news-card-video
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Ospek Marah-Marah: Budaya Usang yang Wajib Ditinggalkan

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Direktur Eksekutif Amnesty UNNES
21 Juli 2023 6:12 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi marah-marah. Foto: Leremy/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi marah-marah. Foto: Leremy/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Selamat datang di dunia perguruan tinggi, tempat di mana perjalanan pendidikan dan pengembangan diri dimulai. Namun, sayangnya, nggak semua pengenalan mahasiswa baru (maba) berlangsung dengan suasana yang menyenangkan. Salah satu contohnya adalah fenomena kating (kakak tingkat) marah-marah atau bentak-bentak nggak jelas.
ADVERTISEMENT
Dalam orientasi studi dan pengenalan kampus alias ospek semacam ini, maba disambut dengan sikap dan perlakuan yang penuh kemarahan dan kebingungan, tanpa tujuan yang jelas, marah-marah atau bentakan malah tak jauh beda dengan gonggongan anjing.
Praktik semacam ini jelas mengundang kontroversi dan keprihatinan karena semestinya ospek bertujuan untuk membantu mahasiswa baru beradaptasi dan mengenal lingkungan kampus dengan baik, bukan untuk menciptakan ketakutan dan kebingungan yang nggak perlu.
Maba yang mengalami ospek semacam ini mungkin merasa terintimidasi, tertekan, dan kehilangan arah karena nggak semua maba punya mental yang kuat. Mereka akan merasa terhina. Alih-alih memberikan bimbingan yang mendukung dan membantu maba merasa nyaman, ospek semacam ini justru menciptakan lingkungan yang nggak kondusif bagi pertumbuhan akademik dan sosial mereka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perlakuan ini juga menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan yang nggak sehat antara mahasiswa senior dan mahasiswa baru. Dalam suasana semacam ini, terjadi ketidakadilan dan kurangnya rasa saling menghormati yang semestinya menjadi nilai penting dalam lingkungan akademik.
Ilustrasi bentakan mahasiswa senior mirip gonggongan anjing. Foto: YummyBuum/Shutterstock
Dalam beberapa kasus ospek yang nggak sehat, terkadang senior mahasiswa marah-marah atau bentak-bentak cuma untuk mencari atensi untuk mendapatkan perhatian (caper). Praktik semacam ini biasanya bertujuan untuk memperlihatkan dominasi dan kekuasaan mereka atas maba, menciptakan ketakutan dan kebingungan yang nggak perlu.
Dalam upaya untuk caper, senior mahasiswa memperlihatkan emosi marah, intimidasi verbal, atau tindakan agresif yang nggak sesuai dengan semangat kolaborasi dan pengembangan akademik yang semestinya ada dalam lingkungan kampus.
Penting bagi senior mahasiswa dan pihak pengurus ospek untuk menyadari bahwa pendekatan dungu semacam ini nggak sejalan dengan tujuan ospek yang semestinya membantu maba beradaptasi dan berkembang.
ADVERTISEMENT
Maba mesti diberikan kesempatan untuk merasa aman, didukung, dan didorong untuk belajar dan berpartisipasi secara positif dalam lingkungan kampus. Kepentingan maba dan pengalaman mereka mesti diutamakan, dan penghormatan serta sikap pengampunan mesti menjadi landasan dalam interaksi antara senior dan maba.
Ilustrasi kesehatan mental. Foto: Rawpixel/Shutterstock
Bentakan dan marah-marah terhadap maba selama ospek pun bisa memberikan dampak yang merugikan pada kesehatan mental mereka. Ospek yang penuh dengan marah-marah dan bentakan menciptakan lingkungan yang nggak aman, menimbulkan rasa ketakutan, stres, dan kecemasan yang berlebihan pada maba.
Ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental mereka dan mengganggu proses adaptasi ke lingkungan kampus yang baru. Bentakan yang konstan dan intimidasi verbal bisa membuat maba merasa rendah diri, nggak berharga, dan meragukan kemampuan mereka. Hal ini bisa menghambat kepercayaan diri mereka dalam menghadapi tantangan akademik dan sosial di kampus.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengalaman negatif semacam ini juga bisa menyebabkan rasa malu, depresi, dan penarikan diri sosial, yang bisa menghalangi keterlibatan positif dalam kehidupan kampus dan memengaruhi prestasi akademik mereka.
Penting untuk diingat bahwa maba adalah individu yang sedang mengalami perubahan besar dalam hidup mereka. Mereka membutuhkan lingkungan yang mendukung, penuh pengertian, dan penuh kepedulian untuk bisa beradaptasi dengan baik.
