Konten dari Pengguna

Pilpres 2024: Mari Sumbat Politik Populisme dan Sambut Politik Gagasan

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Direktur Eksekutif Amnesty UNNES
14 Juni 2023 5:32 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemimpin yang membawa gagasan. Foto: Golden Dayz/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemimpin yang membawa gagasan. Foto: Golden Dayz/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita telah memasuki tahun politik, dan Indonesia butuh pemimpin yang membawa gagasan. Gagasan-gagasan yang dibawa tentu harus berdampak pada perubahan menuju perbaikan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Kita tahu, Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman budaya, sumber daya alam, dan potensi manusia. Untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada, Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki gagasan-gagasan inovatif dan visi jangka panjang—yang tidak sekadar mengandalkan popularitas.
Sebentar lagi Indonesia akan menyelenggarakan hajatan Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024), ini menjadi momentum bagi kita untuk menyeleksi nakhoda Indonesia dalam lima tahun ke depan dan ikut serta dalam merestorasi (pemugaran) politik gagasan dan mendisrupsi (mengubah) politik populisme.

Sekilas mengenai Politik Populisme

Ilustrasi politisi yang menggunakan politik populisme untuk pencitraan. Foto: nuvolanevicata/Shutterstock
Pada dasarnya, pengertian populisme multitafsir karena memiliki banyak interpretasi yang berbeda. Populisme sering kali sulit untuk didefinisikan dengan jelas karena memiliki sifat yang beragam dan konteks yang bervariasi tergantung pada situasi politik dan sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Cas Mudde dan Cristóbal Rovira Kaltwasser di dalam bukunya yang berjudul Populism: A Very Short Introduction, menyatakan bahwa populisme merupakan konsep yang diperdebatkan, hal ini disebabkan populisme sendiri kadang diartikan sebagai sindrom, ideologi, ataupun gerakan.
Pendekatan yang berbeda terhadap populisme bisa melihatnya sebagai ideologi politik, gerakan politik, atau bahkan sebagai sindrom yang melibatkan karakteristik tertentu dalam politik.
Populisme merupakan suatu pendekatan politik yang menekankan pada kepentingan dan aspirasi rakyat biasa serta menjanjikan perubahan yang menguntungkan mereka. Istilah populisme berasal dari bahasa Latin, yakni populus yang berarti rakyat.
Secara umum, populisme mengacu pada pendekatan politik yang menekankan pada peran dan kepentingan rakyat biasa dalam proses pengambilan keputusan politik. Gerakan populis sering kali mengeklaim mewakili suara rakyat dan menentang elitisasi dalam politik dan kekuasaan yang dianggap tidak mengakomodasi kebutuhan dan keinginan mayoritas.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, di sisi lain, populisme juga bisa memiliki konotasi negatif dan dikaitkan dengan retorika demagogi (penghasutan terhadap orang banyak dengan kata-kata yang dusta untuk membangkitkan emosi rakyat), manipulasi emosi, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin yang berusaha memanfaatkan sentimen massa untuk tujuan pribadi atau politik mereka.
Karena banyaknya interpretasi dan variasi dalam penggunaan istilah ini, pengertian populisme dapat bervariasi tergantung pada perspektif dan konteks tertentu. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks politik, sosial, dan budaya yang mana populisme muncul untuk memahami pengertian yang tepat dan implikasinya.
Pada konteks kali ini, kita harus bersepakat bahwa inti dari populisme adalah kemampuan seseorang untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang karismatik yang mewakili kelompok yang mengidentifikasikan diri sebagai rakyat yang sesungguhnya atau orang biasa, yakni populisme dalam upaya pencitraan.
ADVERTISEMENT
Seorang pemimpin yang karismatik dianggap punya kemampuan untuk menginspirasi dan mempengaruhi massa dengan pesan yang sederhana dan emosional.
Mereka sering menggunakan retorika yang menekankan perbedaan antara rakyat (tertindas) dan elite (menindas), yang menggambarkan diri mereka sebagai pahlawan yang berjuang melawan kekuatan yang korup dan sebetulnya tidak peduli dengan kepentingan rakyat.

