Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menggugat Retorika Kekuasaan: di Balik Keputusan Pemerintah yang Rugikan Publik
7 Oktober 2024 7:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rajabbul Amin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Rajabbul Amin
Mahasiswa Pascasarjana KPI UIN Sunan Kalijaga
Tahun 2024 akan menjadi momen penting dalam sejarah politik Indonesia. Kebijakan pemerintah yang berbeda, mulai dari kebijakan ekonomi hingga masalah sosial, telah memicu perdebatan publik yang sengit. Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak bagi individu yang membangun rumah secara mandiri, yang merupakan salah satu kebijakan yang menuai banyak kontroversi. Ketidakadilan dan dominasi pemerintah atas kehidupan masyarakat adalah masalah yang lebih kompleks yang tersembunyi di balik retorika kekuasaan di balik kebijakan ini. Kebijakan ini juga mengingatkan masyarakat pada gagasan Jürgen Habermas tentang kolonisasi internal, yang menekankan bagaimana struktur kekuasaan dapat mengontrol ruang publik dan menghilangkan suara rakyat.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, tujuan dari kebijakan pajak ini adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dan menciptakan sistem administrasi pembangunan yang lebih efisien. Namun, kebijakan ini dianggap sebagai beban tambahan bagi masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah yang membangun rumah secara bertahap karena keterbatasan keuangan. Di tengah situasi ekonomi yang sulit saat ini, kebijakan tersebut justru meningkatkan ketidakpastian daripada membantu menurunkannya. Pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini untuk kesejahteraan dan keteraturan, tetapi masyarakat malah melihatnya sebagai pengabaian terhadap situasi ekonomi mereka.
Konsep kolonisasi internal Habermas menunjukkan bahwa rasionalitas sistemik, seperti ekonomi dan kekuasaan, menjajah bagian kehidupan sosial yang seharusnya diatur oleh rasionalitas komunikatif. Dalam kasus pajak rumah mandiri ini, tampaknya pemerintah lebih memperhatikan logika sistem ekonomi—meningkatkan pendapatan negara—daripada memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, pajak membuat masyarakat yang sudah berjuang untuk mendapatkan rumah, yang merupakan kebutuhan dasar, lebih berat. Ini adalah jenis dominasi ekonomi yang masuk ke dalam kehidupan pribadi warga negara, mengaburkan partisipasi mereka dan hak-hak mereka sebagai warga negara.
ADVERTISEMENT
Reaksi keras dari berbagai bagian masyarakat muncul sebagai akibat dari polemik ini. Banyak orang berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak memperhitungkan kenyataan bahwa banyak orang tidak mampu membeli rumah secara langsung dari pengembang. Bagi orang-orang berpenghasilan menengah ke bawah, membangun rumah sendiri seringkali menjadi solusi karena harga rumah saat ini tidak terjangkau di pasar properti. Namun, peluang mereka untuk mendapatkan rumah menjadi semakin sulit dengan kenaikan pajak. Di sinilah retorika kekuasaan bekerja, di mana kebijakan dibungkus dalam cerita "kemajuan" atau "penertiban", meskipun pada kenyataannya mereka justru memperburuk keadaan rakyat kecil.
Dalam kritiknya terhadap kolonisasi internal, Habermas menunjukkan bahwa ketika kebijakan didorong oleh logika sistem ekonomi tanpa mempertimbangkan komunikasi rasional dengan publik, masyarakat hanya menjadi objek kebijakan. Dengan kata lain, tidak ada ruang yang cukup bagi mereka untuk berpartisipasi atau menyuarakan kepentingan mereka. Dalam kebijakan pajak rumah mandiri ini, masyarakat hanya menerima kebijakan yang sudah "jadi" tanpa proses diskusi dengan subjek yang memiliki kepentingan langsung. Proses pengambilan keputusan seperti ini dapat digambarkan sebagai kolonisasi ruang publik oleh ekonomi dan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan di ruang publik juga diperkuat oleh buzzer atau agen penguat narasi pemerintah. Karena alasan "keadilan pajak" dan "keteraturan administrasi", cerita yang muncul di media sosial seolah-olah mendukung kebijakan tersebut tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkannya pada masyarakat secara keseluruhan. Habermas menekankan pentingnya ruang publik sebagai tempat di mana setiap orang dapat berbicara secara kritis dan bebas. Namun, ketika narasi kekuasaan menguasai ruang publik, suara-suara yang menentang kebijakan dapat dihilangkan atau bahkan diputarbalikkan.
Keberanian untuk menggugat kebijakan yang dianggap tidak adil sangat penting dalam demokrasi. masyarakat harus berani mempertanyakan keputusan yang dibuat tanpa mempertimbangkan kepentingan publik secara menyeluruh. Kritik dan protes terhadap kebijakan pajak rumah mandiri ini merupakan cara aktif untuk memastikan bahwa pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaan. Menurut Habermas, ruang publik harus menjadi tempat di mana orang dapat berbicara secara terbuka dan berpartisipasi untuk memastikan bahwa keputusan yang dibuat benar-benar mencerminkan kehendak kolektif daripada kepentingan ekonomi atau sekelompok orang tertentu.
ADVERTISEMENT
Untuk menangani keputusan pemerintah yang menimbulkan kontroversi, masyarakat perlu menyelidiki lebih dalam. Teori yang digunakan untuk membenarkan kebijakan ini mungkin terlihat rasional pada awalnya; namun, masyarakat harus mempertimbangkan siapa yang benar-benar mendapat manfaat dan siapa yang dirugikan. Apakah tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau hanya untuk mempertahankan dominasi ekonomi atas masyarakat? Dengan mempertimbangkan kritik Habermas terhadap kolonisasi internal, masyarakat dapat memahami bahwa kebijakan yang tampaknya "baik" ini sebenarnya merupakan bentuk dominasi sistem ekonomi yang mengurangi hak-hak masyarakat.
Pada akhirnya, retorika kekuasaan yang patut dipertanyakan dalam keputusan pemerintah mengenai pajak bagi mereka yang membangun rumah sendiri. Dengan merujuk pada pemikiran Habermas, masyarakat dapat memahami betapa pentingnya ruang publik yang demokratis dan partisipatif, di mana setiap suara didengar dan dihargai. Jika masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam mengkritik kebijakan seperti ini, demokrasi akan menjadi lebih sehat dan inklusif. Ini akan memastikan bahwa keputusan yang dibuat benar-benar menguntungkan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT