Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Dendam di Balik Pintu Sekolah: Perundungan dan Dampaknya
16 Juni 2024 16:06 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Raina Elysia Rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perundungan merupakan salah satu masalah utama di Indonesia yang masih sulit ditemukan solusinya terutama pada kalangan remaja. Dilansir dari Federasi Serikat Guru Indonesia (2023) sebanyak 84 persen murid di Indonesia mengaku pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Bahkan di tahun 2023 selama bulan Januari-September tercatat terdapat 23 kasus perundungan dengan 2 korban meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Di antara kasus perundungan yang terjadi, yang paling parah dampaknya adalah kasus di SMP Temanggung di mana seorang korban perundungan mencoba membalaskan sakit hatinya dengan membakar sekolahnya yang justru berakhir menjadi tersangka.
Perundungan sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu perundungan secara fisik, verbal, dan psikologis. Banyak sekali faktor penyebab maraknya perundungan di lingkungan sekolah.
Dalam banyak kasus, pelaku perundungan mungkin merasa perlu menyerang atau merendahkan korban yang tidak lebih populer dari mereka.
Pelaku perundungan juga mungkin berasumsi bahwa karena mereka lebih senior, mereka memiliki hak untuk mendominasi atau mengintimidasi individu yang lebih junior. Pelaku biasanya melakukan perundungan entah karena menginginikan popularitas dan kekuasaan atau karena meniru dari tontonan yang biasa ia lihat.
ADVERTISEMENT
Contoh sederhananya adalah dengan meminta uang, menyontek, menghina, mengejek, dan lain sebagainya. Pada beberapa kasus juga terdapat rasa takut dari para pelaku apabila mereka tidak terlihat memiliki kuasa di atas orang lain maka ia tidak diterima dalam geng atau lingkungan tertentu hingga akhirnya para pelaku nekat berbuat sesuatu di luar moral.
Bagaimana sebenarnya hubungan antara lingkungan ini dengan tingkat perundungan yang kian tahun kian meninggi?
Sebuah lingkungan jelas sangat memengaruhi perilaku dan kebiasaan seseorang, karena pada dasarnya manusia tumbuh dengan meniru apa yang dilihatnya sehari-hari. Apa yang dilihat, ditonton, didengar akan masuk dan tertanam dalam otak anak-anak.
Jika ia berada di lingkungan yang baik, maka kemungkinan besar anak ini akan tumbuh menjadi pribadi yang baik pula. Sebaliknya, jika ia berada dan tumbuh di lingkungan yang diisi oleh orang-orang yang kasar, keras, tutur bahasnya tidak baik, nantinya anak ini cenderung tumbuh menjadi pribadi yang serupa dengan lingkungannya. Namun, lingkungan ini tidak hanya berpacu pada lingkungan keluarga saja.
ADVERTISEMENT
Banyak anak yang tumbuh dari keluarga yang mampu secara finansial dan dituruti segala kemauannya oleh sang orang tua, tetapi merek tetap menjadi pelaku perundungan tersebut.
Maka, lingkungan yang harus dicermati selanjutnya adalah lingkungan pergaulan mereka, di mana mereka tumbuh, bermain, mengamati, dan berinteraksi sosial.
Dalam pergaulan sendiri tentunya banyak terjadi pertengkaran, entah antar teman, antar sekolah, ataupun antar keluarga. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor besar seorang anak menjadi pelaku perundungan. Dari cara mereka melihat suatu permasalahan dan bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut bagaimanapun caranya.
Selanjutnya yang paling sering dianggap remeh adalah tayangan atau tontonan dari sang anak. Di era modern ini, anak usia sekolah dasar saja sudah dapat mengakses internet dengan bebas tanpa perlunya pengawasan dari orang dewasa, di sini lah titik lengah kita sebagai orang dewasa mana kala seorang anak menonton suatu video yang mengandung unsur kekerasan tanpa mengetahui dampak buruknya.
ADVERTISEMENT
Dan yang terakhir adalah iklim atau lingkungan yang ada di sekolah. Sang pelaku perundungan bisa saja menganggap mereka bebas melakukan apa saja akibat kurang tegasnya sanksi dari perundungan itu.
Sekolah cenderung menganggap enteng suatu perundungan dengan embel-embel “anak-anak hanya bergurau”. Padahal, ini adalah titik di mana sang korban bisa saja merasa tidak memiliki perlindungan dan sang pelaku makin berani bahkan mengancam korban untuk tidak melaporkan ke siapa pun.
Lalu, bagaimana kondisi para korban setelah mengalami perundungan terutama kondisi psikisnya?
