakan yang adil dan merata tidak hanya berfokus pada Pulau Jawa (Jawa sentris).
Presiden pada saat itu dinilai tidak adil dan kurang responsif terhadap pembangunan daerah di luar Pulau Jawa sehingga masyarakat harus mengoreksi pemerintah pusat ketika itu.
Dari fakta tersebut bisa dilihat bahwa kesenjangan dan ketidakadilan akan berdampak buruk bagi roda pemerintahan, gerakan pengoreksian atau juga gerakan separatis bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun.
Luasnya wilayah Indonesia dan beranekaragamnya kebudayaan yang dimiliki Indonesia tentu saja rentan terhadap perpecahan. Maka pemerintah pusat tidak boleh membuat kebijakan yang merugikan dan tidak adil.
ADVERTISEMENT
Setiap daerah di Indonesia memiliki keunggulan dalam pelbagai sektor, dengan sistem kesatuan hal ini sulit untuk dikembangkan dan dimaksimalkan, misalkan di Aceh terdapat banyak ditemukan tanaman ganja (Cannabis), tetapi oleh hukum nasional dilarang untuk pemanfaatan apa pun, padahal berdasarkan penelitian tanaman ganja memiliki banyak manfaat.
Oleh karena itu, jika negara Indonesia menganut sistem negara federal setiap daerah bisa memaksimalkan potensi daerahnya masing-masing, seperti Aceh yang bisa melegalkan pemanfaatan ganja untuk tujuan kesehatan.
Terkait sejarah, sistem federasi yang kurang baik di Indonesia merupakan kacamata masa lalu. Dalam kacamata masa lalu, sistem negara federal dibentuk oleh Belanda untuk kepentingan Belanda sedangkan kalau menggunakan kacamata sekarang, Indonesia bisa merumuskan sistem negara federal untuk kepentingan nasional yang sebetulnya sistem federal bukan untuk memecah belah keutuhan bangsa, tetapi agar kebijakan yang diterapkan sesuai dengan masalah dan kebutuhan masing-masing daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk saat ini, sistem federal relevan diterapkan di Indonesia, Berbeda-beda meskipun tetap dalam bingkai keindonesiaan, tetap di bawah naungan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam mewacanakan ataupun menerapkan sistem federalisme harus tetap dalam koridor yang konstitusional untuk mencegah terjadinya perpecahan dan permusuhan.
Betapa hebatnya Indonesia, suatu negeri yang didirikan oleh para pencinta buku, ara pejuang kemerdekaan yang senantiasa berpikir dan melawan ketidakadilan.