Konten dari Pengguna

Peringatan Hanya Sekadar Hiasan, Larangan Membuang Sampah Sering Diabaikan

Raissa Humairah Hasibuan
Ilmu Komunikasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. FISIPOL UMY. MAN Pematangsiantar
22 Januari 2025 6:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raissa Humairah Hasibuan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemandangan sampah berserakan tepat di bawah poster di Ambarketawang, Yogyakarta. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan sampah berserakan tepat di bawah poster di Ambarketawang, Yogyakarta. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
ADVERTISEMENT
Kota Yogyakarta, kota yang seharusnya indah, kini semakin tercoreng oleh masalah sampah. Ironisnya, masalah ini terjadi di tengah maraknya kampanye kebersihan dan kesadaran lingkungan.
ADVERTISEMENT
Di tengah ramainya kota yang terus berdenyut, sebuah pemandangan kontras mencolok mata, gundukan sampah yang menggunung di berbagai sudut jalan. Kantong-kantong plastik, tumpukan kardus, sisa-sisa makanan, dan berbagai jenis limbah lainnya. Praktik pembuangan sampah ilegal masih saja marak terjadi. Tumpukan sampah, mulai dari limbah rumah tangga, sampah plastik, hingga puing-puing bangunan, terlihat mengotori lingkungan dan merusak estetika kota.
Anehnya, pemandangan ini sering kali bersebelahan dengan poster-poster berwarna cerah yang berteriak tentang larangan membuang sampah sembarangan, lengkap dengan ancaman denda yang tak main-main. Namun, teriakan visual itu seolah tak bergaung di telinga masyarakat.
Potret bersama dosen UMY di Gedung A Ar Fachruddin lantai 4, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Salah satu dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Filosa Gita Sukmono (38) mengungkapkan fenomena tersebut melalui perspektif sosiologi komunikasi, "Apabila seseorang tidak memiliki norma sosial yang baik, maka keberadaan poster, baliho, atau ancaman denda mungkin tidak akan efektif mencegahnya untuk kembali membuang sampah sembarangan." ungkap Filosa. Ia juga menjelaskan bahwa solusi masalah ini tak hanya soal aturan tertulis, tetapi juga pembentukan kesadaran kolektif yang mendalam di tengah masyarakat.
Potret bersama Nadyo, petugas kebersihan di Ambarketawang, Yogyakarta. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Hal ini juga disampaikan oleh Nadyo (52) seorang petugas kebersihan yang sering melakukan aksi bersih-bersih di wilayah Ambarketawang, “Saya sudah sering lihat poster itu, berganti-ganti malah posternya. Tapi, tetap saja, banyak yang buang sampah di situ," ujar Nadyo.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, Nadyo merasa heran karena ada banyak sampah berserakan di pinggir jalan. Nadyo inisiatif membersihkan sampah yang berserakan, karena membersihkan sampah merupakan pekerjaan sehari-hari Nadyo serta sudah menjadi kebiasaannya. Namun, beberapa hari kemudian sampah tersebut terlihat berserakan kembali di pinggir jalan.
“Kalau saya melihat ada sampah lagi di pinggir jalan, selalu saya bersihkan. Sekalian membersihkan sampah yang menjadi tanggung jawab saya meskipun itu bukan tugas saya.” jelas Nadyo. “Karena, jika dibiarkan hal itu bisa mengganggu penciuman orang sekitar, termasuk saya.” sambungnya.
Potret bersama Sukirmin, RW Bodeh di Ambarketawang, Yogyakarta. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Sukirmin (43) ketua RW Bodeh mengaku sudah berkali-kali melihat sampah berserakan di sana. "Sudah berulang kali dari dulu, bahkan udah bertahun-tahun, tuh orang-orang pada masih buang sampah kesitu," tutur Sukirmin prihatin, seorang tokoh masyarakat yang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Pernyataan ini menggambarkan betapa masalah pembuangan sampah sembarangan telah mengakar dan sulit diatasi.
ADVERTISEMENT
Menurut Sukirmin, fenomena abainya masyarakat sekitar terhadap larangan membuang sampah sembarangan merupakan potret buram yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Ini bukan hanya masalah kebersihan dan estetika, tetapi juga masalah kesehatan, lingkungan, dan masa depan generasi penerus.
Lebih parahnya, permasalahan sampah ini rupanya tidak hanya sekadar pemandangan yang kumuh, Sukirmin sering mendapatkan laporan sampah-sampah tetsebut berdampak langsung pada aktivitas sehari-hari warga.
"Dulu pernah ada yang berantakin sampah ke tengah jalan, entah siapa. Mungkin warga dekat sini. Banyak tuh yang mengeluh ke saya, tidak bisa lewat karena sampahnya berserakan." jelas Sukirmin. Kejadian beberapa bulan lalu itu, menurutnya, menjadi bukti nyata betapa kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan dapat mengganggu aktivitas warga.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan hal tersebut, Filosa menyatakan pendapatnya, “RT dan RW sebaiknya melakukan perbandingan antara perilaku masyarakat setempat dengan para pendatang dan tidak hanya berpatokan pada masyarakat sekitar saja,” ungkap Filosa. Tidak hanya itu, ia juga menyebutkan hal tersebut penting karena kemungkinan pendatanglah yang membuang sampah sembarangan di tempat tersebut.
Hal ini juga disampaikan oleh Nadyo, “Bulan lalu, saya mendapati tumpukan sampah yang menutupi jalan. Pada saat itu, hati saya tergerak untuk berupaya membersihkan sampah-sampah tersebut.” ujar Nadyo.
Filosa mengungkapkan bahwa secarik kertas atau selembar spanduk bertuliskan larangan memang mudah dipasang. Namun, menanamkan kesadaran dan mengubah kebiasaan masyarakat bukanlah perkara sederhana.
“Seseorang mungkin tahu bahwa membuang sampah sembarangan itu salah dan merugikan, tetapi jika kebiasaan itu sudah mendarah daging, pengetahuan tersebut sering kali kalah oleh dorongan instan untuk membuang sampah dengan cara termudah, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.” ucap Filosa.
ADVERTISEMENT
Menangani permasalahan sampah yang sudah sedemikian parah, menurut Sukirmin, membutuhkan solusi yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak. Sukirmin telah beberapa kali berupaya membangun infrastruktur khusus untuk mengatasi permasalahan sampah yang kerap terjadi di daerahnya. Langkah tersebut diambil dengan harapan untuk mencegah masalah serupa muncul kembali dalam beberapa tahun mendatang. Namun, meski sudah berusaha keras, Sukirmin merasa usahanya belum membuahkan hasil yang diharapkan
“Saya ingin pemerintah daerah perlu membantu saya meningkatkan infrastruktur pengelolaan sampah, seperti penyediaan tempat sampah yang memadai di atau pembangunan fasilitas pengolahan sampah yang modern.” ucap Sukirmin dengan penuh keyakinan.
Terkait menangani permasalahan sampah, Filosa memberikan pendapatnya berdasarkan perspektif Sosiologi Komunikasi, “Komunikasi memegang peranan penting dalam interaksi masyarakat untuk membangun kesadaran akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Dengan adanya komunikasi dua arah, hal ini memungkinkan untuk mengurangi insiden sampah yang berserakan di pinggir jalan. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan dampak pembuangan sampah sembarangan juga perlu digencarkan” jelas Filosa.
ADVERTISEMENT
“Namun, yang paling penting adalah perubahan perilaku dan kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Tanpa adanya kesadaran dan tanggung jawab dari setiap individu, upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah akan sia-sia.” lanjutnya.