Perempuan, Rokok, dan Kesetaraan

Raka Aprillia Eka Putra
Mahasiswa Jurusan Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
9 Agustus 2023 22:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raka Aprillia Eka Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi beragam wanita kuat cantik yang berjuang untuk kesetaraan dan hak. Foto: KatePilko/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi beragam wanita kuat cantik yang berjuang untuk kesetaraan dan hak. Foto: KatePilko/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keadilan, kebebasan, dan setara adalah hal yang selalu digaungkan ketika membicarakan perempuan. Budaya Patriarki dimana laki-laki mendominasi segala kekuasaan, pengambilan keputusan, kontrol sumber daya, dan perempuan selalu dibatasi untuk mendapat akses ke dalam ruang tersebut menjadi latar belakang munculnya pergerakan dari kaum feminis. Feminis adalah orang yang mendukung dan memperjuangkan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki dalam semua aspek kehidupan, termasuk sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
ADVERTISEMENT
Gerakan feminis bertujuan untuk mengatasi ketidaksetaraan, diskriminasi, dan penindasan yang sering kali dialami oleh perempuan dalam masyarakat. Penting untuk dicatat bahwa feminisme bukanlah gerakan yang hanya menguntungkan perempuan, tetapi juga berkontribusi pada menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin atau identitas gender. Gerakan feminis telah membantu membuka jalan bagi perubahan positif dalam budaya, hukum, dan pandangan masyarakat terhadap peran dan hak perempuan.
Sebuah fenomena pernah terjadi di New york City pada tahun 1929. Sebuah kampanye besar-besaran atas nama “kesetaraan gender” yang melabeli pergerakan tersebut. Kampanye itu dikenal dengan nama Torches of Freedom atau obor kebebasan. Diketahui pada awal abad ke-20, kegiatan merokok oleh perempuan dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas dan tidak layak bagi sosialita perempuan, sebuah tindakan yang dianggap tidak bermoral dan tidak sesuai dengan norma masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sederhananya fenomena tersebut berawal dari keresahan perempuan yang selalu dibatasi dan dipandang sebelah mata ketika masuk ke ruang-ruang politik, ekonomi, dan sosial seperti halnya dalam menentukan sebuah keputusan, tidaknya adanya hak pilih untuk perempuan dan lain sebagainya.
Kemudian keadaan tersebut dimanfaatkan oleh seorang oportunis sejati George Washington Hill, Presiden American Tobacco Company (pemilik merek Lucky Strike) untuk meningkatkan penjualan rokok kepada perempuan. George Washington kemudian merekrut Edward Bernays yang dapat dikatakan ahli dalam ilmu propaganda, public relation, dan marketing. Bahkan Bernays dihormati sebagai Bapak Public Relation setelah kematiannya pada tahun 1955.
Bernays kemudian merancang kampanye yang disebut "Torch of Freedom" (obor kebebasan). Kampanye ini menciptakan narasi bahwa merokok oleh perempuan adalah simbol persamaan gender dan kemandirian. Bernays mendesain sebuah acara publik di Parade Paskah tahun 1929 di New York City, di mana beberapa perokok perempuan akan berjalan di jalanan sambil merokok. Acara ini diatur untuk menarik perhatian media, dan Bernays juga mendekati kelompok feminis untuk mendukung pesan kampanye.
ADVERTISEMENT
Tanggal 31 Maret 1929, pada puncak Parade Paskah, seorang wanita muda bernama Bertha Hunt melangkah di Fifth Avenue yang ramai dan membuat skandal dengan menyalakan rokok Lucky Strike. Kejadian itu kemudian disorot oleh pers yang selanjutnya membuat 10 wanita dan seterusnya mengikuti aksi Hunt, mereka merokok sambil melenggang seakan rokok itu adalah obor kebebasan mereka. Hunt mengatakan peristiwa itu menginpsirasinya untuk memperjuangkan hak kesetaraan merokok bagi perempuan.
Hasilnya, kampanye "Torch of Freedom" berhasil menciptakan pergeseran persepsi masyarakat terhadap perokok perempuan. Rokok menjadi lebih terkait dengan simbol kemandirian, kebebasan, dan kesetaraan gender. Penjualan rokok Lucky Strike meningkat signifikan, dan perokok perempuan menjadi lebih sosial diterima.
Kampanye ini memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang yang mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya, dan psikologis. Pertama, Kampanye ini berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap perokok perempuan dari tindakan yang dianggap tidak pantas menjadi simbol kemandirian dan kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Ini menggambarkan bagaimana media dan propaganda dapat mempengaruhi cara kita memahami peran gender dalam masyarakat. Kedua, Kampanye ini mempromosikan gagasan bahwa merokok adalah tanda kemandirian dan kebebasan bagi perempuan. Meskipun motif di balik kampanye tersebut adalah komersial, pesan ini memainkan peran penting dalam memperkuat citra perempuan sebagai individu yang memiliki hak untuk mengambil keputusan tentang tubuh dan perilaku mereka sendiri.
Ketiga, Kampanye ini menggambarkan bagaimana norma sosial dan budaya dapat berubah melalui propaganda dan pesan media. Persepsi masyarakat tentang perokok perempuan berubah drastis dalam waktu singkat, menunjukkan sejauh mana pesan-pesan yang disampaikan melalui media dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan kolektif.
Keempat, secara psikologis kampanye ini berperan dalam membentuk identitas perempuan modern yang independen dan menggambarkan bagaimana pesan media dapat mempengaruhi persepsi diri individu serta pemahaman tentang hak dan kebebasan mereka.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, fenomena "Torch of Freedom" menggambarkan kompleksitas hubungan antara media, identitas gender, dan budaya konsumsi dalam masyarakat. Analisis terhadap kampanye ini dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana pesan-pesan media dapat membentuk norma sosial dan memengaruhi perubahan sosial.
Sejak saat itu kampanye "Torches of Freedom" telah menjadi studi kasus yang sering dikutip dalam kajian media, komunikasi, dan sejarah sosial sebagai contoh bagaimana narasi dan pesan media dapat membentuk pandangan masyarakat dan norma budaya.