Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Menyewakan Barang Sewa: Berikut Penjelasannya
17 Desember 2022 20:06 WIB
Tulisan dari Rajaa Ahmad Rozak Sakhaa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sewa-menyewa merupakan karena adanya perjanjian antara pihak pertama mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya suatu peminjaman dari sebuah barang atau properti dalam kurun waktu tertentu dengan suatu harga yang telah disepakati bersama. Terjadinya transaksi sewa-menyewa, memang harus berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Jika kesepakatan belum disepakati, maka dapat dikatakan perjanjian tersebut belum bisa direalisasikan. Pada akhirnya, muncul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang melakukan kerja sama.
ADVERTISEMENT
Ada sebagian praktik dari transaksi sewa menyewa masyarakat yang kerap dilakukan oleh sejumlah orang. Seperti penyewa menyewakan barang sewaan. Umpamanya, rumah Alam yang dikontrakkan kepada kepada Bento selama 2,5 tahun. Lalu pada bulan kelima, Bento berencana ingin mengontrakkan rumah Alam kepada Candra. Apakah hal tersebut termasuk melanggar akad? dan apakah si penyewa harus memilik izin dari pihak pertama (pemilik kontrakan) sebelum si penyewa menyewakan pada pihak lain.
Jawaban pertanyaan ini disampaikan Ustad Dr Oni Sahroni, anggota Dewan Syariah Nasional MUI sebagai berikut:
Penyewa boleh saja menyewakan kepada pihak lain selama itu diizinkan atau disepakati oleh pemilik. Jika belum adanya persetujuan dari pemilik, maka penyewa terlebih dahulu harus mengonfirmasi kepada pemilik agar sewaan tersebut atas dasar kesepakatan dan keikhlasan semua pihak.
ADVERTISEMENT
Pertama, penyewa hanya memiliki dari manfaat rumah, karena itu bukan rumah (almanfa'ah duna ar-raqabah). Dan transaksasi yang berlaku dalam pertanyaan tersebut ialah ijarah (jual beli manfaat) rumah yang disepakati antar dua pihak (penyewa dan pemilik rumah). Penyewa juga memiliki hak untuk menempati rumah (manfaat rumah) sesuai dengan akad ijarah yang sudah disepakati, begitu pula dengan pemilik mendapatkan fee sebagai kompensasi atas sewa rumah tersebut.
Kedua, si penyewa harus ada izin atau persetujuan pemilik. Maka dari itu, saat tidak ada ketentuan khusus dalam kontrak yang disetujui yang melarang pihak penyewa untuk menyewakan ulang, maka pihak penyewa harus mengonfirmasi terlebih dahulu untuk memastikan pemilik mengizinkan penyewaan ulang tersebut.
Ketiga, jika penyewa menyewakan rumah tersebut kepada orang lain tanpa seizin dari pihak pemilik dan tidak perjanjian bersama atas penyewa boleh menyewakan kepada orang lain, dalam hal ini si penyewa tidak dibolehkan menyewakan kepada orang lain. Jika hal ini terjadi, maka ini termasuk dalam penyalahgunaan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana standar syariah internasional AAOIFI Nomor 9 tentang al-ijarah wa al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik,"Pihak yang menyewa sesuatu boleh menyewakannya kepada pihak lain (selain pemilik) dengan upah yang sama atau lebih kecil atau besa, baik dibayar tunai maupu tempo, selama tidak ada larangan dari pemilik untuk menyewakan kepada pihak lain atau mendapatkan izin dari pemilik.
Selain itu juga sebagaimana dijelaskan, "Penyewa boleh menyewakan manfaat yang di sewanya kepada pihak lain dengan upah yang disepakati, baik sama nominalnya maupun lebih besar atau kecil selama diizinkan oleh pemilik atau penyewa pertama atau tradisi, Begitu pula dengan meminjamkannya sesuai dengan cara ia memilikinya.
Sebelumnya masalah ini pernah dibahas pada saat pertemuan Barakah yaitu, apakah boleh menyewakan suatu barang dengan upah tertentu, lalu disewakan kembali pada orang lain dengan jumlah upah yang lebih besar?
ADVERTISEMENT
Kemudian, jawabannya sebagai berikut: "Boleh menyewa sesuatu dengan upah tertentu dan menyewakannya kepada pihak lain dengan upah sejenis atau lebih besar atau lebih kecil selama penyewa pertama tidak melarangnya atau tradisi memperkenankannya."
Keempat, jika dalam sebuah akad disebutkan bahwa manfaat rumah itu diizinkan untuk disewakan kembali pada orang lain, maka si penyewa meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik rumah.
Kelima, berdasarkan penjelasan sebelumnya, saat seorang menyewa suatu rumah untuk masa tertentu dan ingin menyewakannya untuk pihak lain, jika pemilik rumah mengizinkan kepada penyewa untuk disewakan kembali dalam bentuk perjanjian sewa atau izin tersebut bisa dalam bentuk lisan maupun tulisan, maka si penyewa boleh menyewakannya kepada pihak lain .
Namun, Jika hal tersebut tidak diizinkan, baik disampaikan dalam perjanjian maupun disampaikan langsung oleh pemilik, maka hal tersebut tidak dapat disewakan kembali kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Pada saat tidak ada klausul dalam perjanjian yang mengizinkan untuk disewakan, penyewa mengonfirmasi dan meminta izin kepada si pemilik. Semuanya dilakukan agar penyewaan tersebut berdasarkan kerelaan semua pihak dan lapang yang menjadi salah satu inti dari setiap transaksi, yaitu ridha, kerelaan, dan lapang, agar penyewaan dan transaksi tersebut berbuah keberkahan.
Jika tidak ada klausul dalam perjanjian yang mengatakan untuk mengizinkan disewakan kembali, maka dari itu si penyewa dapat mengonfirmasi dan meminta izin kepada si pemilik rumah. Semuanya ini dilakukan agar penyewaan tersebut berdasarkan keikhlasan semua pihak dan itu juga sebuah inti dari setiap transaksi, agar kegiatan penyewaan dan transaksi tersebut berbuah keberkahan.
Opini dari saya tentang sewa-menyewa yaitu dengan mengetahui dasar hukum sewa-menyewa tentang perjanjian antara dua belah pihak yang mengikatkan pada suatu barang atau properti dengan selama waktu tertentu. Dan harus mengetahui rukun dan syarat tentang sewa-menyewa seperti pelaku akad, objek akad maupun akad sewa dan juga harus mengetahui manfaat dari barang yang disewakan dan juga perizinan tentang barang atau properti yang disewakan kembali pada pihak lain.
ADVERTISEMENT