Melalui pendekatan yang lebih empati dan positif dalam ospek, seperti memberikan bimbingan yang konstruktif, memperkuat rasa inklusi, dan memfasilitasi komunikasi yang baik antara senior dan maba, kita bisa membantu membangun kesejahteraan mental maba serta meningkatkan pengalaman mereka di perguruan tinggi.
Ospek yang didasarkan pada marah-marah dan bentakan sudah nggak relevan dan nggak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini alias sudah usang. Pendidikan tinggi mesti mencerminkan prinsip-prinsip penghormatan, empati, dan inklusi.
ADVERTISEMENT
Ospek yang berfokus pada intimidasi dan perlakuan kasar bukanlah pendekatan yang produktif atau berkelanjutan dalam memperkenalkan maba ke lingkungan kampus.
Oleh karena itu, perlu adanya perubahan paradigma dalam menyambut maba di perguruan tinggi. Ospek yang lebih baik mesti mendorong kerja sama, rasa saling menghormati, dan pengembangan diri yang positif.
Ilustrasi kolaborasi. Foto: Andrii Yalanskyi/Shutterstock
Mahasiswa senior perlu menjadi contoh yang baik dalam membimbing dan memberikan dukungan kepada maba, bukan menciptakan rasa takut dan ketidakpastian.
Perguruan tinggi dan pihak terkait mesti bekerja sama untuk merancang ospek yang lebih inklusif dan memerhatikan kesejahteraan mental maba.
Ini bisa dilakukan melalui pelatihan bagi senior mahasiswa tentang pentingnya pendekatan yang empatik dan mendukung, serta melibatkan staf dan dosen dalam mendukung proses ospek yang positif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting untuk menciptakan ruang dan mekanisme yang aman bagi maba untuk melaporkan pengalaman negatif selama ospek. Ini akan memungkinkan pihak kampus untuk melakukan tindakan yang tepat dalam menangani masalah tersebut dan mencegah terulangnya perilaku yang merugikan di masa mendatang.
Jadi, ospek yang marah-marah dan bentak-bentakan nggak lagi relevan dan wajib ditinggalkan. Maba mesti disambut dengan pendekatan yang positif, inklusif, dan mendukung, sehingga mereka bisa mengembangkan potensi dirinya dengan percaya diri dan merasa nyaman dalam lingkungan kampus.
Dengan mengutamakan kesejahteraan mental dan pengalaman maba, perguruan tinggi bisa menjadi tempat yang membangun, inspiratif, dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa baru untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sebagai gantinya, pendekatan ospek yang lebih efektif adalah yang menekankan kolaborasi, bimbingan, dan dukungan positif. Ospek semestinya menjadi kesempatan bagi mahasiswa baru untuk saling mengenal, berinteraksi dengan senior dan rekan seangkatannya, serta mengembangkan keterampilan sosial dan akademik mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif dan membangun suasana yang positif, ospek bisa menjadi platform yang memfasilitasi pertumbuhan dan pengembangan diri maba.
Perguruan tinggi dan pihak terkait mesti berkomitmen untuk mengganti praktik lama yang merugikan dan berfokus pada pendekatan yang lebih manusiawi. Hal ini bisa mencakup program pengenalan yang terstruktur, kegiatan kolaboratif, dan mentoring yang dipimpin oleh senior mahasiswa yang peduli.
Ilustrasi termotivasi. Foto: Overearth/Shutterstock
Dalam lingkungan yang mendukung, maba akan merasa lebih nyaman, termotivasi, dan mampu meraih potensi penuh mereka di perguruan tinggi.
Dengan memahami bahwa ospek yang marah-marah dan bentakan sudah nggak sesuai dengan tuntutan zaman, kita mesti bergerak menuju budaya kampus yang lebih inklusif, memerhatikan kesejahteraan mental maba, dan membangun komunitas akademik yang saling mendukung bukan memperlihatkan budaya marah-marah dan bentak-bentakan kayak gonggongan anjing.
ADVERTISEMENT
Dalam mengatasi masalah ini, penting bagi pihak kampus untuk mengimplementasikan kebijakan dan panduan yang jelas terkait ospek, dengan penekanan pada pendekatan yang adil, inklusif, dan menghormati hak asasi manusia.
Kolaborasi antara senior mahasiswa dan maba mesti dibangun berdasarkan saling pengertian, kepedulian, dan keinginan untuk saling mendukung dalam perjalanan pendidikan mereka—bukan malah menunjukkan sikap dungu dengan marah-marah yang nggak jelas.
Sebagai institusi pendidikan yang bertanggung jawab, penting bagi pihak kampus dan pengurus ospek untuk merefleksikan kembali praktik semacam ini dan mencari cara yang lebih positif dan mendukung bagi maba. Mari lawan budaya feodal berkedok melatih mental. Toh, marah-marah atau bentak-bentak itu nggak jauh beda dengan gonggongan anjing.