Sekilas mengenai Politik Gagasan

Ilustrasi politisi yang membawa politik gagasan. Foto: Gannvector/Shutterstock
Dari namanya, kita bisa mengetahui bahwa gagasan merupakan hasil pemikiran atau ide. Politik gagasan merupakan pendekatan politik yang menekankan pentingnya ide-ide, konsep, dan program kebijakan dalam proses politik.
Fokusnya adalah pada perdebatan intelektual, gagasan kebijakan yang telah teruji, dan argumentasi rasional dalam pengambilan keputusan politik. Dalam politik gagasan, pemimpin politik dan partai politik (parpol) berusaha memperkenalkan wacana dan konsep-konsep baru atau inovatif untuk mengatasi masalah sosial dan politik yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Mereka berusaha mengembangkan dan menyampaikan gagasan-gagasan yang didasarkan pada pemikiran yang terperinci, riset, dan analisis. Politik gagasan melibatkan partisipasi ahli, peneliti, dan pemikir publik dalam proses pembuatan kebijakan.
Diskusi dan debat intelektual dianggap penting dalam mencapai solusi yang lebih baik dan pemahaman yang lebih mendalam pelbagai isu yang kompleks.
Dalam politik gagasan, keputusan politik didorong oleh argumentasi logis, analisis data, dan kualitas ide-ide yang diajukan. Berbeda dengan politik berbasis populisme, yang mana popularitas dan retorika emosional sering menjadi faktor penentu utama dalam pengambilan keputusan politik.

Restorasi Pilpres 2024 dengan Politik Gagasan

Ilustrasi kontestasi Pilpres 2024 dengan adu gagasan. Foto: Lightspring/Shutterstock
Restorasi Pilpres 2024 dengan politik gagasan akan melibatkan pendekatan yang menitikberatkan pada ide, konsep, dan program kebijakan untuk memperbaiki dan mengembalikan proses pemilihan presiden. Dalam hal ini, pemimpin politik dan parpol akan berusaha untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dalam sistem politik dan menghadirkan wacana yang lebih terfokus dan berbobot.
ADVERTISEMENT
Para calon pemimpin dan parpol yang mengadopsi politik gagasan dalam restorasi Pilpres 2024 akan berusaha untuk menghadirkan solusi konkret terhadap masalah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan yang lainnya, terhadap permasalahan bangsa.
Mereka juga akan menekankan pemikiran yang komprehensif, penelitian yang kuat, dan analisis yang mendalam dalam mengembangkan kebijakan yang efektif dan berkelanjutan. Politik gagasan dalam restorasi Pilpres 2024 juga akan mendorong partisipasi ahli, peneliti, dan pemikir publik dalam proses pembuatan kebijakan.
Ini akan membawa perubahan dari politik berbasis populisme yang lebih bergantung pada popularitas dan retorika emosional. Dengan politik gagasan, tujuannya adalah agar restorasi Pilpres 2024 membawa perubahan yang lebih signifikan, memberikan ruang bagi ide-ide baru, dan memberikan harapan baru bagi masyarakat dalam proses politik.
ADVERTISEMENT
Kita harus bersepakat bahwa politik populisme dalam upaya pencitraan seharusnya sudah tidak dibutuhkan di Indonesia, masyarakat harus lebih cerdas dalam menyeleksi nakhoda Indonesia, tidak berdasarkan populisme ataupun bahasa-bahasa retorika, seperti “wong cilik” (rakyat jelata) yang dipakai untuk membangun citra pemimpin “wong cilik”.
Padahal, secara nyata branding populis dari mereka merugikan masyarakat, yang mana retorika dan bualan tersebut hanya dijadikan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan tanpa peduli secara tulus terhadap rakyat.
Di dalam komunikasi politik, narasi semacam itu memang sah-sah saja, tetapi sebagai masyarakat, kita mesti cerdas dalam memilih pemimpin, kita harus mengubah paradigma bahwa calon pemimpin harus menjual gagasan, bukan sekadar menjual populis receh semacam “wong cilik” dan semacamnya.
Kualitas seorang calon pemimpin tidak bisa dilihat hanya dari “tampang” (persona), melainkan kita harus mencermati pemikirannya lewat gagasan. Calon presiden yang sering menjual narasi populis “wong cilik”, dengan mengatakan bahwa dirinya dari kalangan biasa dan mengecam oligarki, di belakang layar pun sebetulnya membutuhkan oligarki untuk bisa berkontestasi di pilpres.
ADVERTISEMENT
Politik populis tentu bisa merusak demokrasi, rakyat dibodohi seraya terhipnotis karena mereka taklid terhadap narasi populis pencitraan. Sosok yang diidam-idamkan merepresentasikan orang biasa (tertindas) dan anti-elite itu sebetulnya orang yang sangat dekat dengan oligarki atau elite (menindas), hal ini bisa kita lihat dari kebijakan-kebijakan kontroversial yang dikeluarkan, terlihat mengesampingkan kepentingan rakyat.
Dalam menyambut hajatan Pilpres 2024, mari kita sambut politik gagasan, paksa para calon nakhoda Indonesia untuk menjual gagasan bukan sekadar pencitraan, dan kita ramai-ramai harus menyumbat dan menghambat politik populisme yang bisa memperburuk roda pemerintahan, serta berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.