Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Desa Perdikan, Anugerah dari Raja untuk Rakyat
18 Juni 2022 19:59 WIB
Tulisan dari Raka Kumara Jati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah kalian pernah mendengar tentang istilah Desa Perdikan saat belajar sejarah ? Definisi Desa Perdikan ternyata adalah anugerah dari raja untuk rakyatnya yang berjasa membantunya, raja memberikan kebebasan pajak dan keistimewaan khusus untuk wilayah tempat tinggal rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya Desa Perdikan sudah ada dari zaman hindu-buddha dengan istilah Tanah Perdikan berasal bahasa sanskerta Maharddhika yang artinya kebebasan dibuktikan dari pertama kali ditemukan di dalam sebuah prasasti Dieng bertahun 731 saka atau 809 M.
Tanah Perdikan artinya kebebasan, yaitu maksudnya bebas dari membayar pajak ke kerajaan dan melakukan kegiatan di wilayah desa tersebut.
Sejak dari zaman Majapahit hingga Mataram Islam, status Desa Perdikan masih terus dikeluarkan oleh para raja serta pejabat tinggi kerajaan. Tradisi tersebut terus dilaksanakan hingga diakui legalitasnya oleh pemerintah Belanda tetapi pasca kemerdekaan Indonesia status Desa Perdikan ini sudah dihapuskan.
Pada waktu itu raja-raja telah memberikan anugerah kepada orang-orang atau wilayah desa tertentu. Hal itu berupa kebebasan untuk membayar pajak atau melakukan wajib kerja kepada raja atau kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Sang raja membebaskan beberapa desa dari kewajiban pajak dan kewajiban lainnya, hasil pajak tersebut tidak diberikan ke kerajaan namun dialihkan kepada lembaga diatasnya dengan syarat mereka harus merawat makam kerajaan atau mengelola sekolah agama.
Desa Perdikan adalah daerah yang merdeka, Para pemimpin Desa Perdikan dalam struktur birokrasi kerajaan langsung dibawah kontrol raja, tidak ada kepala daerah yang lebih tinggi dari kepala desa tersebut.
Kemerdekaan itu tidak seperti negara yang berdiri sendiri, tetap ada ikatan dan kontrol dari kerajaan. Kebanyakan orang yang mendapatkan penghargaan Desa Perdikan tersebut akan menjadi mata telinga raja dan mengawasi daerah yang letaknya jauh dari ibukota kerajaan.
Raja mempunyai wewenang untuk merubah dan mencabut adanya hak-hak istimewa yang diberikan. Banyak pertimbangan raja dalam memberikan hal itu antara lain untuk memajukan bidang keagamaan, menjalankan tupoksi khusus, memelihara bangunan suci, serta memberikan hadiah kepada orang atau desa yang sudah berjasa kepada raja.
ADVERTISEMENT
Hak-hak istimewa yang diberikan oleh oleh raja misalnya adalah hak untuk memakai payung kebesaran, memakai sesuatu warna tertentu, yang biasanya hanya boleh dipakai oleh raja-raja. Pemberian hak atas tanah yang berupa hak untuk membuka hutan belukar.
Desa Perdikan yang terkenal di wilayah Karesidenan Madiun adalah Desa Perdikan Tegalsari, yaitu tempat berdirinya pesantren yang didirikan oleh Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari I.
Menurut hikayat, ketika Pakubuwono II melarikan diri ke Ponorogo karena adanya Geger Pacinan tahun 1742, ia sangat terpuruk dan putus asa untuk bisa mendapatkan tahtanya kembali. Ia akhirnya mengunjungi guru suci bernama Muhammad Besari, yang tinggal menyepi di Tegalsari bersama santri-santrinya.
Pada tahun itu bersamaan dengan terjadinya perang tahta atau yang sering disebut Perang Suksesi Jawa III (1747 - 1757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwono I dan Mangkunegara I.
ADVERTISEMENT
Perang yang terjadi dalam perebutan tahta ini membuat kacau keadaan pemerintah dan masyarakat Jawa apalagi Belanda (VOC) selalu mengintervensi politik istana.
Pakubuwono II menemui orang suci ini dan meminta kepada Allah untuk memulihkan tahtanya. setelah tahtanya dapat direbut kembali, sang raja tidak lupa akan pengabdian guru ini dan memberikan status Desa Perdikan kepada Desa Tegalsari di bawah pimpinan Kiai Muhammad Hasan Besari, dengan syarat mereka harus mendirikan sebuah pesantren.
Selama perjalanan Pakubuwono II adalah raja Mataram yang paling diingat di wilayah Madiun - Ponorogo karena membangun masjid-masjid kecil di Sewulan dan Karanggebang, ini menyusul dijadikannya Desa Sewulan dan Karanggebang menjadi Desa Perdikan.
Hingga akhirnya pada abad ke-19 pesantren Tegalsari menjadi sebuah sekolah terkenal dan pusat intelektual yang menghasilkan banyak sarjana, guru agama islam, dan pujangga istana, salah satunya adalah Ronggowarsito.
ADVERTISEMENT
Kebijakan raja untuk mendirikan pesantren-pesantren adalah sebuah rencana untuk menjadikan Islam sebagai fondasi dinasti, terutama sejak Pakubuwono II. Kehadiran mereka di desa-desa perdikan untuk memperkuat kedudukan Raja di daerah tersebut melalui aliansi dengan sekelompok Kepala Desa.
Para kepala desa dipegang secara turun temurun mereka merupakan kelas tersendiri mempunyai kekuasaan dan memiliki ikatan perkawinan dengan kerajaan. sarjana Belanda menyebutnya dengan Priyayi desa dari Jawa.
Contohnya di Desa Tegalsari yaitu cucu dari Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari I yaitu Kiai Hasan Besari II (1800-1862) dinikahkan dengan keponakan Pakubuwono IV, dari keluaraga Bagus (1788-1820). Istri kiai ini diberikan warisan sebuah desa di dekatnya, yaitu Karanggebang yang diberikan status desa perdikan.
Setelah era kemerdekaan, Status Desa Perdikan ini ditiadakan berdasarkan UU No. 13/1946 motivasi dihapusnya Desa Perdikan adalah agar seluruh desa di wilayah Indonesia sejajar dan tidak ada hak istimewa melekat pada salah satu desa sesuai falsafah pancasila.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Ong Hok Ham. 2018. Madiun dalam Kemelut Sejarah : Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX. Jakarta : KPG
Soetardjo Kartohadikoesoemo. 1984. Desa. Jakarta : Balai Pustaka
Machi Suhadi. Status Tanah/ Desa Perdikan di Jawa Suatu Catatan dari Sumber Prasasti Kuno. Majalah Analisis Kebudayaan, Tahun II, Nomor 1, 1981/1982.