Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Tidak Demokratis, Hak Veto Dewan Keamanan PBB Layak Dihapus
17 Juli 2023 10:10 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang semakin kompleks dan terkoneksi secara global, hak veto dalam Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menjadi subjek perdebatan yang semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu elemen inti dalam struktur organisasi tersebut, hak veto diberikan kepada lima negara anggota tetap, memberikan mereka kekuasaan yang luar biasa dalam menghentikan resolusi yang diusulkan oleh negara-negara lain, bahkan jika resolusi tersebut mendapat dukungan mayoritas.
Akan tetapi, argumentasi bahwa hak veto ini tidak demokratis dan semakin tidak relevan juga semakin kuat. Tulisan ini akan menggali lebih dalam mengenai alasan mengapa penghapusan hak veto DK PBB bisa menjadi langkah yang lebih baik dalam mewujudkan sistem pengambilan keputusan yang lebih demokratis dan efektif di tingkat internasional.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), veto diartikan sebagai hak konstitusional penguasa (pemegang pemerintahan dan sebagainya) untuk mencegah, menyatakan, menolak, atau membatalkan keputusan, atau hak membatalkan (melarang secara mutlak).
ADVERTISEMENT
Hak veto mengacu pada kekuasaan atau hak istimewa yang diberikan kepada pihak tertentu untuk menolak atau membatalkan suatu keputusan atau tindakan yang diajukan oleh orang lain atau kelompok lain.
Dalam DK PBB, hak veto merujuk pada hak istimewa yang diberikan kepada lima anggota tetap, yakni Amerika Serikat, Rusia, Cina, Prancis, dan Inggris, untuk menghentikan adopsi resolusi yang diusulkan oleh negara anggota lainnya, bahkan jika resolusi tersebut mendapatkan dukungan mayoritas anggota Dewan.
Dengan hak veto, anggota tetap bisa secara mutlak menghalangi resolusi tersebut, sehingga memengaruhi hasil pengambilan keputusan DK.
Dalam praktiknya, veto ini berfungsi sebagai penghambat potensial terhadap adopsi resolusi yang tidak disukai oleh negara anggota tetap. Dengan kata lain, hak veto memberikan kekuasaan yang besar kepada anggota tetap untuk memengaruhi dan membentuk keputusan internasional.
ADVERTISEMENT
Hak veto dalam DK PBB adalah hak istimewa yang diberikan kepada lima anggota tetap DK. Hak ini memungkinkan mereka untuk memblokir atau menolak adopsi resolusi DK yang diajukan oleh negara anggota lain, meskipun resolusi tersebut mendapatkan dukungan mayoritas anggota Dewan.
Sejarah hak veto dalam DK dimulai pada pembentukan PBB pada tahun 1945. Dalam penentuan struktur DK, terdapat perdebatan mengenai sejauh mana kekuasaan mesti diberikan kepada negara-negara besar.
Persoalan tersebut menjadi penting karena negara-negara tersebut merupakan pemenang Perang Dunia II dan merupakan kekuatan utama dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Hak veto dalam DK PBB merupakan warisan dari Perang Dunia II. Pada saat pembentukan PBB pada tahun 1945, negara-negara pemenang Perang Dunia II, yang memainkan peran kunci dalam perundingan dan penyusunan Piagam PBB.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan dan kepentingan negara-negara besar ini diakui dalam struktur DK PBB melalui pemberian hak veto kepada mereka sebagai anggota tetap Dewan. Alasan di balik pemberian hak veto ini adalah untuk memastikan bahwa tidak ada keputusan signifikan yang dapat diambil tanpa persetujuan mereka.
Selain itu, hak veto dianggap sebagai salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan kekuatan dalam organisasi internasional ini. Pada saat itu, keputusan untuk memberikan hak veto kepada negara-negara anggota tetap DK dianggap sebagai langkah yang penting untuk menghindari kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (LBB)—organisasi pendahulu PBB—yang dikritik karena tidak dapat mengatasi krisis internasional dan terkendala oleh kepentingan nasional negara-negara besar.
Hasil dari perdebatan tersebut adalah penetapan hak veto bagi lima anggota tetap DK. Mereka diberikan hak untuk memveto setiap resolusi yang diusulkan, yang berarti satu negara anggota tetap bisa menghentikan adopsi resolusi bahkan jika resolusi tersebut mendapat dukungan suara mayoritas.
ADVERTISEMENT
Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak ada keputusan signifikan yang dapat diambil tanpa persetujuan dari negara-negara besar ini, sehingga mencegah adanya tindakan yang dianggap merugikan kepentingan mereka. Sejak awal berdirinya PBB, hak veto telah menjadi sumber kontroversi dan kritik.
Beberapa negara dan pengamat menganggap hak veto sebagai penghambat dalam pengambilan keputusan yang efektif dan demokratis karena satu negara dapat memblokir langkah-langkah yang didukung oleh mayoritas anggota DK.
Kritikan juga muncul karena penyalahgunaan hak veto oleh negara-negara anggota tetap dalam mempertahankan kepentingan nasional mereka tanpa mempertimbangkan kepentingan umum.
Upaya telah dilakukan untuk mereformasi atau membatasi penggunaan hak veto dalam DK. Namun, perubahan tersebut sulit dilakukan karena memerlukan persetujuan dari negara anggota tetap, yang masing-masing memiliki hak veto.
