Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia Layak Ditolak

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
7 Januari 2023 13:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Najwa Shibab, seorang jurnalis yang cerdas dan kritis, menyatakan pentingnya berpikir dan mengubah pola pikir. Saya setuju dengan apa yang dia katakan, mau pindah ke mana-mana, kalau pola pikirnya masih salah, hanya akan memindahkan masalah dari ibu kota lama ke ibu kota baru. Hal ini menandakan bahwa pindah ke ibu kota tidak semudah membalikkan telapak tangan, membutuhkan banyak persiapan dan perencanaan yang matang.
Akhir-akhir ini ramai diberitakan tentang pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan tepatnya di Penajam Paser Utara yang akan diberi nama Nusantara oleh pemerintah. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki oleh pemerintah, yang membuat saya yakin bahwa pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara adalah keputusan yang kurang tepat karena tiga alasan.
ADVERTISEMENT
Alasan pertama saya menolak menyetujui keputusan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara adalah karena akan ada pemborosan anggaran. Pemindahan ibu kota ini tentu akan memakan biaya yang tidak sedikit dan mayoritas menggunakan APBN. Hal tersebut disampaikan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang dalam sambutannya mengungkapkan bahwa proyek pemindahan ibu kota negara baru menelan biaya sekitar Rp501 triliun.
Selanjutnya, 53,5% pendanaan ibu kota negara menggunakan APBN. Dengan anggaran sebesar itu seharusnya pemerintah bisa fokus membenahi ibu kota saat ini yaitu Jakarta, masih banyak hal yang harus pemerintah perbaiki dari ibu kota negara saat ini, seperti kemacetan, polusi udara, dan banjir. Selain itu, pemerintah juga harus fokus memperbaiki dan meningkatkan berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Alasan lain saya menolak ide pemindahan ibu kota negara adalah karena saat ini belum ada urgensinya. Apalagi, seluruh dunia—termasuk Indonesia—telah mengalami pandemi Covid-19. Banyak sektor yang terkena dampak pandemi Covid-19, seperti kesehatan dan ekonomi. Selain itu, banyaknya fasilitas umum yang terbengkalai dan tidak berfungsi seperti Bandara Kertajati (Majalengka), Pelabuhan Patimban (Subang), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dan lain sebagainya membuat banyak orang—termasuk saya—khawatir.
Daripada terlalu berambisi memindahkan ibu kota negara tanpa urgensi, lebih baik fokus pada peningkatan layanan kesehatan, pemulihan ekonomi, dan penyelesaian proyek-proyek yang mangkrak agar kehidupan masyarakat bisa lebih baik. Pendapat saya juga diperkuat oleh ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, S.E., M.A. (2022), yang juga berpandangan bahwa tidak ada urgensi atau darurat untuk dilakukan pemindahan Ibu Kota Negara. Ketimbang memindahkan Ibu Kota Negara, menurutnya, pemerintah lebih baik menyelesaikan masalah yang ada (seperti di bidang kesehatan dan ekonomi).
ADVERTISEMENT
Banyak juga dari masyarakat yang menolak adanya pemindahan ibu kota negara ini, seperti 19 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) yang menilai bahwa terdapat banyak masalah apabila ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan.
Menurut data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), lokasi IKN merupakan wilayah yang strategis serta pendukung air untuk warga di daerah sekitarnya. Dengan adanya IKN, menghilangkan 2.603,41 hektare ekosistem bakau di Teluk Balikpapan. WALHI juga menilai bahwa 61% lokasi IKN merupakan kawasan hutan, sehingga rentan terhadap penyalahgunaan oleh pemerintah. Selain itu, lokasi IKN juga dijadikan sebagai habitat perlindungan satwa, salah satunya habitat orang utan yang dikhawatirkan terdampak.
Pemerataan ekonomi bukan semata-mata dilakukan memindahkan ibu kota, pemerintah juga mesti melakukan pemberdayaan sumber daya yang ada di Indonesia dengan baik sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (3). Sehingga kekayaan yang ada di Indonesia bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat, bukan hanya segelintir elite. Perlu adanya reforma agraria supaya berdampak baik untuk bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
Alasan terakhir adalah banyak negara lain yang gagal memindahkan ibu kotanya. Banyak negara lain telah memindahkan ibu kotanya, tetapi pada akhirnya gagal, termasuk Myanmar, Malaysia, dan Kazakhstan. Negara-negara tersebut merupakan negara yang dianggap gagal dalam memindahkan ibu kotanya. Myanmar memindahkan ibu kotanya dari Yangon ke Naypyidaw yang selesai pada tahun 2005. Infrastruktur sudah dibangun (termasuk jalan penghubung, hotel, dan mal), namun kenyataannya, ibu kota baru itu sepi, bahkan dijuluki sebagai “Kota Hantu”.
Kemudian, pada tahun 1999, Malaysia memutuskan untuk memindahkan ibu kotanya ke Putrajaya sebagai kota administratif. Namun langkah tersebut dianggap gagal karena pegawai pemerintah Malaysia enggan pindah ke ibu kota negara baru. Meski jarak kedua kota tersebut tidak terlalu jauh, mereka tidak mau pindah karena alasan keluarga. Selain itu, meski Kantor Perdana Menteri sudah dipindahkan ke Putrajaya, tetapi pusat ekonomi dan Gedung Parlemen masih berada di Kuala Lumpur.
ADVERTISEMENT
Lalu, Kazakhstan juga memindahkan ibu kotanya dari Almaty ke Astana pada tahun 1997 karena kota sebelumnya sudah terlalu padat dan rawan gempa. Namun, Kazakhstan diklaim mengalami tekanan ekonomi setelah memindahkan ibu kota negara ke Astana. Selain itu, warga juga tidak berminat pindah ke ibu kota baru, sehingga Astana hanya diisi pejabat negara. Mencegah lebih baik daripada mengobati, dari pengalaman negara-negara tersebut kita dapat mengambil pelajaran agar hal yang sama tidak terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ke depannya. Menurut saya, tujuannya bukan untuk menciptakan atau bahkan menambah polemik baru yang dapat merugikan Indonesia, ini demi kepentingan bangsa dan negara juga.
Jika pemerintah tidak memikirkan penggunaan anggaran yang tepat, mendahulukan hal-hal yang penting, melakukan reforma agraria, dan belajar dari negara-negara yang mengalami kerugian akibat pemindahan ibu kota, Indonesia bisa mengalami kerugian dan kegagalan, bahkan bukannya menyelesaikan masalah, tapi malah bisa nambah masalah. Jadi, memindahkan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara untuk saat ini adalah keputusan yang keliru.
ADVERTISEMENT