Para korban cenderung rentan merasakan emosi seperti takut, marah, dan sedih. Hal ini jika tidak segera ditindaklanjuti akan menimbulkan gejala depresi dan gangguan adaptasi.
Selain itu, perundungan juga menyebabkan sulitnya berkonsentrasi bagi para korban dan juga saksi. Mereka akan cenderung sulit untuk berkonsentrasi yang akhirnya turut menurunkan tingkat prestasi siswa, menurunkan kepercayaan diri, menimbulkan gangguan tidur atau insomnia, dan yang paling parah adalah menimbulkan pikiran untuk balas dendam seperti yang terjadi pada siswa SMP di Temanggung yang membalaskan dendamnya dengan membakar sekolah tadi.
ADVERTISEMENT
Ia diketahui telah menyiapkan bahan dari seminggu sebelum kejadian di mana ia mengincar ruangan yang biasa digunakan teman-temannya untuk merundungnya. Ia juga mengaku sakit hati lantaran sering dirundung oleh kawan-kawannya dan tidak mendapat perhatian dari gurunya.
Pikiran untuk balas dendam memang merupakan reaksi yang bisa muncul pada korban perundungan, terutama saat mereka merasa putus asa dan marah akibat perlakuan yang mereka alami. Namun, penting untuk memahami bahwa balas dendam bukanlah solusi yang tepat dalam kasus perundungan.
Selain bagi para korban, perundungan juga memengaruhi kondisi psikis pelaku. Mereka mungkin memiliki tingkat harga diri yang rendah dan mencoba untuk mendapatkan perasaan superioritas dengan cara merendahkan orang lain.
Beberapa pelaku perundungan mengalami masalah pengendalian emosi di mana mereka dapat dengan mudah marah, frustasi, atau terprovokasi, yang dapat memicu perilaku perundungan lainnya, beresiko menjadi pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang, sulit mendapatkan pekerjaan saat beranjak dewasa, beresiko menjadi pelaku kekerasan dalam lingkungan sosial dan rumah tangga (KDRT), terbiasa melakukan aktivitas implusif, empati yang semakin tumpul, meningkatnya perilaku agresif, muncul perilaku antisosial yang semakin parah, mendapatkan label negatif.
ADVERTISEMENT
Siapakah yang berperan penting dalam agenda pencegahan perundungan?
Dengan begitu banyaknya fenomena perundungan yang terjadi di kalangan remaja menunjukkan bagaimana kualitas SDM kita terutama para penerus bangsa. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang aman justru berubah menjadi ajang adu kekuatan dan dianggap sebagai lelucon belaka. Selain itu, peran para ‘orang tua’ baik di rumah maupun di sekolah perlu dipertanyakan.
Padahal, ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi perundungan itu sendiri seperti mengajak anak untuk konseling dengan psikolog, memberikan dukungan, mengajarkan anak agar mampu membela dirinya sendiri, mendengarkan anak bercerita tentang perasaannya, mengingatkan anak bahwa balas dendam bukan solusi yang tepat dikarenakan balas dendam hanya akan meningkatkan konflik dan kekerasan di mana justru dapat menyebabkan situasi menjadi semakin buruk dan berdampak kepada lebih banyak orang.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah terjadinya perundungan di kalangan remaja. Mereka dapat membantu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung anak-anak mereka dalam menghadapi masalah ini.
Orang tua dapat mengajarkan anak-anak mereka nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan menghormati perbedaan. Ini akan membantu remaja memahami bahwa perbedaan dalam latar belakang, agama, orientasi seksual, atau kecacatan tidak boleh menjadi alasan untuk merundung seseorang.
Maka dari itu, penting bagi kita untuk membantu anak memahami bentuk perundungan sebagai perilaku buruk, edukasi para korban untuk mendapatkan bantuan, jaga komunikasi dengan anak agar tetap terbuka, dukung anak melakukan apa yang disukai, berikan contoh baik dalam memperlakukan orang lain, ajarkan anak untuk berpikir sebelum bertindak terutama dalam bersosial media, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
ADVERTISEMENT
Pihak sekolah juga harus memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas dan tegas. Kebijakan ini harus mencakup tindakan yang akan diambil jika ada insiden perundungan, serta sanksi yang berlaku bagi pelaku perundungan.
Jangan berlindung di balik kata “hanya bergurau” saja.
Mencegah perundungan adalah komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu. Semua pihak, dari orang tua hingga sekolah, harus berperan aktif dalam melawan perundungan dan menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Raina Elysia Rahma, mahasiswa Administrasi Publik Universitas Airlangga.