ADVERTISEMENT
Banyak negara yang mengkritik dan meminta supaya hak veto DK PBB dihapus, termasuk negara Indonesia. Indonesia mengecam dan mendukung penghapusan hak veto di DK PBB.
Indonesia percaya pada prinsip kesetaraan dan partisipasi yang lebih luas dalam pengambilan keputusan internasional. Hak veto dipandang tidak demokratis, menghambat partisipasi aktif negara-negara kecil dan memperkuat dominasi negara-negara kuat.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa menghapus hak veto akan mendorong struktur pengambilan keputusan internasional yang adil dan setara, memberikan peluang lebih besar bagi negara-negara kecil dan berkembang untuk berkontribusi dan memiliki suara yang signifikan dalam membentuk isu-isu global.
Selain itu, adanya hak veto bisa menghambat respons yang cepat dan efektif terhadap krisis global, terutama ketika kepentingan nasional anggota tetap DK berkonflik. Dengan menghapus hak veto, diharapkan keputusan bisa diambil berdasarkan kebaikan bersama dan perlindungan perdamaian dan keamanan internasional.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali, ketika menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pun sering mengkritik hak veto DK PBB. Melalui Surat Terbuka Presiden SBY Kepada Pemimpin Dunia Tentang Krisis Kemanusiaan di Gaza, Presiden SBY menyatakan,
Kemudian, Kementerian Luar Negeri pada era Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga kerap mengkritik penggunaan hak veto yang digunakan oleh DK PBB secara ugal-ugalan dan tidak tidak bertanggung jawab. Sehingga perlu dilakukan reformasi DK PBB dan mendukung adanya penghapusan hak veto DK PBB.
Mengutip dari laman resmi PBB terkait liputan rapat dan siaran pers pada 20 November 2018, Presiden Majelis Umum menyoroti pentingnya mengadaptasi dan mereformasi DK untuk meningkatkan legitimasi dan implementasi keputusan. Banyak delegasi mendukung peningkatan jumlah anggota tetap Dewan dan penghapusan hak veto.
Negara-negara Afrika menuntut peningkatan perwakilan mereka dengan memperoleh kursi permanen yang termasuk hak veto. Beberapa negara anggota lainnya juga mendukung reformasi Dewan, sementara negara anggota tetap, seperti Cina dan Amerika Serikat memberikan dukungan dengan syarat tertentu. Isu reformasi DK terus menjadi perdebatan dan memerlukan konsensus di antara negara-negara anggota untuk mencapai perubahan yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara anggota juga menyoroti pentingnya transparansi, inklusivitas geografis yang lebih besar, dan pembatasan penggunaan hak veto. Reformasi DK juga mesti mencerminkan realitas politik dan ekonomi global saat ini dan memperkuat keterwakilan negara-negara berkembang.
Para delegasi dari pelbagai negara juga menyampaikan pendapat mereka tentang pentingnya reformasi DK PBB. Negara Slovakia menekankan komitmen pada multilateralisme dan mendukung reformasi Dewan untuk mengatasi tantangan baru dalam perdamaian dan keamanan internasional.
Sementara itu, Ukraina mengkritik kekurangan dalam desain dan proses pengambilan keputusan Dewan saat ini. Sudan juga mendukung reformasi Dewan untuk meningkatkan perwakilan Afrika dan menghormati mandat entitas PBB.
Indonesia menekankan perlunya reformasi menyeluruh untuk membuat Dewan efektif, akuntabel, dan demokratis. San Marino mendukung pendekatan komprehensif dan transparan dalam reformasi Dewan.
ADVERTISEMENT
Delegasi lainnya, termasuk dari Hungaria, Mesir, Prancis, Malta, Maroko, Jerman, Republik Moldova, dan Kenya, juga menyuarakan dukungan mereka untuk reformasi Dewan dengan tujuan meningkatkan representasi, efektivitas, akuntabilitas, dan transparansi.
Dengan adanya hak veto DK PBB yang dinilai oleh banyak ahli dan banyak negara tidak demokratis, maka sebaiknya hak veto DK PBB dihapus untuk melakukan reformasi Dewan karena hak veto memberikan kekuasaan yang tidak seimbang kepada anggota tetap Dewan.
Penghapusan hak veto diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan kekuatan dalam DK, memungkinkan keputusan yang lebih inklusif dan berdasarkan konsensus. Beberapa pihak juga berpendapat bahwa hak veto telah menyebabkan kelambanan dan kegagalan dalam menanggapi krisis global karena satu negara dapat memblokir tindakan yang didukung oleh mayoritas negara anggota.
ADVERTISEMENT
Namun, penting untuk diingat bahwa penghapusan hak veto memiliki kontroversi dan pertimbangan yang kompleks. Beberapa negara anggota Dewan memiliki kepentingan nasional yang kuat dalam mempertahankan hak veto untuk melindungi kepentingan mereka.
Reformasi DK adalah isu yang rumit dan membutuhkan negosiasi yang cermat untuk mencapai konsensus di antara semua negara anggota. Dalam usaha mencapai sistem yang lebih inklusif dan efektif, penting bagi negara-negara anggota untuk terus berdiskusi dan berupaya memperbaiki cara kerja DK PBB, dengan tujuan menciptakan lembaga yang mampu merespons tantangan dunia saat ini dengan cara yang adil, efektif, dan demokratis.